Pengusaha Domestik Dukung Pengetatan Impor Barang Elektronik
Pemerintah membatasi impor untuk 78 barang elektronik. Kebijakan ini ditujukan untuk memacu manufaktur nasional.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah pelaku usaha domestik mendukung kebijakan pemerintah memperketat impor barang elektronik. Bahan baku dan bahan penolong yang selama ini banyak diimpor menjadi pekerjaan rumah berikutnya agar lebih banyak dihasilkan di dalam negeri.
Pemerintah memperketat impor produk elektronik. Kebijakan ini dituangkan dalam aturan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 6 Tahun 2024 tentang Tata Cara Penerbitan Pertimbangan Teknis Impor Produk Elektronik. Aturan itu dimaksudkan untuk memacu produksi industri dalam negeri.
Dalam aturan itu, 78 barang elektronik dibatasi impornya. Di antaranya adalah pompa air, lemari pendingin, mesin cuci, pemanas air, pelantang suara dan penyangganya, serta monitor dan proyektor.
Dalam aturan itu, 78 barang elektronik dibatasi impornya.
Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Elektronik (Gabel) Daniel Suhardiman, Rabu (17/4/2024), menyambut baik kehadiran peraturan ini. Ia berharap, pengaturan masuknya barang impor elektronik, bisa mendorong serapan pasar dari produsen elektronik dalam negeri.
Industri elektronik dalam negeri belum jadi tuan rumah di negeri sendiri. Mengutip Sistem Informasi Industri Nasional, kapasitas produksi AC dalam negeri, misalnya, mencapai 2,7 juta unit pada 2023. Namun, realisasinya hanya 1,2 juta unit atau hanya 43 persen. Impor produk AC pada 2023 menembus 3,8 juta unit.
Persoalan daya saing industri, menurut Daniel, tidak bisa selesai hanya dengan tata niaga impor. Masih ada masalah lain, seperti lemahnya industri hulu elektronik yang menghasilkan bahan baku dan komponen inti industri hilir.
Akibatnya, industri elektronik masih harus impor bahan baku produksi. Hal ini belum memberikan efisiensi skala produksi bagi industri hilir elektronik. Oleh karena itu, dengan adanya aturan pembatasan impor barang elektronik itu, ia berharap industri hulu akan tumbuh pesat sehingga akan memicu hilirisasi yang terintegrasi.
”Tentu saja, tantangan pemerintah untuk menjalankan peraturan ini sangat tinggi, dan perlu dukungan dan masukan seluruh stakeholder agar bisa dijalankan secara lancar,” ujar Daniel.
Ketua Umum Asosiasi Pabrik Kabel Indonesia Noval Jamalullail menyatakan, pemberlakuan Permenperin Nomor 6 Tahun 2024 merupakan solusi terbaik sebagai wujud dukungan terhadap industri kabel dalam negeri, khususnya produsen kabel serat optik.
”Karena, hal ini akan membangkitkan kembali produksi industri kabel serat optik di dalam negeri untuk dapat aktif memenuhi kebutuhan nasional yang sedang membangun sarana telekomunikasi dan jaringan internet di seluruh Indonesia,” ujarnya.
Aturan tersebut, Noval melanjutkan, juga memberikan harapan baru bagi pengembangan industri kabel serat optik dalam negeri. Apalagi, saat ini kemampuan dan kapasitas industri kabel serat optik di Indonesia sudah mumpuni.
Industri kabel serat optik dalam negeri, ia melanjutkan, sudah bisa membuat semua jenis kabel serat optik dari ukuran kecil sampai besar. Jenisnya juga sudah bervariasi, mulai dari keperluan di dalam gedung, di udara, di dalam tanah, sampai kabel dalam laut.
Kemampuan dan kapasitas yang besar tersebut seiring adanya sejumlah investor global dari Tiongkok, Korea, dan Jepang, yang membangun beberapa fasilitas pabrik kabel serat optik di Indonesia dalam delapan tahun terakhir. Namun, kapasitas tersebut hanya terutilisasi dengan okupansi produksi di bawah 50 persen dari kapasitas terpasang. Adapun total kapasitas produksi kabel dalam negeri mencapai 15 juta kilometer fiber.
Semua proses kabel serat optik yang meliputi colouring, tubing, stranding, armoring, sheating atau jacketing sudah 100 persen dilakukan di dalam negeri.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang, Selasa (16/4/2024), menjelaskan, keluarnya pengaturan impor barang elektronik itu ditujukan untuk merangsang pertumbuhan industri elektronik dalam negeri. Harapannya, ini bisa mendorong masuknya investasi di hulu elektronik sehingga bisa menciptakan hilirisasi produk elektronik.
”Kementerian Perindustrian memahami kemampuan dan kekuatan serta besaran pasokan dan permintaan. Peraturan ini untuk memacu pertumbuhan industri elektronik,” ujar Agus.
Direktur Industri Elektronika dan Telematika (IET) Direktorat Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian Priyadi Arie Nugroho menjelaskan, aturan ini adalah upaya konkret dari pemerintah dalam menciptakan kepastian berinvestasi bagi pelaku industri di Indonesia. Lebih spesifik adalah produk elektronik di dalam negeri.
Priyadi menyatakan, pihaknya memahami bahwa tata niaga impor untuk produk elektronik merupakan hal yang baru dan belum pernah diberlakukan. ”Perlu diketahui dan ditekankan bersama bahwa dengan terbitnya kebijakan tata niaga impor produk elektronika ini, bukan berarti bahwa pemerintah anti-impor, tetapi lebih kepada menjaga iklim usaha industri di dalam negeri tetap kondusif, terutama bagi produk-produk yang telah diproduksi di dalam negeri,” ujarnya.