Dana Penanganan Covid-19 di Indonesia Relatif Kecil
Dibandingkan dengan sejumlah negara, stimulus fiskal dan dana penanganan Covid-19 yang dialokasikan Indonesia melalui APBN masih relatif kecil, yakni Rp 118,3 triliun-Rp 121,3 triliun, kurang dari 1 persen PDB.
JAKARTA, KOMPAS — Dunia meningkatkan respons kemampuan penanganan wabah Covid-19 melalui ekspansi fiskal yang luar biasa. Sejumlah negara mengalokasikan besaran anggaran kesehatan lebih dari 2 persen dari produk domestik bruto atau PDB untuk mencegah penyebaran virus korona baru.
Anggaran Indonesia untuk penanganan pandemik Covid-19 masih relatif kecil, yaitu kurang dari 1 persen PDB. Oleh karena itu, tidak cukup jika Indonesia hanya bergantung pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, Indonesia tengah berupaya menangani wabah Covid-19, baik melalui instrumen kebijakan fiskal maupun moneter yang semua fokusnya untuk kesehatan. Sasaran kebijakan bukan hanya penduduk miskin, melainkan juga pekerja yang terancam pemutusan hubungan kerja dan perusahaan yang bangkrut.
”Semua negara sekarang melakukan tindakan-tindakan yang tidak konvensional dengan menggunakan seluruh instrumen dan sumber daya untuk menjaga keamanan penduduknya,” ujarnya dalam telekonferensi dengan awak media, Selasa (24/3/2020).
Sri Mulyani menuturkan, Australia mengalokasikan 10 persen PDB untuk penduduk yang terdampak langsung Covid-19, Inggris Raya sebesar 4 persen PDB untuk stimulus fiskal berupa bantuan tunai, pengurangan pajak, dan subsidi untuk penduduk yang mengalami pemutusan hubungan kerja atau pengurangan jam kerja.
Kanada mengalokasikan 3,6 persen PDB untuk mendukung pekerja dan dunia usaha, Perancis sebesar 2 persen PDB untuk memberikan jaminan ke perusahaan dan swasta. Amerika Serikat menambah 1 triliun dollar AS untuk paket stimulus raksasa dan dukungan fiskal, sementara Jerman menaikkan 40 persen belanja untuk stabilisasi kondisi domestik.
Jika dibandingkan dengan sejumlah negara, stimulus fiskal dan dana penanganan Covid-19 yang dialokasikan Pemerintah Indonesia melalui APBN masih relatif kecil, yakni berkisar Rp 118,3 triliun-Rp 121,3 triliun atau kurang dari 1 persen PDB. Adapun PDB Indonesia pada 2019 sebesar Rp 15.883,9 triliun.
Sri Mulyani mengatakan, anggaran yang ada untuk penanganan temporer selama 3-6 bulan. Dengan dana itu, pemerintah akan memastikan ketersediaan alat pelindung diri, memberikan insentif bagi tenaga medis berkisar Rp 5 juta-Rp 15 juta per bulan tergantung profesinya, dan mengganti biaya perawatan pasien Covid-19.
”Seluruh instrumen fiskal di pusat maupun daerah fokusnya adalah untuk kesehatan. Selanjutnya untuk peningkatan jaring pengaman sosial dan bantuan bagi dunia usaha,” kata Sri Mulyani.
Stimulus fiskal dan dana penanganan Covid-19 yang dialokasikan Pemerintah Indonesia melalui APBN masih relatif kecil, yakni berkisar Rp 118,3 triliun-Rp 121,3 triliun atau kurang dari 1 persen PDB.
Ia menambahkan, dana penanganan Covid-19 dari APBN saja tidak cukup. Indonesia tengah menggalang tambahan anggaran yang bersumber dari pinjaman bilateral dan multilateral, termasuk hibah.
”Defisit anggaran tahun 2020 akan diperlebar paling tidak menjadi 2,5 persen PDB, dari proyeksi 1,76 persen PDB,” ujarnya.
Defisit anggaran tahun 2020 akan diperlebar paling tidak menjadi 2,5 persen PDB, dari proyeksi 1,76 persen PDB.
Baca juga : Indonesia Ajukan Utang Luar Negeri Tangani Covid-19
Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva mengatakan, perekonomian global diproyeksikan tumbuh negatif pada 2020 akibat pandemi Covid-19. Kondisi resesi diperkirakan lebih dalam dari krisis finansial global pada 2007-2008. Ekonomi akan berangsur pulih pada 2021 jika negara-negara di dunia memperkuat sistem kesehatan.
”Biaya yang dikeluarkan untuk pandemi Covid-19 semakin tidak terukur, dan semua negara harus bekerja sama untuk melindungi manusia dan memperkecil kerusakan ekonomi,” ujar Georgieva seusai telekonferensi bersama menteri keuangan dan gubernur bank sentral negara-negara anggota G-20.
IMF menyoroti tantangan berganda yang dihadapi negara-negara berpenghasilan menengah dan bawah. Pandemi Covid-19 menggerakkan arus modal keluar dan mengganggu aktivitas domestik di negara-negara tersebut. Investor mengalihkan dana sekitar 83 miliar dollar AS dari pasar negara berkembang sejak merebaknya Covid-19.
Kebijakan bilateral dan multilateral diperlukan untuk penanganan Covid-19. IMF menyediakan pinjaman untuk negara-negara berpenghasilan menengah dan bawah hingga 1 triliun dollar AS. IMF juga mengusulkan tambahan 500 miliar dollar AS untuk dijadikan fasilitas jalur swap (pertukaran bunga atau dana menggunakan dua mata asing berdasarkan kontrak dalam kurun waktu tertentu)guna mengatasi likuiditas pasar valuta asing (forex) yang ketat.
APBN Perubahan
Sri Mulyani menambahkan, postur APBN 2020 akan mengalami perubahan signifikan. Hampir semua asumsi makro meleset dari proyeksi, seperti pertumbuhan ekonomi, nilai tukar rupiah, harga minyak dunia, dan suku bunga. Jika pandemi Covid-19 bisa segera teratasi, perekonomian RI masih bisa tumbuh pada kisaran 2,5-3 persen.
”Kami sedang menyusun postur APBN yang baru. Respons terhadap situasi saat ini akan dilakukan tetap sesuai koridor, termasuk relaksasi defisit bisa di atas 3 persen PDB,” kata Sri Mulyani.
Postur APBN 2020 akan mengalami perubahan signifikan. Hampir semua asumsi makro meleset dari proyeksi, seperti pertumbuhan ekonomi, nilai tukar rupiah, harga minyak dunia, dan suku bunga.
Pemerintah diminta menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) untuk merevisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Revisi dilakukan dalam rangka merelaksasi defisit APBN dari 3 persen menjadi 5 persen PDB.
Baca juga : Defisit APBN Bisa Direlaksasi Menjadi 5 Persen PDB
Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Dradjad H Wibowo, berpendapat, seluruh sumber daya harus difokuskan untuk mencegah penyebaran Covid-19. Jangan lagi ada dilema kebijakan antara menyelamatkan ekonomi atau mencegah wabah.
Jika ingin menyematkan ekonomi, wabah harus dicegah. ”Cara terbaik untuk menyelamatkan ekonomi saat ini adalah mencegah jangan sampai wabah meledak,” ujarnya.
Menurut Dradjad, keputusan pemerintah merealokasi anggaran kementerian/lembaga dan transfer ke daerah untuk penanganan Covid-19 sudah tepat. Namun, yang harus dipastikan adalah penggunaan anggaran tepat dan langsung ke sasaran.
Pemerintah harus mulai menyiapkan tambahan dana untuk antisipasi Covid-19 lebih dari enam bulan. Peningkatan belanja untuk kesehatan satu-satunya kunci untuk menyelamatkan perekonomian Indonesia saat ini.
”Anggaran harus digunakan untuk kebutuhan medis, seperti alat pelindung diri, ventilator, termasuk pembangunan ruang isolasi. Belanja kesehatan juga akan menggerakkan sektor usaha di bidangnya,” lanjutnya.
Baca juga : Ekspor Masker Dilarang, Utamakan Kebutuhan Dalam Negeri
Ketua Badan Anggaran DPR Said Abdullah menambahkan, penanganan Covid-19 tetap harus memperhatikan keberlangsungan APBN 2020 dan perekononian nasional. Untuk itu, pemerintah diminta mengambil beberapa langkah strategis, salah satunya merelaksasi defisit APBN menjadi 5 persen PDB.
Pemerintah dapat mengajukan perppu untuk mendukung upaya pemulihan kesehatan masyarakat akibat Covid-19. Selain itu, perppu juga untuk memastikan pelaksanaan program perlindungan sosial yang tepat sasaran dan mendukung sektor UMKM dan informal untuk bisa bertahan di tengah kondisi ekonomi yang sulit.