Tim Kecil Pemerintah, Buruh, dan Pengusaha Mulai Kupas Draf RUU Cipta Kerja
Tim kecil yang dibentuk pemerintah mulai mengupas pasal per pasar RUU Cipta Kerja. Ada kemungkinan substansi berubah sesuai masukan terbaru dari perwakilan serikat buruh dan pengusaha yang terlibat dalam tim.
Oleh
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tim Koordinasi Pembahasan dan Konsultasi Publik Substansi Ketenagakerjaan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja yang dibentuk pemerintah memulai rapat maraton untuk mengupas pasal demi pasal dalam draf RUU sapu jagat itu. Ada kemungkinan substansi draf RUU berubah sesuai masukan terbaru dari perwakilan serikat buruh dan asosiasi pengusaha yang terlibat dalam tim.
Rapat digelar di Hotel Royal, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (18/2/2020) pagi, dan akan diadakan secara maraton untuk empat minggu ke depan. Tim kecil yang terdiri dari unsur pemerintah, kelompok buruh, dan asosiasi pengusaha itu akan membahas substansi draf RUU Cipta Kerja yang saat ini masih mendapat penolakan buruh karena substansinya dinilai tidak berpihak pada kesejahteraan kelompok pekerja.
Pembahasan draf dibagi dalam lima kluster isu ketenagakerjaan, yaitu kluster isu hubungan kerja dan waktu kerja, kluster isu pengupahan, kluster isu jaminan kehilangan pekerjaan (JKP), kluster isu pemutusan hubungan kerja (PHK) dan penghargaan lainnya, serta kluster isu tenaga kerja asing (TKA). Rapat digelar tertutup di ruangan terpisah untuk setiap kluster isu.
Tim tersebut memiliki empat tugas utama, yakni, memetakan isu terkait substansi ketenagakerjaan RUU Cipta Kerja. Kedua, menyiapkan bahan tanggapan pemerintah terhadap daftar inventarisasi masalah (DIM) dari DPR. Ketiga, menunjuk anggota dalam pembahasan RUU di DPR. Keempat, menyiapkan ahli untuk memberikan penjelasan dalam pembahasan RUU Cipta Kerja di DPR.
Dalam rapat ketiga, siang ini, perwakilan buruh, pengusaha, dan pemerintah duduk satu meja untuk membahas pasal demi pasal. Masukan dari buruh dan pengusaha disandingkan. Beberapa usulan tampak bertolak belakang karena mewakili kepentingan dua kelompok yang berbeda. Usulan-usulan itu akan dibawa ketika pembahasan RUU Cipta Kerja antara pemerintah dan DPR mulai bergulir di Kompleks Parlemen, Senanyan.
Ada 24 orang perwakilan unsur serikat pekerja dan buruh yang terlibat dalam tim tersebut, yang berasal dari 10 asosiasi buruh. Jumlah buruh yang mewakili di tim itu sudah berkurang banyak dibandingkan sebelumnya. Sejauh ini, sudah ada tiga serikat buruh sudah menyatakan secara resmi keluar dari tim tersebut.
Sejauh ini ada tiga serikat buruh sudah menyatakan secara resmi keluar dari tim.
Mereka menolak RUU Cipta Kerja yang substansinya tidak melindungi dan menyejahterakan buruh dan terlalu condong pada kepentingan pengusaha.
Ketiganya adalah Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia yang dipimpin Said Iqbal, Konfederasi Kongres Aliansi Buruh Indonesia (KASBI) yang dipimpin Nining Elitos, dan Federasi Serikat Pekerja Kimia, Energi, Pertambangan, Minyak, Gas Bumi dan Umum Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSPKEP-SPSI) di bawah kepemimpinan R Abdullah.
Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Indonesia Indra Munaswar mengatakan, satu per satu serikat buruh memilih mundur. Pelibatan buruh di tim kecil itu dianggap hanya sebagai stempel legitimasi pemerintah seolah-seolah penyusunan draf RUU Cipta Kerja sudah mengajak buruh terlibat.
Padahal, ia menilai, peran buruh untuk terlibat dalam pembahasan draf tetap tidak signifikan, berhubung draf sudah diserahkan ke DPR dan pembahasan segera bergulir di parlemen.
”Kami jelas menolak, tidak ada gunanya, lebih baik kami mencari saluran lain lewat fraksi-fraksi di DPR atau komisi. Mungkin DPR bisa lebih terbuka dan lebih memahami aspirasi publik, meski kami tetap harus ulet memperjuangkan,” katanya.
Sejauh ini, kata Indra, ada tiga fraksi di DPR yang sudah mengajak organisasinya bergabung untuk menyusun daftar inventarisasi masalah (DIM). DIM adalah tanggapan fraksi-fraksi di DPR terhadap draf RUU yang sudah disusun pemerintah. Proses pembahasan RUU di parlemen akan bergulir dengan berpatok pada isi draf RUU pemerintah yang disandingkan dengan DIM yang disusun DPR.
”Jauh sebelum ada konsep resmi dari pemerintah, kami sudah berkomunikasi dengan beberapa orang fraksi. Mereka meminta membuat tim bersama mereka. Mudah-mudahan pada saatnya nanti ada buah yang bisa dipetik,” ujarnya.
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Kementerian Ketenagakerjaan Haiyani Rumondang mengatakan, selama ini, dalam proses penyusunan draf RUU Cipta Kerja oleh pemerintah, prosesnya cenderung dianggap tertutup karena pemerintah pun belum satu suara terkait substansi draf.
Oleh karena itu, sekarang, tim kecil dibentuk untuk menampung masukan buruh meskipun draf sudah diserahkan ke DPR. Ia mengatakan, masih mungkin substansi draf berubah sesuai masukan dari perwakilan kelompok pengusaha dan buruh. ”Tim ini bukan hanya sekadar kumpul-kumpul tanpa manfaat. Kumpul-kumpul ini harus dilakukan dengan hasil yang jelas, kan ada SK dan tugasnya,” kata Haiyani.
Pembentukan tim kecil mengacu pada Surat Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 121/2020 tentang Pembentukan Tim Koordinasi Pembahasan dan Konsultasi Publik Substansi Ketenagakerjaan RUU Cipta Kerja. Dalam salinan surat yang diterima Kompas, tim itu tertulis dibentuk pada 7 Februari 2020.
Namun, pemberitahuan pada serikat buruh baru dilakukan pada 11 Februari 2020, beberapa jam sebelum rapat perdana diadakan. Sehari sesudah tim dibentuk dan rapat perdana dimulai, draf RUU Cipta Kerja sudah diserahkan pemerintah ke DPR. Dengan demikian, perwakilan buruh tidak sempat memberi masukan terhadap draf RUU Cipta Kerja yang saat ini sudah beredar luas.