Sekian lama bambu ada di sekeliling kita. Barang-barang dari bilah-bilah bambu sudah akrab dengan keseharian sejak dulu kala. Kini, di industri modern dunia, bambu memiliki potensi cukup besar. Saatnya menggarap bambu.
Oleh
C Anto Saptowalyono
·5 menit baca
Tanaman bambu kerap kali menghiasi halaman rumah di Indonesia. Dulu kala, bambu kerap kali digunakan sebagai bahan dasar membuat peralatan rumah tangga Indonesia. Misalnya, wadah makanan berbentuk kotak atau kerap disebut besek. Ada juga wadah nasi atau wadah makanan berbentuk seperti mangkuk. Atau, wadah bundar untuk tumpeng dan makanan pelengkapnya.
Meja dan bangku yang tersusun dari batang-batang bambu masih kerap terlihat di teras rumah hingga kini. Bahkan, sudah ada desainer yang menggunakan bahan baku bambu untuk barang-barang berdesain modern. Jangan lupa, ada alat musik angklung yang menggunakan bahan baku bambu.
Ditilik dari kondisi di Tanah Air, Indonesia berpeluang mengoptimalkan penggarapan pasar bambu dunia. Saat ini, China merupakan negara yang mampu mendominasi dengan menguasai sekitar tiga perempat dari total nilai pasar bambu dunia yang hampir 100 miliar dollar AS.
Sementara kemampuan Indonesia menggarap pasar bambu masih relatif kecil. Data Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) yang dikutip Sabtu (18/1/2020) menunjukkan, ekspor produk mebel bambu Indonesia sepanjang semester I-2018 senilai 903.828,11 dollar AS.
Ekspor produk mebel bambu Indonesia semester I-2019 diproyeksikan 752.865,99 dollar AS. Angka-angka tersebut merujuk pada data Badan Pusat Statistik yang diolah dan ditabulasi HIMKI (2019).
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah berupaya mendorong optimalisasi bambu sebagai barang bernilai tambah tinggi. Apalagi potensi bambu sebagai kekuatan ekonomi masyarakat belum dilirik karena pemanfaatannya masih terbatas.
”Pemanfaatan bambu selama ini masih terbatas seperti untuk alat-alat rumah tangga, sangkar burung, dan belum masuk ke industri timber, perkayuan,” kata Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menkop UKM) Teten Masduki di Jakarta, Jumat (17/1/2020).
Ditemui selepas menerima Yayasan Bambu Lestari di kantor Kemenkop UKM, Teten mengatakan bahwa bambu termasuk komoditas unggulan. Hal ini terkait dengan peran bambu yang berdampak sosial-ekonomi bagi masyarakat kelas bawah serta dampak di sisi konservasi lingkungan.
Bambu termasuk komoditas unggulan.
Teten menuturkan, produktivitas per hektar bambu Indonesia yang memiliki dua musim lebih tinggi dibandingkan dengan di Jepang atau China yang empat musim. Kualitas kerapatan bambu Indonesia yang dipanen pada umur tepat pun dapat bersaing dengan kayu ulin.
Pemanfaatannya sebagai bahan baku pun berkelanjutan karena selepas dipanen akan tumbuh lagi bambu di rumpun tersebut. ”Rantingnya, serat-seratnya, juga bisa dipakai sebagai biomassa pembangkit listrik untuk menggantikan batubara,” kata Teten.
Menurut Teten, peluang pengisian kebutuhan bambu, misalnya oleh perusahaan seperti IKEA, pun harus ditangkap. Penjalinan kemitraan antara koperasi, usaha kecil, dan menengah serta usaha besar akan ditempuh untuk menjalankan program pengoptimalan potensi bambu.
Desa bambu
Direktur Utama Yayasan Bambu Lestari Arief Rabik menuturkan, dalam pertemuan dengan Menkop UKM Teten Masduki, dibahas tentang program 1.000 Desa Bambu.
”Program ini diharapkan menjadi gerakan industri bambu rakyat untuk merestorasi lahan kritis di Indonesia; khususnya di dalam kawasan, dibantu Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, untuk di-perhutanan sosialkan,” kata Arief.
Satu Desa Bambu merupakan satu sistem di luasan 2.000 hektar yang dapat terdiri dari beberapa desa administratif. Sebagai contoh, apabila konsesi perhutanan sosial di satu desa administratif adalah 300 hektar, dibutuhkan 7 desa administratif untuk membentuk satu sistem Desa Bambu.
”Ini adalah suatu sistem yang sudah jalan di China dan kami mau mengadopsinya. Konsepnya kami mendorong proses industri bambu sebagai pengganti kayu yang berkelanjutan dan lestari,” kata Arief.
Industri mebel, konstruksi, dan lainnya mendapatkan bambu dari pabrik bambu yang berbasis di desa. Paradigma baru ini untuk memastikan nilai tambah bambu di tingkat petani desa.
Arief menambahkan, ada beberapa skema di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan seperti hutan kemasyarakatan, hutan desa, hutan tanaman rakyat, dan juga kemitraan yang memungkinkan sektor swasta dapat berkerja sama dengan rakyat untuk mendapatkan suatu perhutanan sosial.
”Sekarang, dengan Kemenkop UKM, kami ingin memperkuat di level koperasinya supaya benar-benar bisa mendorong kelembagaan, pendanaan, dan prosedur operasi standarnya,” ujar Arief.
Menurut Arief, diperlukan dana sekitar 1 juta dollar AS untuk setiap sistem Desa Bambu yang terdiri 7-20 desa administratif, lengkap dengan pabriknya. Kerja sama lintas kementerian diharapkan dapat memetakan lokasi desa prioritas yang paling gampang untuk didorong industri bambu rakyatnya.
Menurut dia, potensi pengembangan industri bambu rakyat tersebar di berbagai wilayah, termasuk di Jawa. ”Sulawesi Selatan sudah memiliki peraturan daerah tentang bambu. NTT juga sudah memiliki perda HHBK (hasil hutan bukan kayu) termasuk bambu. Sebenarnya upaya ini sudah dari 20 tahun lalu, berarti tinggal tancap gas dan bergandeng tangan untuk mendorong industri bambu rakyat,” kata Arief.
Potensi pengembangan industri bambu rakyat tersebar di berbagai wilayah, termasuk di Jawa.
Strategi
Penasihat Yayasan Bambu Lestari Monica Tanuhandaru menyebutkan, pengembangan industri strategis berbasis bambu mengarah pada manfaat bagi masyarakat dan berorientasi pasar. ”Pasar bambu dunia itu hampir mendekati 100 miliar dollar AS yang 75 persen dikuasai oleh China,” kata Monica.
Monica menuturkan, China pun memonetisasi bagian sejarah dan budaya terkait bambu. Misalnya, pemakaian daun bambu sebagai bungkus bakcang yang telah dijalankan sejak dulu kala.
Di sisi lain, permintaan di pasar bambu dunia terus meningkat dan belum semua mampu terpenuhi. Bambu dinilai menjadi salah satu komoditas yang patut dikembangkan apabila ingin mendongkrak kinerja ekspor. ”Apalagi kandungan lokal produk ekspor bambu ini 100 persen,” kata Monica.
Jika dihitung secara nilai ekonomi, bambu dapat diolah menjadi barang setengah jadi hingga produk jadi bernilai tambah tinggi. Pemanfaatan bambu meluas mulai bahan bangunan, mebel, bahan baku serat tekstil, kertas, komponen sepeda, dudukan Ipad, pelindung telepon seluler, dan lainnya.
”Panel langit-langit dan lantai di Bandara Barajas, Madrid, Spanyol, itu juga dari bambu,” ujar Monica.
Cerita tentang bambu mestinya tak hanya berakhir di halaman rumah. Bambu bisa ada di mana-mana dan mendunia.