Dirut BRI Sunarso: Bantu UMKM Gerakkan Roda Ekonomi Lebih Kencang
Cara terbaik menyejahterakan rakyat adalah dengan memberi pekerjaan. Meningkatkan produktivitas usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), artinya sama dengan meningkatkan penyerapan tenaga kerja.
Masa depan ekonomi Indonesia ada di ”punggung” segmen usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM. Keyakinan ini selalu menjadi dasar Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Sunarso dalam mengambil keputusan dan menentukan kebijakan perusahaan.
Optimisme itu bukan berasal dari ruang hampa. Hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) hingga 2016 menunjukkan kontribusi segmen UMKM terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia mencapai 60,34 persen. Dalam periode waktu yang sama, UMKM pun menyerap 89,2 persen dari total semua tenaga kerja di Tanah Air.
Melihat data di atas, BRI sebagai perbankan dengan segmentasi utama kredit mikro merasa punya tanggung jawab moral untuk mentransmisi pertumbuhan kinerja UMKM lokal menjadi bahan bakar perputaran roda ekonomi Tanah Air.
Dalam laporan keuangan BRI 2019, penyaluran kredit segmen mikro tumbuh 12,19 persen dibandingkan dengan tahun sebelumya menjadi Rp 307,72 triliun. Perseroan juga mencatatkan pertumbuhan kredit segmen kecil dan menengah sebesar 11,18 persen mencapai Rp 717,86 triliun.
Dalam kunjungannya ke Menara Kompas, Jakarta, Senin (9/3/2020), Sunarso didampingi Direktur Keuangan BRI Haru Koesmahargyo dan Direktur Bisnis Mikro BRI Supari membeberkan rencana perusahaan agar kontribusi BRI terhadap pertumbuhan segmen UMKM di Tanah Air semakin efektif. Berikut hasil petikan wawancara kami:
Karier bankir Anda dirintis di bank korporasi, yakni Bank Mandiri. Kemudian Anda dipindahkan ke BRI, Pegadaian, dan kembali lagi ke BRI. Apa nilai plus dari hal ini?
Pengalaman profesional memang membentuk saya sebagai bankir korporasi. Tetapi, pengalaman hidup saya justru membentuk saya sebagai bankir mikro. Hal yang tidak banyak orang tahu adalah sebelum memulai karier di perbankan, saya kerja di unit operasi sektor perkebunan. Saya merasa ternyata suatu area yang luas belum tentu memberikan keluasan cara pandang.
Perpindahan demi perpindahan terjadi dalam karier saya. Ibarat mendaki, saat sudah sampai di puncak, saya akan berhenti sejenak untuk memaknai proses yang saya tempuh. Selanjutnya saya harus menciptakan puncak berikut untuk saya daki dan kembali merenungi maknanya agar yang saya lalui bisa memberi sebuah nilai.
Selama di Mandiri, saya punya kesempatan mempelajari korporasi sehingga saya bisa memetakan konglomerasi di Indonesia. Sebenarnya konglomerasi hanya dibentuk oleh dua konsesi, pertama ekstraksi alam, lalu kedua eksploitasi pasar besar.
Akan tetapi, untuk segmen usaha mikro, kan, tidak mungkin mendapat bagian konsesi. Negara pun turun tangan memberikan kredit murah yang disebut KUR (kredit usaha rakyat). Sama juga akhirnya yang ditanya kebijakannya apa untuk mendistribusikan sumber-sumber ekonomi ini. Untuk mencapai tujuan kesejahteraan bersama, UMKM jadi jawabannya, tetapi bukan membiarkan orang tetap di mikro. Kita perlu menaikkan level ekonomi pelaku UMKM.
Peran seperti apa yang hendak diambil BRI untuk mengangkat segmen UMKM?
Tetap fokus di segmen UMKM bukan berarti tidak ada tantangan. Kita harus menangani nasabah sebanyak mungkin. Karena ukuran kreditnya kecil, kita harus menyediakan banyak orang dan banyak gerai. Implikasi dari hal ini adalah tingginya biaya operasional dan tingginya biaya kredit.
Beruntung saat ini ada teknologi digital. Orang bilang industri konvensional habis-habisan dihajar oleh digital, tetapi bagi BRI, kami beruntung karena bisa menurunkan biaya operasional dan biaya kredit sekaligus dengan digitalisasi. Maka, fokus BRI adalah transformasi digital dan transformasi budaya perusahaan.
BRI akan transformasi ke arah digital dan perubahan kultur. Terus apa yang ingin disasar?
BRI ke depan harus makin bisa melayani rakyat sebanyak mungkin dengan biaya serendah mungkin. Makin banyak, makin cepat, makin murah. Itu yang ingin kami kejar melalui transformasi digital dan perubahan budaya perusahaan.
Digital diarahkan ke bisnis proses untuk efisiensi supaya lebih cepat, mudah, dan produktif. Digitalisasi juga diarahkan untuk menciptakan bisnis baru, tak sekadar efisiensi. Pengalaman pelanggan yang hendak kita berikan.
Bagaimana Anda memandang persaingan dengan perusahaan teknologi finansial (tekfin)?
Saat ini BRI adalah rajanya UMKM. Tetapi, kami tidak boleh merasa puas dan nyaman di sini karena nanti secara tak terduga muncul pesaing-pesaing. Tekfin, contohnya, sekarang mungkin masih kecil, tetapi kalau ternyata ada 1 juta tekfin dengan portofolio yang masing-masing Rp 1 miliar saja sudah jadi Rp 1.000 triliun.
Menurut saya, kompetitor tetap saja menghadapi persoalan. Mereka cepat, mereka mudah, tetapi amankah? Belum tentu. Bank itu memang aman, tetapi lambat. Kenapa bank lambat karena bank sadar betul mengelola dana orang banyak, tetapi pengelolaan risiko juga kuat sehingga aman bagi bisnis.
Jika suatu saat tekfin dikelola seperti bank dan bank dikolaborasikan dengan tekfin, akan ketemu cepat, mudah, murah, dan aman. Kita menuju ke sana.
Apa lagi yang ingin disasar BRI untuk berkontribusi terhadap negara?
Selain menciptakan nilai ekonomis yang baru, BRI juga punya tanggung jawab menciptakan nilai sosial yang bisa memberi dampak positif ke depan untuk membantu mengurangi defisit transaksi berjalan (CAD).
BRI akan tetap konsisten di segmennya sekaligus membantu mengatasi CAD. Kalau bank korporasi terbiasa bekerja dengan eksportir besar, yang mungkin berbasis ekstraksi alam, BRI akan menggerakan UMKM untuk ekspor.
Kenapa terhadap UMKM ekspor? Pertama, UMKM ekspor akan membantu meningkatkan ekspor Indonesia dan akhirnya semoga bisa menurunkan CAD. Kedua, selama ini struktur ekspor didominasi perusahaan besar dan yang diekspor mayoritas hasil ekstrasi alam yang butuh kapital besar.
Dengan menggenjot ekspor UMKM, ekspor Indonesia tak hanya mengandalkan hasil ekstraksi alam, tetapi hasil kreativitas manusia dengan sasaran utama adalah produk bernilai tambah, seperti produk lokal dari kain, kayu, atau batu. Sentuhan kreativitas manusia yang harus jadi duit.
Ketiga, struktur industri kita, 99 persennya adalah UMKM. Korporasi tak lebih dari 1 persen. Namun, kontribusi UMKM terhadap produk domestik bruto hanya 68 persen dan menyerap 92 persen tenaga kerja. Jika demikian, sebenarnya andalan kita menggenjot lapangan pekerjaan adalah sektor UMKM.
Tugas negara yang paling penting adalah mensejahterakan rakyat. Cara terbaik menyejahterakan rakyat adalah dengan memberi pekerjaan. Kalau ternyata 92 persen pekerjaan disediakan UMKM, ya, mari kita fokus di UMKM. Meningkatkan produktivitas UMKM, artinya sama dengan meningkatkan penyerapan tenaga kerja.
Impian Anda untuk BRI dalam beberapa tahun ke depan?
Dengan adanya transformasi digital, kita mesti mulai serius menggarap rantai pasok (supply chain). Dengan digitalisasi, hadir blockchain, impian saya memang membuat BRI bisa menjadi lembaga yang pertama mengimplementasikan blockchain di UMKM.
Dengan blockchain, perdagangan internasional tidak membutuhkan lagi L/C (letter of credit) lagi karena ketika pembeli dan penjual bersepakat untuk bertransaksi barang. Pembeli bilang mau beli mesin, maka penjual di luar sepakat bisa menyediakan, spesifikasi disepakati.