Penyadapan dan Informasi Orang Dekat Bisa Jadi Petunjuk Mencari Harun Masiku
Kalaupun tidak langsung menemukan Harun Masiku, informasi dari penyadapan orang dekat Harun atau jejak digital Harun bisa mengungkap orang-orang yang membantu pelarian buronan KPK itu. Dari sana, Harun bisa dilacak.
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Upaya pencarian buronan Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK, Harun Masiku, masih belum menemui titik terang. Sejumlah pihak mengusulkan penyadapan atau mencoba mengorek informasi dari orang dekat Harun agar tersangka pemberi suap pada bekas anggota Komisi Pemilihan Umum Wahyu Setiawan itu bisa ditemukan.
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati, mengatakan, Kamis (30/1/2020), upaya penyadapan sangat perlu dilakukan oleh KPK untuk bisa menemukan Harun Masiku.
Selain penyadapan, YLBHI juga mengusulkan agar KPK menyisir keberadaan Harun melalui orang-orang dekatnya, termasuk istri Harun, Hildawati, yang saat ini bermukim di Gowa, Sulawesi Selatan.
Upaya lain yang bisa ditempuh dengan melacak jejak digital, termasuk memeriksa rekaman panggilan telepon Harun Masiku sebelum dia menghilang.
Kalaupun tidak langsung menemukan Harun, dengan cara-cara itu menurut Asfi, memungkinkan bagi KPK untuk mengetahui kelompok atau orang yang membantu pelarian calon anggota legislatif PDI-P di Pemilu 2019 tersebut. Informasi itu kemudian berguna untuk menemukan Harun.
Yang juga tak kalah penting, memeriksa mereka yang menyatakan Harun masih berada di luar negeri. Tidak tertutup kemungkinan ada yang sengaja memberikan informasi keliru soal perlintasan Harun sehingga Harun Masiku bisa leluasa melarikan diri.
Seperti diketahui, Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) semula mengumumkan Harun berada di Singapura sejak 6 Januari 2020 dan belum kembali ke Indonesia.
Berdasarkan data tersebut, dalam jumpa pers pembentukan tim hukum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI-P di Jakarta, 16 Januari 2020, Yasonna yang juga fungsionaris PDI-P mengungkapkan bahwa Harun meninggalkan Indonesia sejak 6 Januari 2020 dan belum kembali ke Tanah Air. Keterangan serupa disampaikan Ronny F Sompie saat masih menjabat Direktur Jenderal Imigrasi Kemenkumham, pada 18 Januari 2020. Begitu pula yang disampaikan Ketua KPK Firli Bahuri pada 20 Januari 2020.
Namun, pada 22 Januari 2020, Ronny membuat pernyataan yang dilanjutkan dengan jumpa pers. Disampaikan bahwa Harun sudah kembali ke Indonesia pada 7 Januari 2020. Informasi perlintasan itu terlambat diketahui jajaran Ditjen Imigrasi karena ada kesalahan sistem.
Alternatif
Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada Zaenur Rohman berpendapat, pemanggilan terhadap istri Harun bisa menjadi salah satu alternatif untuk mendapatkan informasi mengenai keberadaan Harun. Namun, yang tak kalah penting, KPK perlu juga memanggil Menkumham Yasonna H Laoly.
Yasonna, kata Zaenur, perlu diperiksa KPK untuk memastikan perihal informasi lintas batas Harun. Pada 27 Januari 2020, Indonesia Corruption Watch (ICW) dan sejumlah lembaga swadaya masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil melaporkan Yasonna ke KPK. Yasonna dilaporkan karena diduga merintangi penyidikan KPK terkait Harun Masiku.
”Yasonna dilaporkan menggunakan Pasal 21 (Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi). Itu perlu ditindaklanjuti KPK,” ujar Zaenur.
Pasal 21 berbunyi, setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 600 juta.
Dikonfirmasi terpisah, Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango mengatakan, tim masih terus bekerja dalam upaya pencarian Harun Masiku. Nawawi mengaku belum ada pertimbangan dari KPK untuk memanggil istri Harun Masiku.
Namun, ketika disinggung mengenai upaya KPK melakukan penyadapan untuk menemukan keberadaan Harun, Nawawi enggan berkomentar banyak. Demikian pula terkait kemungkinan KPK memeriksa Yasonna dalam waktu dekat, Nawawi mengatakan belum mendengar hal tersebut.
”Itu sudah teknis sekali. Saya tidak dalam kapasitas menjawabnya,” kata Nawawi.