Mereka yang 24 Jam Berada di Garda Depan Memerangi Wabah Covid-19
Para tenaga kesehatan terus berupaya maksimal dalam menangani wabah virus korona tipe baru. Kebahagiaan bagi mereka hanya satu, melihat para pasien sembuh.
Suara Pasien 1 seperti agak tertahan. Namun saat diberi kesempatan berbicara seusai dinyatakan sembuh dari corona virus disease atau Covid-19, Pasien 1 langsung berterima kasih kepada dokter, suster, petugas laboratorium, dan petugas kebersihan Rumah Sakit Khusus Inspeksi Sulianti Saroso, Jakarta.
”Saya mau menyampaikan, bersyukur sekali diisolasi di RSPI Sulianti Saroso, karena baik dokter, suster, pekerja lab, maupun cleaning service sangat membantu kami. Mereka 24 jam mendampingi kami. Kami ingin pemerintah memberikan penghargaan, apresiasi, dan insentif untuk mereka yang 24 jam di garda depan dan mereka masih akan kerja terus, saya enggak tahu, mungkin untuk enam bulan atau apa, dan mereka punya keluarga. Saya mohon perhatian untuk mereka karena mereka kerjanya luar biasa,” ujar Pasien 1, Senin (16/3/2020).
Para tenaga kesehatan kini menjadi garda terdepan dalam menangani pasien yang terduga ataupun sudah terinfeksi Covid-19. Tak ada keinginan lain, tenaga kesehatan hanya berharap pasien bisa sembuh.
Dokter Spesialis Paru Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Persahabatan, Jakarta Timur, Erlina Burhan, menyampaikan, para tenaga kesehatan, termasuk dirinya, berupaya semaksimal mungkin menyembuhkan mereka yang terinfeksi. Menjaga kesehatan diri sendiri dan bekerja secara bergantian terus dilakukan agar tetap maksimal melayani para pasien.
Selain itu, kata Erlina, saat dihubungi Kompas, Senin (16/3/2020), para tenaga kesehatan dibekali dengan vitamin agar kondisi tubuh tetap fit. Masker pun selalu digunakan untuk meminimalisasi penyebaran virus.
Terbawa emosi, sedih, kecewa, dan bingung diakui Erlina kerap ia rasakan selama lebih dari satu bulan mengurus para pasien Covid-19. Ia berharap keluarga pasien bisa mengerti bahwa tidak ada niatan sedikit pun menelantarkan pasien.
”Saya kadang nangis melihat dokter dan perawat yang menangani para pasien, kita semua capek. Tapi ketika ada pasien sembuh, itu suatu kebahagiaan, itu hadiah buat kami para tenaga kesehatan,” ujar Erlina.
Kesibukan Erlina sebagai dokter yang juga merupakan juru bicara RSUP Persahabatan terkait penanganan Covid-19 tentu menyita waktunya bersama keluarga. Beruntungnya, baik suami maupun anak dapat memahami kondisi ini.
Baca juga: Jangan Stigma Kami, tetapi Doakan Kerja Kami
”Sekarang memang agak istimewa karena kami jadi menunda hal-hal lain, termasuk urusan keluarga. Anak saya kemarin baru berulang tahun ke-15, tapi karena kondisinya tidak memungkinkan untuk pergi ke mana-mana, ya sudah di rumah saja,” ucapnya.
Kesehatan merupakan hal penting bagi Erlina dan keluarga. Ia pun mengimbau masyarakat agar waspada, bukan panik, dalam merespons wabah Covid-19.
”Jangan berpergian kalau tidak penting karena penularan ini kan dari interaksi secara dekat. Jangan menakut-nakuti orang, berpikirlah positif. Kewaspadaan, kekhawatiran, dan kecemasan itu mari kita manifestasikan dengan berbuat kebaikan,” kata Erlina.
Erick Ery, dokter jaga instalasi gawat darurat RSU di Denpasar, Bali, merasakan betul kekhawatiran soal kemungkinan dirinya ikut terinfeksi Covid-19. Menurut dia, saat ini ratusan orang, baik WNI maupun WNA, berdatangan ke tempatnya bekerja, memeriksakan kondisi kesehatannya.
Bekerja berlebih
Ramainya orang memeriksakan diri membuat waktu kerjanya yang hanya enam jam satu shift menjadi sering berlebih. Ia sering harus merekap berkas pemeriksaan orang dalam pengawasan (ODP) ataupun pasien dalam pengawasan (PDP), bahkan melayani pertanyaan warga lewat telepon.
”Ada saja berkas yang harus diisi sehingga aku yang jam 2 siang harus oper shift, baru selesai sampai jam 3 atau 4 karena harus menulis rekap pasien beberapa rangkap. Sekarang pun layanan call center ke kami, jadi banyak yang tanya alur pemeriksaan, biaya, dan segala macam,” ujarnya.
Di sela kesibukan mengurus pasien, Erick pun berusaha menjaga dirinya agar tetap sehat dan bersih sebagaimana prosedur yang disarankan. Tak lupa, ia juga mengabarkan kondisinya kepada keluarganya di Medan, Sumatera Utara.
”Boleh khawatir, tetapi jangan membuat chaos. Kami baiknya tetap harus jaga stamina. Jadi, paling penting kami pahami cara pencegahannya, bukan jadi takut,” katanya.
Dokter jaga unit gawat darurat di Rumah Sakit Umum Daerah Karangasem, Bali, Rizki Usaputro, kini juga tetap mengerahkan tenaga dan keahliannya untuk memastikan pasien atau keluarga tetap sehat.
Di tengah mewabahnya penyakit Covid-19, ia tetap bekerja seperti biasa. Sejauh ini, ia sudah menangani beberapa orang dalam pengawasan (ODP) akibat penyakit Covid-19, termasuk di klinik tempatnya berpraktik sebagai dokter umum.
Menurut dia, sejak banyaknya warga negara Indonesia (WNI) yang terkonfirmasi terinfeksi Covid-19, semakin banyak orang dengan gejala sama memeriksakan diri ke dokter. Hari ini, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali juga diketahui telah menetapkan status siaga dalam penanganan Covid-19.
Berdasarkan data per Jumat (13/3/2020), 15 pasien dalam pengawasan (PDP) dirawat di Bali. Sejauh ini, Bali telah merawat 62 PDP. Sebanyak 46 dinyatakan negatif Covid-19. Sebanyak 13 PDP, masih menunggu hasil dari laboratorium. Dan dua orang baru diambil sampel. Adapun korban meninggal yang terkonfirmasi baru satu orang dengan status warga negara asing (WNA).
”Takut, sih, iya. Secara pribadi, kalau terkena Covid-19 itu sudah risiko profesi. Yang penting kami jaga kesehatan supaya kalau kena (terinfeksi) enggak berat. Yang ditakutkan justru kalau saya menularkan kepada orang-orang di sekitarku yang berisiko tinggi, ada orangtua yang udah usia lanjut atau ponakanku yang masih anak-anak,” ujarnya.
Baca juga: Mereka Menjaga Pasien di Kamar Isolasi
Agar tidak terinfeksi, ia menjaga tangan agar selalu dicuci bersih. Ketika pulang ke rumah, ia akan lekas mandi dan meletakkan pakaian yang ia pakai bekerja di tempat terpisah. Untuk keluarganya, ia juga menyediakan sabun cuci tangan dan memberi edukasi agar tidak ada kepanikan.
Orangtua Rizki pun mendukungnya untuk menjaga kesehatan. ”Setiap pagi ibu meminta saya minum air jahe. Kebiasaan ini sudah dilakukan lebih kurang seminggu setelah Pemerintah Indonesia mengumumkan kasus positif. Selain itu, saya juga mengasup lebih banyak suplemen antioksidan setiap hari,” katanya.
Adapun tenaga kesehatan di rumah sakit ibu dan anak swasta di bilangan Jatinegara, Jakarta Timur, seperti Winda, kini juga dilanda kekhawatiran. Pasalnya, arahan pemerintah agar masyarakat menghindari keramaian tidak berlaku untuk mereka. Sementara itu, rumah sakit tempatnya bekerja semakin ramai didatangi warga yang keluhkan sakit.
”Sekarang rumah sakit ramai banget. Masyarakat berbondong-bondong berobat, walaupun cuma demam ringan atau batuk pilek biasa. Masyarakat jadi lebih paniklah intinya,” ujar perempuan 28 tahun yang berprofesi sebagai bidan.
Takut, sih, iya. Secara pribadi, kalau terkena Covid-19 itu sudah risiko profesi. Yang penting kami jaga kesehatan supaya kalau kena (terinfeksi) enggak berat. Yang ditakutkan justru kalau saya menularkan kepada orang-orang di sekitarku yang berisiko tinggi.
Meningkatnya jumlah kunjungan warga dan pasien yang ingin memeriksakan diri, menurutnya, tidak diimbangi dengan jumlah tenaga kerja. Keadaan itu pun ditakutkan bisa berdampak pada penurunan imunitas hingga meningkatkan risiko sakit.
Baca juga: Bersiap Memasuki Fase Kritis Korona
Apalagi, tempatnya bekerja tidak memberi arahan untuk mengurangi waktu kerja atau perubahan shift. Walaupun kebijakan, seperti mewajibkan semua bidan dan dokter memakai masker dan menutup pintu akses untuk meminimalisasi pergerakan orang, diberlakukan rumah sakit.
”Aku jadi takut balik ke rumah, takut jadi pembawa penyakit buat keluarga karena pekerjaanku. Kalau untuk diri sendiri, sih, aku tawakal aja sama Allah, toh sudah konsekuensi dari profesiku,” imbuh warga Depok, Jawa Barat, tersebut.
Sejauh ini, Winda masih didukung keluarganya yang mau ikut menjaga kesehatan. Ia pun aktif memberikan pendidikan kesehatan pada keluarga di rumah, termasuk tetangganya di sekitar indekos tempatnya tinggal untuk sementara.
”Penduduk di sekitar sini (rumah sakit dan indekos) masih suka buang ludah atau reak sembarangan. Anak-anak enggak pakai sandal. Kesadaran untuk perilaku hidup bersih dan sehat-nya jauh dari standar. Ketika ketemu mereka, aku suka kasih tahu baik-baik tentang pendidikan kesehatan sambil bercanda,” imbuhnya.
Apresiasi
Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia, Tedros Adhanom Ghebreyesus mengapresiasi kerja para tenaga kesehatan di seluruh dunia. Melalui akun Twitter, Tedros menyampaikan rasa terima kasih kepada setiap tenaga kesehatan yang telah ”berperang” melawan Covid-19.
Menurut Tedros, para tenaga kesehatan telah melaksanakan tugas heroik. Ia pun memahami krisis ini telah membuat adanya jarak dengan keluarga dan melebihi batas kemampuan mereka.
”Kalian (tenaga kesehatan ) berhak atas kekaguman kami, hormat kami, serta komitmen kami untuk melakukan segala yang bisa kita lakukan, untuk memastikan para tenaga kesehatan tetap aman dan dapat menjalankan tugasnya,” ujar Tedros.
Baca juga: Indonesia Memasuki Fase Kritis Pandemi Covid-19
Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Daeng M Faqih mengatakan, keberadaan tenaga medis saat ini menjadi genting di tengah penularan yang masif. Posisi tenaga medis, baik yang berada di rumah sakit maupun yang melakukan contact tracing dengan kerabat pasien, adalah kondisi paling rentan dalam rantai penularan.
Kalian (tenaga kesehatan ) berhak atas kekaguman kami, hormat kami, serta komitmen kami untuk melakukan segala yang bisa kita lakukan, untuk memastikan para tenaga kesehatan tetap aman dan dapat menjalankan tugasnya.
Kondisi kesehatan tenaga medis pun semakin mengkhawatirkan setelah santer kabar dua petugas medis positif terjangkit Covid-19 di Rumah Sakit Penyakit Infeksi Sulianti Saroso, Jakarta, Jumat (13/3/2020). Menurut Daeng, kondisi penularan ini membuat jumlah tenaga medis kian terbatas.
”IDI saat ini tengah menyoroti jumlah tenaga medis yang kian berkurang. Kenyataannya, para petugas sedang kekurangan stok alat pelindung diri (APD). Selama rapat tadi sore, kami coba usulkan ke Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. Kami minta agar persediaan APD, serta pelibatan tenaga medis dari berbagai lembaga rumah sakit bisa ditambah,” katanya.
Sekretaris Satuan Tugas Covid-19 dari PB IDI, Dyah Agustina Waluyo, menyampaikan, petugas medis saat ini pun tengah kewalahan karena seabrek penambahan pasien di sejumlah rumah sakit. Dari informasi yang dia himpun, sebagian rumah sakit belum menyiapkan skenario penambahan ruang isolasi apabila kasus melonjak.
Dyah menekankan, selagi tenaga medis ditambah, persediaan APD harus benar-benar siap. Hal tersebut untuk mengantisipasi apabila lonjakan kasus meningkat dua kali lipat setiap minggu.
”Kami enggak berharap kejadian di Indonesia jadi seperti di Italia. Tiba-tiba kasusnya melonjak jadi 6.000, kemudian 9.000. Berapapun kalau kasusnya melonjak cepat, kami tidak akan sanggup. Harus segera diantisipasi,” kata Dyah.
Daeng menilai kondisi penularan saat ini belum mencapai puncak. ”Maka itu, harus kita tahan betul-betul. Dari tenaga medis, kami terus siagakan. Tapi di satu sisi, praktik pembatasan sosial yang berjalan saat ini pun harus digalakkan,” katanya.
Data dari worldmeters.info per hari ini sampai pukul 04.00, wabah Covid-19 yang dimulai pada akhir 2019 di Wuhan, China, kini sudah menyebar di 157 negara dan teritori dengan jumlah kasus mencapai 169.610 kasus. Sebanyak 6.518 pasien meninggal, sementara pasien sembuh ada 77.776 orang.
Keadaan di Indonesia, sudah terdapat 117 kasus Covid-19. Dari jumlah tersebut, 5 orang dinyatakan meninggal dan 8 orang berhasil sembuh.
Seperti Pasien 1 yang telah dinyatakan sembuh, seluruh rakyat Indonesia patut berterima kasih untuk perjuangan para tenaga kesehatan yang langsung berhadapan dengan wabah Covid-19. Namun, rasanya balasan dari kita tak cukup ucapan terima kasih dan doa. Memerangi wabah Covid-19 bisa dimulai dari diri sendiri. Jaga kesehatan dan kebersihan diri, karena itu berarti juga menjaga orang-orang yang kita cintai.