Pemerintah Kirim Tim untuk Mendata Teroris asal Indonesia
Tim yang dikirim untuk memverifikasi merupakan gabungan sejumlah instansi, seperti Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Badan Intelijen Negara, dan Polri. Ketua MPR Bambang Soesatyo mendorong hal yang sama.
Oleh
NINA SUSILO
·4 menit baca
JAKARTA,KOMPAS — Pemerintah berencana mengirim tim untuk memverifikasi teroris lintas batas (foreign terrorist fighters) asal Indonesia yang berada di Suriah dan sejumlah negara lain. Tim akan bekerja tiga sampai empat bulan. Hasil kerja tim akan memudahkan pemerintah dalam mengantisipasi masuknya mereka kembali ke Indonesia.
Rencana ini disampaikan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (13/2/2020). Tim yang menurut rencana dikirim untuk memverifikasi merupakan gabungan sejumlah instansi, antara lain Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Badan Intelijen Negara (BIN), dan Kepolisian Negara RI (Polri).
”Akan dikirim tim dari Indonesia untuk melihat dan mendapatkan data secara detail, siapa-siapa dari 689 orang itu yang anak-anak, perempuan, dan kombatan. Kita akan data dengan baik,” katanya.
Hasil verifikasi akan memudahkan pemerintah dalam mengantisipasi kembalinya mereka ke Indonesia, terutama dari jalur-jalur gelap. Mencegah kembalinya para teroris lintas batas itu perlu untuk menjamin keamanan 267 juta warga negara Indonesia. Hal ini beberapa kali ditegaskan oleh Presiden Joko Widodo.
Teroris lintas batas, menurut Moeldoko, sudah bukan lagi warga negara Indonesia. Hal ini selaras dengan aturan yang tertuang di Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan.
Dalam undang-undang itu disebutkan, seseorang kehilangan kewarganegaraan antara lain saat dia mengangkat sumpah setia kepada negara asing atau bagian negara asing tersebut, masuk dinas tentara asing tanpa izin terlebih dahulu kepada Presiden, dan bertempat tinggal di luar wilayah Indonesia selama lima tahun berturut-turut bukan dalam rangka dinas negara.
Mereka sendiri yang menyatakan ”stateless” dan dinyatakan dengan pembakaran paspor.
”Mereka sendiri yang menyatakan stateless dan dinyatakan dengan pembakaran paspor,” ujar Moeldoko.
Selain itu, dia menekankan, niat untuk melakukan tindakan terorisme bisa ditindak. ”Karena mereka ke sana untuk bergabung dengan ISIS, organisasi terorisme, begitu pulang, ada tindakan. Kelanjutannya seperti apa, sesuai yang berlaku di Indonesia,” lanjutnya.
Diberitakan sebelumnya, dalam rapat terbatas yang dipimpin Presiden Jokowi di Istana Bogor, Jawa Barat, telah diputuskan bahwa pemerintah tidak akan memulangkan para teroris lintas batas (foreign terrorist fighters/FTF) asal Indonesia. Dalam rapat itu, selain Wakil Presiden Ma’ruf Amin, hadir pula sejumlah menteri terkait serta Panglima TNI dan Kepala Polri (Kompas, 12/2/2020).
Di tempat terpisah, Ketua MPR Bambang Soesatyo mengingatkan pemerintah untuk mengantisipasi masuknya FTF asal Indonesia melalui negara bebas visa ataupun jalur ilegal.
Untuk itu, Bambang mendorong BNPT dan BIN bekerja sama dengan Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, pihak Imigrasi di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, serta Kementerian Luar Negeri untuk terus memantau pergerakan FTF Indonesia yang tersebar di Suriah dan beberapa negara lain.
”Penting pula memperketat pengawasan dan pemeriksaan seluruh pintu masuk ke Indonesia, seperti di bandara dan pelabuhan, khususnya dari negara bebas visa ataupun jalur-jalur tikus, guna memberikan dan menjamin rasa aman bagi seluruh masyarakat. Ini mengingat kepulangan WNI eks ISIS dikhawatirkan membawa virus terorisme baru bagi masyarakat Indonesia,” tuturnya.
Penting pula memperketat pengawasan dan pemeriksaan seluruh pintu masuk ke Indonesia, seperti di bandara dan pelabuhan, khususnya dari negara bebas visa ataupun jalur-jalur tikus.
Bambang juga mendorong BNPT bersama pemerintah untuk terus memperbarui jumlah FTF di kamp-kamp pengungsian kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) yang tersebar di Suriah dan sejumlah negara lain. Hal ini penting agar diperoleh data valid tentang jumlah dan identitas WNI yang dianggap terlibat bergabung dengan kelompok NIIS.
Selain itu, politisi Partai Golkar ini meminta agar mereka yang terbukti bergabung dengan NIIS dicabut kewarganegaraannya.
Tak bisa melarang
Sementara itu, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menilai, pemerintah tidak bisa melarang warganya untuk kembali. ”Setiap orang memiliki hak-hak asasi yang harus dijamin, termasuk hak atas kewarganegaraan. Setiap negara wajib melindungi warganya,” katanya melalui keterangan tertulis yang diterima Kompas, Kamis.
Jika yang dikhawatirkan ancaman terhadap keamanan nasional dan keselamatan masyarakat, menurut Usman, seharusnya hal itu ditangani secara legal, proporsional, dan diperlukan oleh tatanan demokratis masyarakat.
Menurut dia, pemerintah punya sistem legal untuk menangani mereka yang akan datang kembali. Pemerintah bisa melakukan investigasi terhadap warganya yang diduga terlibat kelompok kejahatan sebelum mengizinkan mereka kembali.
”Jika ada di antara mereka yang terbukti melakukan kejahatan, pemerintah bisa melakukan proses hukum terhadap yang bersangkutan,” ujarnya.
Namun, dia mengingatkan, ada pengecualian dalam hukum internasional, yaitu memulangkan anak-anak.
Dalam hal ini, jika tetap berpendapat bahwa mereka berpotensi nyata mengganggu keamanan, pemerintah bisa mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai dengan standar hak asasi manusia, termasuk proses deradikalisasi.
”Khusus untuk anak di bawah umur yang direkrut secara langsung oleh kelompok yang terlibat kejahatan, harus diterapkan prinsip peradilan remaja atau anak-anak dan hukuman pidana seperti kurungan penjara harus menjadi opsi terakhir untuk mereka,” kata Usman.