Dampak wabah virus korona baru (Covid-19) terhadap Indonesia makin luas. Sejumlah proyek tertunda, sementara ekspor beberapa komoditas terganggu, terutama tujuan China.
JAKARTA, KOMPAS — Wabah virus korona baru atau Covid-19 berdampak makin luas ke sejumlah sektor di Indonesia. Rencana PT Pertamina (Persero) menerapkan sistem digital dalam penjualan bahan bakar minyak bersubsidi di seluruh stasiun pengisian bahan bakar untuk umum di Indonesia, misalnya, molor karena impor perangkat teknologi dari China tertunda.
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati di hadapan anggota Komisi VI DPR di Jakarta, Selasa (25/2/2020) sore, menyatakan, karena wabah Covid-19, pihaknya menunda impor teknologi tersebut. Pertamina tengah mempertimbangkan impor teknologi serupa dari negara lain.
”Teknologi digital pada SPBU sudah terpasang pada sekitar 3.500 SPBU dari total 5.518 SPBU di Indonesia. Kami menargetkan seluruhnya terpasang selambatnya pada Juni 2020,” kata Nicke.
Wabah Covid-19 juga berdampak ke ekspor batubara. Menurut Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia, akibat wabah itu, pemeriksaan awak kapal pengangkut menjadi lebih ketat. China merupakan salah satu negara tujuan utama untuk ekspor batubara asal Indonesia.
Selain batubara, ekspor produk perikanan ke China juga terhambat. Direktur Pemasaran Kementerian Kelautan dan Perikanan Machmud Sutedja menyatakan, dampak Covid-19 terutama terhadap pemasaran produk hidup ke China, seperti lobster. Pihaknya mendorong eksportir mencari pasar alternatif.
Menurut Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Pengolahan dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia Budhi Wibowo, selain lobster, Indonesia juga mengekspor beberapa produk perikanan ke China, seperti kuniran, swangi, tonang, gulama, dan kakap merah.
Kementerian Ketenagakerjaan memperpanjang larangan penggunaan tenaga kerja asing asal China.
Namun, pengalihan ke luar China tak mudah. Sebab, China merupakan pasar utama beberapa produk, seperti layur dan kuniran. ”Untuk sementara, ekspor ke China turun. Dampak lanjutannya bisa ke nelayan dan pembudidaya,” katanya.
Perpanjang larangan
Demi mengantisipasi penyebaran Covid-19, Kementerian Ketenagakerjaan memutuskan untuk memperpanjang larangan penggunaan tenaga kerja asing asal China. Larangan itu dinilai perlu meski dalam jangka panjang akan menghambat proyek-proyek investasi dari China.
Larangan itu tercantum dalam Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan pada 21 Februari 2020. Awalnya, larangan itu berlaku sampai 29 Februari 2020. Namun, melihat kondisi wabah Covid-19 yang belum menunjukkan tanda-tanda reda, pemerintah akan mengevaluasi tenggat pemberlakuan surat itu.
”(Akan diperpanjang) Sampai situasi benar-benar aman, berdasarkan evaluasi dan arahan Kementerian Kesehatan. Sementara ini, untuk tenaga kerja dari negara lain masih aman, tidak dilarang,” kata Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja Kementerian Ketenagakerjaan Aris Wahyudi saat dihubungi di Jakarta, Rabu (26/2/2020).
Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan pada 13 Februari 2020, ada total 39.838 tenaga kerja asal China yang bekerja di Indonesia. Mereka umumnya tersebar di sektor jasa dan industri, dan sisanya di sektor pertanian dan maritim. Sebagian besar dari mereka bekerja pada proyek-proyek investasi asal China yang masih dalam tahap konstruksi awal dan rintisan.
Salah satu daerah yang paling banyak mempekerjakan pekerja asal China adalah Sulawesi Tengah dengan total 3.469 orang. Salah satunya adalah PT Vale Indonesia yang sedang membangun pabrik smelter di Morowali dengan nilai investasi mencapai Rp 5 miliar dollar AS. Di sana ada ribuan TKA asal China yang dipekerjakan. Dampak dari virus korona, proses konstruksi dan produksi berpotensi terhambat.
Selain pembangunan pabrik di Morowali, juga proyek kereta cepat Jakarta-Bandung yang ditargetkan beroperasi pada Desember 2021. Proyek kereta cepat juga terdampak. Pasalnya, proyek tersebut menggunakan tenaga kerja inti dan bahan baku dari China.
Menurut Aris, kondisi investasi tetap menjadi pertimbangan agar proyek-proyek itu tidak terganggu. Namun, langkah larangan ini untuk sementara diperlukan demi menjaga keselamatan dan kesehatan warga.
”Lagi pula, secara umum, perusahaan pengguna tenaga kerja asing bisa memahami situasi sulit ini. Mereka juga tidak mau ambil risiko, misalnya membahayakan keselamatan diri sendiri dan orang banyak demi kelancaran proyek,” katanya.