Pelaku Usaha Mikro Siap Manfaatkan Kebijakan Pelonggaran Kredit
Kebijakan relaksasi kredit bagi pelaku UMKM dan para pengemudi ojek daring, sopir taksi, dan nelayan disambut baik. Setelah mendengar informasi tersebut, mereka berharap dapat segera dieksekusi.
Oleh
SHARON PATRICIA
·5 menit baca
Merebaknya corona virus disease atau Covid-19 di Indonesia tidak hanya berdampak bagi kesehatan masyarakat, pendapatan masyarakat pun menurun. Khususnya bagi mereka yang mengandalkan pendapatan secara harian untuk bertahan hidup, seperti para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM); pengemudi ojek daring atau online (ojol); sopir taksi; dan nelayan. Menurunnya pendapatan per hari membuat kewajiban pembayaran kredit menjadi tambahan beban.
Asep Kohidin (35), pengemudi ojol di daerah Bogor, mengatakan, sudah lebih dari seminggu, jumlah penumpang harian menurun dari normal 20 penumpang menjadi 3 penumpang. Jika dihitung, apabila biasanya pendapatan mencapai Rp 300.000 per hari, saat ini Rp 30.000 per hari pun sulit.
Keadaan ini salah satunya disebabkan karena adanya kebijakan kerja, belajar, dan ibadah di rumah sebagai upaya memutus rantai penyebaran Covid-19. ”Penumpang saya kebanyakan itu anak-anak sekolah, jadi semenjak ada pengumuman belajar dari rumah, otomatis pendapatan saya juga turun,” ujar Asep saat dihubungi Kompas, Rabu (25/3/2020).
Turunnya pendapatan membuat Asep khawatir tidak dapat membayar cicilan motor yang baru dibayarnya selama 10 bulan, masih ada 2 tahun 2 bulan hingga cicilannya lunas. Ia mengatakan, pendapatan Rp 30.000 per hari yang biasa disisihkan untuk membayar cicilan motor sebesar Rp 890.000 per bulan kini terpaksa digunakan untuk kebutuhan makan keluarga.
”Selama tiga tahun saya jadi driver ojol, baru kali ini pendapatan benar-benar sulit. Saya harap pemerintah benar-benar memikirkan rakyat kecil seperti saya dan kebijakannya itu tepat sasaran, jangan kami (rakyat kecil) dianaktirikan,” kata Asep.
Sama halnya dengan Rahmat Tuloh (26), pengemudi ojol yang juga terdampak Covid-19. Sudah seminggu ini, pendapatan per hari menurun dari sekitar Rp 150.000 menjadi sekitar Rp 40.000.
”Sekarang saya ke luar rumah untuk narik paling setelah zuhur. Kalau dari pagi sudah di luar, penumpang belum tentu dapat, modal bisa habis duluan untuk beli makan,” ucapnya.
Rahmat pun baru 5 bulan terakhir mengambil cicilan motor, masih ada 2 tahun 7 bulan lagi hingga cicilannya lunas. Dua hari lagi, pembayaran cicilan kreditnya sebesar Rp 900.000 akan jatuh tempo, tetapi ia mengaku uangnya belum terkumpul.
Ia berharap agar kebijakan pemerintah dalam memberikan kelonggaran kredit bagi rakyat kecil benar-benar terealisasi. ”Kemarin saya sudah baca berita itu (relaksasi kredit), tapi belum tahu prosedurnya bagaimana,” ujar Rahmat.
Tak hanya para pengemudi ojol, pelaku UMKM pun merasakan dampak dari Covid-19. Salah satunya, Ujang Komarudin (40), pemilik toko kelontong di daerah Cogreg, Kertamaya, Kota Bogor, yang mengeluhkan menurunnya pendapatan hampir sebulan terakhir.
”Terasa banget pendapatan sekarang jadi menurun, misalnya saja ada pelanggan yang biasanya bisa beli 70 bal terigu seminggu sekali, sekarang paling beli 20 bal. Omzet tentu jadi turun. Kalau per hari biasanya dapat Rp 5 juta, sekarang paling Rp 1,5 juta,” kata Ujang.
Keadaan ini pun membuatnya tidak berani menyetok barang untuk persiapan bulan Ramadhan. Menurut dia, jika keadaan pasar tetap sepi seperti saat ini, menyetok barang malah hanya akan membuat utang semakin besar.
Cicilan untuk toko dan modal ke bank juga masih membebani Ujang, setidaknya hingga 3 tahun 6 bulan ke depan. Ia mengaku baru membayar cicilan sampai bulan ke-6 dengan besaran Rp 4 juta per bulan untuk total pinjaman sebesar Rp 75 juta.
”Saya berharap musibah ini (Covid-19) segera selesai supaya ekonomi masyarakat bisa cepat naik lagi, khususnya ekonomi masyarakat kecil. Kalau keadaan sudah baik, kan, kita juga bisa bayar cicilan lagi,” kata Ujang.
Relaksasi kredit
Pemerintah pun telah merespons keluhan-keluhan yang dihadapi pelaku UMKM, termasuk para pengemudi ojol. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan memberikan kelonggaran berupa relaksasi kredit di bawah Rp 10 miliar, baik kredit yang diberikan oleh perbankan maupun industri keuangan nonbank.
Presiden Joko Widodo menyampaikan, terhadap nasabah usaha mikro dan usaha kecil, akan diberikan penundaan cicilan sampai satu tahun dan juga penurunan bunga. Begitupun bagi pengemudi ojol dan sopir taksi yang mengambil kredit sepeda motor atau mobil, serta nelayan yang sedang memiliki kredit perahu.
”Mereka tidak perlu khawatir dengan angsuran karena telah diberi kelonggaran berupa relaksasi pembayaran bunga dan angsuran selama satu tahun,” ujar Presiden saat membuka rapat terbatas di Istana Merdeka, Selasa (24/3/2020) kemarin.
Atas kebijakan ini, OJK mengeluarkan Peraturan OJK (POJK) Republik Indonesia Nomor 11 /Pojk.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019. Aturan ini diharapkan dapat mendorong optimalisasi fungsi intermediasi perbankan, menjaga stabilitas sistem keuangan, dan mendukung pertumbuhan.
Dalam POJK, dijelaskan, debitor, termasuk UMKM, adalah mereka yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajiban pada bank karena terdampak akibat penyebaran Covid-19. Sektor ekonomi yang terdampak, antara lain pariwisata, transportasi, perhotelan, perdagangan, pengolahan, pertanian, dan pertambangan.
Kualitas kredit yang direstrukturisasi dapat ditetapkan lancar apabila diberikan kepada debitor yang terkena dampak penyebaran Covid-19 dan restrukturisasi dilakukan setelah debitor terkena dampak penyebaran Covid-19. Restrukturisasi kredit akan dilakukan sesuai peraturan OJK mengenai penilaian kualitas aset.
Beberapa penilaian kualitas aset tersebut, antara lain dengan cara penurunan suku bunga, perpanjangan jangka waktu, pengurangan tunggakan pokok, pengurangan tunggakan bunga, penambahan fasilitas kredit, dan konversi kredit menjadi penyertaan modal sementara.
Jika debitor yang terkena dampak Covid-19 sebelum pemberlakuan POJK, bank pun tetap dapat menetapkan kualitas kredit menjadi lancar. Dengan demikian, pada saat periode pelaporan akhir Maret 2020 dilaporkan lancar.
Misalnya, bank merestrukturisasi kredit debitor ”A” setelah terkena dampak Covid-19 pada 10 Februari 2020, sebelum POJK ini berlaku. Maka, kredit debitor ”A” tetap dapat memperoleh perlakuan khusus sesuai POJK, yaitu ditetapkan lancar sejak laporan bulanan bank posisi akhir Maret 2020.
Pemerintah tentu harus membantu para pelaku UMKM juga termasuk pengemudi ojol, supir taksi, dan nelayan. Sebab, mereka berkontribusi besar dalam mendorong pertumbuhan perekonomian Indonesia.
Data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah menunjukkan, jumlah usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) pada 2018 mencapai 64,19 juta unit (99,99 persen) yang mampu menyerap 116,98 juta (97 persen) tenaga kerja. Sementara usaha besar sejumlah 5.550 unit dan menyerap 3,62 juta tenaga kerja.
Kebijakan kelonggaran kredit bagi pelaku UMKM dan para pengemudi ojol, supir taksi, serta nelayan diharapkan dapat membantu mengurangi beban ekonomi mereka.