Keuangan Perlu Diatur agar Kerja di Rumah Tak Bikin Pengeluaran Membengkak
Pembatasan sosial dan fisik membuat kita cenderung lebih menjaga kebersihan dan kesehatan diri. Di sisi lain, pengeluaran bisa jadi membengkak daripada saat menjalani keseharian dalam kondisi normal.
Ilustrasi. Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau bekerja dari ruang kerja di rumahnya di Rideau Cottage, Ottawa, Ontario, Kanada
Wabah korona mengubah banyak keseharian kita. Pergi keluar kini harus lebih berhati-hati dengan menghindari kerumunan agar tidak terpapar virus korona jenis baru penyebab penyakit Covid-19. Jika biasanya kita pergi bekerja ke kantor, sekarang kita diminta bekerja dari rumah atau work from home (WFH).
Pembatasan sosial dan fisik membuat kita cenderung lebih menjaga kebersihan dan kesehatan diri. Di sisi lain, pengeluaran bisa jadi membengkak daripada saat menjalani keseharian dalam kondisi normal.
Dalam survei yang dilakukan Kompas melalui Instagram Storypada Kamis (26/3/2020), sebanyak 33 orang (60 persen) dari 55 orang menyebut pengeluaran mereka saat bekerja di rumah lebih besar daripada sewaktu bekerja di kantor. Sebanyak 37 orang (69 persen) mengaku banyak pengeluaran tak terduga selama bekerja di rumah.
Fadia Bulky, seorang pegawai negeri sipil yang sudah seminggu bekerja di rumah bersama suami, mengaku menjadi lebih boros. Agar tidak sering keluar rumah, ia mengaku banyak menyetok makanan seperti camilan, mi instan, susu, dan makanan beku. Namun, ia juga masih mengandalkan layanan pemesanan makan daring untuk mengisi perut.
Kebiasaan membelanjakan uang untuk makanan lebih banyak justru tidak biasa dilakukan saat ia dan suami bekerja di kantor. ”Bisa dibilang boros buat seminggu ini karena baru ngerasain WFH di tengah pandemi. Mungkin kalau sudah terbiasa, bisa lebih terkontrol kali, ya,” ujarnya saat dihubungi, Kamis (26/3/2020).
KOMPAS/SHARON PATRICIA
Masyarakat memborong sabun pencuci tangan di pusat perbelanjaan Grand Lucky di Kawasan Niaga Terpadu Sudirman, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (3/3/2020).
Indah Rosalina, seorang dosen yang kini juga harus beraktivitas di rumah, mengaku banyak mengeluarkan pengeluaran tak terduga untuk membentengi keluarga dari pandemi.
”Aku usahakan melindungi suamiku yang masih kerja di luar. Bela-belain beli masker yang harganya enggak masuk akal sampai Rp 450.000 karena suami kerjanya berjarak 2 kilometer dari Wisma Atlet. Terus, bekali dia masakan sehat dan vitamin C. Itu semua serba mahal,” tutur Indah yang dihubungi secara terpisah.
Indah kini lebih banyak berbelanja daring untuk membeli kebutuhan pokok seperti sayur-mayur. Selain karena banyak toko di pasar yang tutup, harga yang tidak jauh berbeda juga jadi pertimbangan.
”Apalagi harga-harga di pasar tradisional juga sudah naik. Misalnya, harga jahe sekarang Rp 40.000-Rp 50.000 per kilogram (kg), jahe merah Rp 100.000 per kg. Bayam seikat Rp 5.000, biasanya Rp 2.000. Gula pasir biasanya Rp 12.000 jadi Rp 18.000,” sebutnya.
Selain biaya konsumsi, kerja di rumah juga membuat pengeluaran listrik ikut membengkak. Anggriawan, karyawan swasta, memperkirakan pengeluaran listrik akan naik karena pendingin ruangan di tempat tinggal menyala lebih lama dari biasanya.
”Sejauh ini aman. Budget transportasi dan hiburan bisa dialokasikan ke biaya listrik dan internet,” katanya.
Berbagai bentuk pengeluaran tak terduga di tengah pandemi pun dimaklumi perencana keuangan Anggriani & Partners, Metta Anggriani. Namun, kondisi ini perlu disiasati agar risiko pengeluaran berlebih atau berkurangnya pendapatan di tengah situasi ekonomi yang tidak pasti bisa dicegah.
Caranya dengan mengevaluasi jumlah pengeluaran selama bekerja di rumah. Kemudian, mengatur ulang pos-pos pengeluaran sebelumnya yang bisa dimanfaatkan untuk pengeluaran kebutuhan baru.
”Misalnya, kalau saat kerja banyak pengeluaran untuk biaya transportasi atau hiburan, saat ini pos itu bisa dialihkan ke biaya makan atau listrik,” kata Metta kepada Kompas.
Pengeluaran sandang, pangan, dan papan bisa lebih diprioritaskan daripada pengeluaran hiburan, seperti berlangganan layanan video streaming untuk hiburan. Namun, pengeluaran untuk kebutuhan dasar itu juga harus tetap diawasi agar tidak mengganggu cash flow.
Menabung, menurut Metta, juga harus tetap dilakukan untuk mengantisipasi situasi yang semakin tidak pasti, karena insentif atau penghasilan usaha kemungkinan berkurang di tengah pandemi. Adapun berinvestasi perlu dilakukan lebih hati-hati, khusunya pada instrumen di pasar modal yang tengah anjlok.
Inventarisasi kebutuhan
Pengeluaran tak terduga yang didorong panic buying juga harus bisa ditekan dengan menginventarisasi barang-barang yang ada di rumah. Menurut Metta, langkah ini perlu untuk mengalokasikan pengeluaran secara tepat. Selain itu, juga untuk menghindari barang menjadi sia-sia karena tidak ditempatkan dengan baik.
”Kita harus bikin budget pengeluaran dan berkutat dengan data barang-barang yang sudah ada. Misalnya, seminggu terakhir pengeluaran sudah dibelikan barang-barang besar untuk stok, sekarang fokus untuk pengeluaran yang kecil-kecil. Kita lihat lagi inventori yang ada di rumah. Hati-hati kalau beli banyak barang, harus disimpan yang benar agar jangan sampai digigit tikus atau dikutuin, atau kedaluwarsa,” katanya.
Hati-hati kalau beli banyak barang, harus disimpan yang benar agar jangan sampai digigit tikus atau dikutuin, atau kedaluwarsa.
Ia pun mengingatkan agar masyarakat tidak terlalu responsif dan melakukan panic buying. Apalagi, pemerintah dan peritel menjamin stok bahan pangan cukup.
”Karena stok pangan dalam kondisi cukup, pemerintah telah mencabut edaran pembatasan pembelian di tingkat konsumen. Namun, masyarakat diimbau membeli secukupnya dan sesuai kebutuhan,” kata Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Suhanto (Kompas, 25/3/2020).