Indonesia Mitigasi Dampak Covid-19 ke Perekonomian
Ketidakpastian ekonomi akibat wabah virus korona baru membuat pasar keuangan global goyah. Pemerintah, OJK, dan Bank Indonesia menempuh sejumlah langkah untuk meredam dampaknya ke perekonomian nasional.
Oleh
Agnes Theodora / Dimas Waraditya
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Investor berbondong meninggalkan pasar saham akibat wabah virus korona baru atau Covid-19. Tak hanya di Indonesia, tren serupa terjadi secara global. Pemerintah, Bank Indonesia, dan Otoritas Jasa Keuangan menempuh sejumlah langka untuk memitigasi dampak epidemi Covid-19 terhadap perekonomian nasional.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo di kompleks BI, Jakarta, Jumat (28/2/2020), mengatakan, ketidakpastian ekonomi akibat Covid-19 ikut membuat pasar keuangan global meradang. Investor asing cenderung ”main aman” dan ramai-ramai menarik modalnya dari pasar investasi portofolio, termasuk di Indonesia.
BI mencatat, per 27 Februari 2020, total aliran modal asing yang keluar dari Indonesia secara neto (nett outflow) sepanjang Februari mencapai Rp 30,8 triliun. Jumlah itu terdiri dari aliran keluar dari Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 26,2 triliun dan dari pasar saham sebesar Rp 4,1 triliun.
Dampaknya, nilai tukar rupiah dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tertekan. IHSG turun 7,3 persen sepekan terakhir. Pada penutupan perdagangan Jumat (28/2), IHSG turun 1,5 persen dibandingkan dengan perdagangan hari sebelumnya ke level 5.452,7. Hal ini sekaligus jadi level terendah IHSG sejak Maret 2017.
Sementara itu, mengacu pada kurs tengah BI per Jumat, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS melemah ke angka Rp 14.234 per dollar AS. Sejak Januari sampai 27 Februari 2020, BI mencatat, rupiah melemah 1,08 persen. Namun, pelemahan rupiah masih lebih rendah dibandingkan dengan mata uang lain, seperti won Korea yang melemah 5,07 persen pada periode yang sama, sementara dollar Singapura 3,76 persen dan bath Thailand 6,42 persen.
BI akan menempuh sejumlah langkah untuk stabilisasi mata uang, yakni mengintervensi pasar spot dengan menjual valuta asing, menerapkan kebijakan domestic non-deliverable forward sebagai instrumen lindung nilai dalam transaksi berjangka, serta bersama bank-bank dalam negeri membeli SBN yang dilepas investor asing untuk menambah likuiditas pasar keuangan.
Wabah Covid-19 diperkirakan berdampak ke perekonomian nasional. Terkait dengan situasi itu, BI merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi RI tahun 2020, yakni dari 5,1-5,5 persen menjadi 5-5,4 persen. Sementara Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2E LIPI) merevisi proyeksinya atas pertumbuhan ekonomi RI dari 5,04 persen menjadi 4,74-4,84 persen.
Mitigasi
Selain BI, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan pemerintah juga menempuh sejumlah langkah mitigasi. OJK menyiapkan stimulus berupa relaksasi pengaturan penilaian kualitas aset kredit dengan plafon hingga Rp 10 miliar, yakni hanya berdasarkan ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga untuk debitor di sektor yang terdampak epidemi Covid-19. Nasabah dimungkinkan mendapat kelonggaran pengaturan restrukturisasi kredit.
Adapun pemerintah menerbitkan Paket Kebijakan Fiskal senilai Rp 10,3 triliun untuk meredam dampak epidemi. Pemerintah menyiapkan tambahan manfaat Kartu Sembako dari Rp 150.000 jadi Rp 200.000, diskon liburan, serta insentif bagi maskapai dan agen perjalanan yang bisa mendatangkan wisman dan turis lokal.
Ada pula insentif bebas pajak hotel dan restoran serta kompensasinya ke pemerintah daerah di 10 daerah tujuan pariwisata serta tambahan subsidi bunga dan uang muka rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah.
Pemerintah kota/kabupaten di 10 destinasi wisata diminta tak memungut pajak hotel dan pajak restoran selama enam bulan.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pemerintah kota/kabupaten di 10 destinasi wisata diminta tak memungut pajak hotel dan pajak restoran selama enam bulan. Potensi kehilangan pendapatan asli daerah akan dikompensasi pemerintah pusat melalui mekanisme hibah ke daerah. Sepuluh destinasi itu adalah Danau Toba, DI Yogyakarta, Malang, Manado, Bali, Mandalika, Labuan Bajo, Bangka Belitung, Batam, dan Bintan.
Menurut Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi, wabah Covid-19 mulai berdampak ke perekonomian Sumut. Kunjungan wisata di kawasan Danau Toba mulai terpengaruh. Oleh karena itu, insentif diharapkan dapat mendongkrak kunjungan wisatawan Nusantara.
Aktivitas ekspor dan impor juga terdampak. ”Kita (Sumut) banyak impor dan ekspor ke China. Adanya korona ini sangat berdampak ke perekonomian Sumut,” kata Edy.
Menurut Investment Director Schroders Indonesia Irwanti, pemerintah di sejumlah negara, termasuk Indonesia, telah mengeluarkan stimulus dan kebijakan untuk mendorong perekonomian. Namun, upaya itu dinilai belum cukup sebab persepsi investor terhadap bursa saham Indonesia masih terganggu berbagai polemik di pasar modal.
Sepanjang 2019, misalnya, OJK menyuspensi 37 manajer investasi. Langkah ini buntut sejumlah kasus gagal investasi yang menimpa industri keuangan nonbank. Demi mengembalikan kepercayaan pasar, pemegang otoritas dan pelaku industri keuangan dinilai perlu memastikan semua pelaku pasar melaksanakan operasional bisnis sesuai dengan peraturan dan mengedepankan prinsip kehati-hatian.
Protokol krisis
Menurut Direktur Pengembangan Bursa Efek Indonesia (BEI) Hasan Fawzi, koreksi IHSG secara signifikan sepekan terakhir terjadi karena kekhawatiran investor akan meluasnya penyebaran virus korona di luar China berdampak ke perekonomian global. Namun, koreksi itu belum menuntut otoritas bursa menjalankan protokol krisis.
”Jika dalam satu hari perdagangan IHSG turun lebih dari 1 persen, BEI akan melakukan evaluasi internal. Protokol krisis baru diaktifkan apabila dalam satu hari perdagangan IHSG merosot hingga 7,5 persen,” ujarnya.
Dalam kemungkinan terburuk, apabila pada satu hari perdagangan IHSG anjlok hingga 10 persen, BEI akan menghentikan perdagangan sementara untuk meredakan gejolak pasar dan menyampaikan informasi kepada publik mengenai situasi yang dihadapi pasar modal. Protokol ini pernah ditempuh ketika bursa menghadapi krisis keuangan tahun 2008.
Secara terpisah, Juru Bicara OJK Sekar Putih Djarot mengatakan, OJK terus memantau dinamika pasar domestik dan global. Koordinasi dengan BEI dilakukan untuk mengambil langkah sesuai sengan kewenangan kedua otoritas. ”Otoritas bersama pemerintah dan Bank Indonesia akan sinergikan kebijakan untuk menjaga kepercayaan investor,” ujarnya. (CAS/NSA/DIT)