Setelah kerja, belajar, dan ibadah dari rumah selama seminggu demi memutus rantai Covid-19, tak sedikit yang mulai merasa bosan. Namun, mereka bertahan, menyadari ada harapan yang harus dipelihara untuk kebaikan bersama.
Oleh
Sharon Patricia
·4 menit baca
Merebaknya severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 atau SARS-CoV-2 penyebab coronavirus disease atau Covid-19 memaksa orang-orang untuk tetap berada di rumah, mengisolasi diri dari keramaian. Setidaknya sudah satu minggu masyarakat Indonesia menjalani upaya memutus rantai penyebaran Covid-19.
Rasa bosan, jenuh, dan suntuk tentu mulai dirasakan oleh masyarakat yang pada hakikatnya adalah makhluk sosial. Meski ada bantuan teknologi, pertemuan langsung tetap menjadi kerinduan banyak orang.
Melania Hanny Aryantie (38), pegawai negeri sipil di Tangerang, Banten, sudah delapan hari bekerja dari rumah atau work form home (WFH). Ia berharap Covid-19 segera teratasi sehingga kehidupan pun dapat kembali normal.
”Kalau terlalu lama (WFH) juga bosan, ya, apalagi anak-anak. Nanti setelah Covid-19 selesai, tentunya saya mau jalan-jalan, tetapi pertama-tama mau nengok orangtua dan mertua. Mereka sudah kangen sama cucu-cucunya,” ujar Hanny saat dihubungi Kompas, Kamis (26/3/2020).
Selama WFH, selain menyelesaikan kewajiban kantor, Hanny pun harus mendampingi kedua anaknya yang masih di taman kanak-kanak dan sekolah dasar menyelesaikan tugas sekolah. ”Momen kumpul bersama keluarga sekarang jadi lebih lama, waktu curhat juga jadi lebih banyak,” ujarnya.
Pengalaman berbeda tentu dirasakan oleh mereka yang indekos. Anggrelika (26), karyawan swasta di Jakarta, mengaku WFH membuat dirinya yang merupakan anak indekos merasakan makna ”kesendirian”.
”WFH sebenarnya lumayan bikin sedih karena self isolation membuat anak indekos benar-benar teralienasi, mungkin lebih bahagia kalau ada keluarga. Jadi harus sering-sering hubungi keluarga biar enggak sedih,” ujarnya yang berasal dari Solo, Jawa Tengah.
Untuk menjaga diri agar tetap produktif dan positif, Anggrelika banyak melakukan hobi dan mempelajari hal-hal baru.
Setelah pandemi Covid-19 berakhir, Anggrelika ingin segera bertemu dengan teman-teman tanpa harus mengatur jarak aman. ”Setiap akhir pekan nanti mau pergi ke tempat-tempat nongkrong yang selama ini ditutup. Pergi ke acara-acara yang di-batalin karena outbreak Covid-19,” katanya yang sudah menjalani WFH selama 10 hari.
Ada pula Ayta Dine Medofa (25), general contractor di Jakarta, yang menjalani WFH seorang diri karena keluarga berada di Semarang, Jawa Tengah. Setelah pandemi Covid-19 berakhir, ia ingin segera bertemu orang-orang tersayang.
Selama enam hari menjalani WFH, Ayta mengaku lebih produktif karena seluruh kegiatan dapat dilakukan di rumah, tidak perlu menghabiskan waktu di jalan. Dengan begitu, ia memiliki waktu lebih banyak untuk melakukan hobi dan memaksimalkan istirahat.
”Kegiatan aku biasanya masak, bersih-bersih rumah, koordinasi sama teman-teman kantor terkait pekerjaan, kemudian meluangkan waktu untuk hobi, yaitu produksi podcast, edit gambar dan video, serta nonton film. Sejauh ini masih nyaman dalam masa WFH,” kata Ayta.
Diperpanjang
Terus bertambahnya kasus Covid-19 membuat sejumlah pemerintah daerah memperpanjang masa kerja, sekolah, dan ibadah di rumah. Sebelumnya, aktivitas di rumah bagi masyarakat berakhir pada 29 Maret 2020. Namun, kini diperpanjang hingga 5 April 2020.
Melalui Surat Edaran Nomor 32/SE/2020 tentang Pembelajaran di Rumah (Home Learning) pada Masa Darurat Covid-19 yang diterbitkan Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Nahdiana diputuskan, kegiatan belajar anak di rumah dilanjutkan hingga 5 April 2020.
Keputusan ini sejalan dengan keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 6 Tahun 2020 yang mengimbau dunia usaha agar mematuhi kebijakan bekerja di rumah. Aturan ini mulai berlaku sejak Senin, 23 Maret 2020 hingga 5 April 2020, dengan kemungkinan tambahan hari jika diperlukan.
Mengutip dari Kompas.com, Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor, Jawa Barat, melalui surat Edaran Nomor: 421/408-Disdik, menyatakan, masa belajar di rumah bagi para siswa sekolah diperpanjang hingga 11 April 2020. Begitu pun Kota Depok dan Kota Bekasi yang memperpanjang masa belajar di rumah hingga 11 April 2020.
Mengacu pada data Badan Nasional Penanggulangan Bencana, per hari ini pukul 12.00, kasus Covid-19 di Indonesia mencapai 893 kasus, dengan jumlah pasien meninggal 78 orang dan 35 orang dinyatakan sembuh. Daerah dengan kasus Covid-19 terbanyak berada di DKI Jakarta, yakni 515 kasus.
Tetap positif
Psikolog klinis dewasa Tara Adhisti De Thouars menuturkan, selama menjalani masa isolasi, setiap dari kita harus fleksibel dan ”tahu diri”. Maksudnya bisa menerima bahwa keadaan memang belum bisa normal dan mengenal diri sendiri apakah kita tergolong orang yang cemas atau tidak.
”Kita sanggup enggak menerima berita yang negatif, kita orangnya cemas atau enggak. Kalau merasa begitu, kita harus secara aktif mengurangi berita-berita yang memang negatif karena menimbulkan kecemasan dan stres untuk diri kita,” katanya.
Selain itu, kata Tara, sangat penting bagi masyarakat untuk tetap berpikir positif. Dengan berpikir positif, artinya kita memiliki harapan dan doa, berharap wabah ini akan segera berakhir dan segalanya akan baik-baik saja.
”Penting banget untuk memelihara harapan karena itu satu-satunya cara kita untuk berjuang dan bertahan hidup. Harapan itu yang membuat semangat karena kita tahu ada sesuatu yang baik yang sedang kita nantikan,” ujar Tara.
Hal Lindsey, tokoh agama Kristiani dari Amerika Serikat, menuliskan, manusia bisa bertahan hidup tanpa makan selama 40 hari, tanpa minum selama 3 hari, tanpa oksigen sekitar 8 menit. Namun, jika tanpa harapan, manusia ibaratnya tidak dapat bertahan hidup lebih dari 1 detik.
Untuk itu, marilah setiap kita tetap memelihara harapan di tengah pandemi Covid-19. Setelah semua usai, kita pun dapat mewujudkan harapan-harapan tersebut.