Infeksi Korona Baru Asimtomatik, Penapisan Suhu Tak Efektif
Upaya penapisan suhu tubuh tidak efektif untuk mendeteksi infeksi virus korona baru. Pasalnya, orang yang terinfeksi virus ini, meski tidak menunjukkan gejala sakit, ternyata dapat menularkan virus ini.
Oleh
Ahmad Arif
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah temuan baru menunjukkan, sebagian orang yang terinfeksi virus korona baru 2019-nCoV tidak menunjukkan gejala sakit, tetapi bisa menularkannya kepada orang lain. Ini menyebabkan upaya penapisan suhu tubuh tidak efektif. Sejumlah negara telah menutup kunjungan dari China.
”Kemungkinan masuknya virus korona baru ini ke Indonesia tanpa kita ketahui menjadi tinggi karena penapisan suhu menjadi tidak sensitif. Ini karena orang yang telah terinfeksi tidak menunjukkan gejala sakit,” kata Amin Soebandrio, Direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, kepada Kompas, di Jakarta, Jumat (31/1/2020).
Di satu sisi, menurut Amin, fenomena ini memang menggembirakan karena berarti tingkat mortalitias lebih rendah. Namun, itu menyebabkan orang yang tertular melakukan perjalanan ke mana-mana. ”Sebelum Wuhan tertutup, orang yang tertular sudah keluar,” ujarnya. Kondisi ini menyebabkan jadi sumber penularan baru dan membuat 2019-nCoV menyebar luas melebihi SARS.
Menurut Amin, sesuai panduan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebelumnya, upaya penapisan dilakukan setelah ada gejalanya. Namun, prosedur ini sekarang harus diubah. Dengan tidak adanya gejala berarti harus mempelajari riwayat kontak dan perjalanannya lebih teliti. Orang yang pernah kontak atau pernah datang dari negara yang terinfeksi mesti diawasi, minimal 14 hari selama masa inkubasi.
Sesuai panduan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebelumnya, upaya penapisan dilakukan setelah ada gejalanya. Namun, prosedur ini sekarang harus diubah.
Mulai 1 Februari 2020, Singapura tidak akan mengizinkan masuk ataupun transit orang yang dalam 14 hari terakhir berada di China daratan. ”Kalau di Australia, orang yang dari negara terinfeksi harus mengarantina sendiri atau tinggal di rumah selama 14 hari agar tidak menulari orang di luar,” ujarnya.
Meski demikian, upaya menutup orang dari China daratan saja, menurut dia, tidak cukup karena negara yang tidak menjadi sumber infeksi korona sudah banyak. ”Dengan membatasi dari China saja itu salah satu upaya, tetapi mungkin hanya membatasi sekian persen. Ada penelitian, jika kita menutup kunjungan 90 persen dari Wuhan, hanya menurunkan angka penyebaran 20 persen karena virusnya sudah keburu menyebar keluar,” ujarnya.
Sistem deteksi
Amin mengatakan, dari teknologi dan kapasitas sumber daya, Indonesia sebenarnya telah bisa mendeteksi keberadaan virus korona baru ini. ”Eijkman sudah memiliki sistem yang bisa mendeteksi korona jenis apa pun. Jika ternyata positif, baru disekuen untuk memastikan apakah itu virus 2019-nCoV. Saya kira, pendekatan dua langkah ini juga yang dipakai di Kementerian Kesehatan,” ujarnya.
Eijkman sudah memiliki sistem yang bisa mendeteksi korona jenis apa pun.
Beberapa negara seperti Malaysia dan Singapura, menurut Amin, sudah memiliki kit yang lebih canggih untuk mendeteksi virus korona baru dari Wuhan hanya dalam satu langkah. Sementara di Eijkman masih butuh dua langkah. Saat ini sedang didatangkan kit yang lebih efisien seperti di negara lain.
Dia membantah pemberitaan media di Australia tentang ketidakmampuan Indonesia mendeteksi virus baru ini. ”Namun, melihat banyaknya titik masuk ke Indonesia, sementara negara-negara tetangga lain sudah positif terinfeksi, kemungkinan masuknya virus baru korona ini ke Indonesia tidak bisa diabaikan,” ujarnya.
Meski demikian, tambah Amin, sampai saat ini belum ada laporan yang menunjukkan adanya peningkatan baru pneumonia akibat infeksi virus ini. ”Tetapi kita harus waspada, harus panik.”
Laporan Camilia Rothe dari University Hospital LMU Munich dan tim di New England Journal of Medicinei pada 30 Januari 2020 mengatakan, adanya pasien di Jerman yang terinfeksi tetapi tidak menunjukkan gejala sakit, ternyata dapat menyebarkan virus korona baru ini. Ini menambah panjang daftar infeksi domestik yang sebelumnya juga ditemukan di Jepang, Vietnam, dan Amerika Serikat.
Ada pasien di Jerman yang terinfeksi tetapi tidak menunjukkan gejala sakit, ternyata dapat menyebarkan virus korona baru ini.
Kasus penularan korona yang dilaporkan Rothe ini melibatkan seorang perempuan dari China yang melakukan perjalanan ke Jerman untuk perjalanan bisnis pada 19 Januari hingga 22 Januari 2020 dan tidak menunjukkan tanda-tanda penyakit, termasuk batuk dan demam. Dia hanya menjadi sakit dalam penerbangan kembali ke China dan dikonfirmasi pada 26 Januari telah terinfeksi virus 2019-nCoV.
Namun, pada 24 Januari, seorang pengusaha Jerman berusia 33 tahun, yang mengadakan pertemuan dengan perempuan itu pada 20 dan 21 Januari, menderita sakit tenggorokan, kedinginan, dan nyeri otot, dengan demam dan batuk. Tes menunjukkan, pengusaha Jerman ini telah terinfeksi 2019-nCoV.
Pada 28 Januari, tiga rekan kerja pengusaha Jerman ini juga dinyatakan positif terkena virus. Padahal, hanya satu dari pasien ini yang melakukan kontak dengan perempuan dari China itu, sedangkan dua lainnya hanya memiliki kontak dengan laki-laki Jerman.
”Fakta bahwa orang tanpa gejala adalah sumber potensial infeksi 2019-nCoV harus menjadi dasar penilaian ulang dinamika transmisi wabah saat ini,” tulis Rothe.