Industri Properti Terganggu Pandemi Virus Korona Tipe Baru
Pandemi Covid-19 memukul banyak sektor, termasuk properti. Padahal, pekerja di sektor ini umumnya menerima upah harian. Pemenuhan kebutuhan hidup harian mereka bakal terhenti.
Oleh
AGNES THEODORA/C ANTO SAPTOWALYONO
·4 menit baca
Pandemi virus korona tipe baru atau SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 berdampak ke berbagai sektor, termasuk industri properti. Pengembang properti bahkan sudah ancang-ancang merevisi target tahun ini, baik dari sisi jumlah unit yang akan dibangun maupun waktu penyelesaian proyek.
Padahal, sektor properti–yang terkait erat dengan konstruksi–memberi dampak berganda bagi banyak sektor. Setidaknya, ada 170 industri turunan yang akan terganggu jika properti lesu. Industri turunan itu antara lain semen, keramik, elektronik, dan peralatan rumah tangga.
Dampak paling nyata dari pelemahan sektor properti adalah pekerja yang terancam kehilangan penghasilan, termasuk buruh lepas.
Data Badan Pusat Statistik menunjukkan, pada Agustus 2019, ada 126,51 juta orang bekerja dan 7,05 juta orang menganggur di Indonesia.
Dari jumlah orang yang bekerja itu, sekitar 6,72 persen di antaranya atau 8,51 juta orang bekerja di sektor konstruksi. Sementara sektor realestat menyerap 400.000 orang atau 0,32 persen dari jumlah orang bekerja di Indonesia.
Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia Timboel Siregar mengatakan, para pekerja sektor properti rentan kehilangan pemasukan di tengah pandemi Covid-19. Apalagi, di sektor ini, banyak buruh atau pekerja bangunan lepas yang biasanya dibayar harian. Jika proyek terhenti, pekerja lepas akan kehilangan pendapatan sehingga tidak memiliki uang untuk membiayai kebutuhan hidup hariannya.
”Jadi, jika pandemi ini semakin meluas di sejumlah daerah di Indonesia, pekerja yang terpapar secara ekonomi dari kedua sektor ini sudah ada jutaan orang,” kata Timboel di Jakarta, pekan lalu.
Terkait pandemi global Covid-19, Asosiasi Kontraktor Indonesia (AKI) sudah meminta agar proyek di area yang terdampak Covid-19 ditunda sementara untuk mencegah penyebaran virus. AKI sudah mengirimkan usulan itu kepada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Moratorium proyek dinilai perlu dilakukan karena pengurangan operasional dinilai kurang efektif.
Sekretaris Jenderal AKI Joseph Pangalila mengatakan, prioritas saat ini adalah menjaga keselamatan pekerja bangunan. Proyek-proyek konstruksi berisiko tinggi mempercepat penyebaran virus karena mengharuskan buruh lepas untuk berkerumun bekerja, bahkan tinggal bersama. Oleh karena itu, moratorium proyek diperlukan hingga pandemi ini berlalu.
Namun, muncul kekhawatiran karena pekerja lepas terancam kehilangan pemasukan harian. ”Kami harap pemerintah bisa membantu memberi stimulus sehingga buruh lepas juga bisa tetap dibayar meski tidak datang ke lokasi proyek dan bekerja,” ujarnya.
Joseph berharap pekerja bangunan yang proyeknya terdampak kondisi pandemi ini bisa masuk dalam daftar masyarakat yang disasar program Bantuan Langsung Tunai dan Kartu Prakerja yang disiapkan pemerintah.
Sementara, Ketua Umum DPP Realestat Indonesia (REI) Paulus Totok Lusida mengatakan, sejauh ini proyek pembangunan perumahan, baik rumah sederhana maupun menengah-atas, masih berlangsung. Namun, ada pengurangan jumlah pekerja dan target pembangunan. Pekerja bangunan diawasi agar tetap menjalankan pembatasan jarak fisik saat bekerja.
”Biasanya mereka pada jam makan siang suka di warung. Selama kondisi ini, kami sampaikan tidak boleh. Kami yang menyiapkan makanan sehingga mereka bisa makan sendiri-sendiri dengan jarak aman,” kata Totok.
Pekerja bangunan diawasi agar tetap menjalankan pembatasan jarak fisik saat bekerja.
Menurut Totok, penghentian proyek, yang berdampak pada terhentinya pemasukan buruh, sulit dilakukan. Anggota REI sudah diimbau untuk tidak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).
Perusahaan yang mem-PHK karyawan di tengah pandemi Covid-19 tidak bisa mendapat keringanan kredit yang disiapkan pemerintah dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Keringanan itu berupa penjadwalan ulang pembayaran kewajiban debitor kredit maksimal satu tahun.
Merosot
Di industri turunan sektor properti, penurunan konsumsi atau kebutuhan masyarakat juga diperkirakan merosot akibat pandemi global Covid-19.
Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) Edy Suyanto memperkirakan, kinerja industri keramik pada triwulan I-2020 turun 15 persen secara tahunan.
Selain gangguan permintaan pasar, kata Edy, produksi juga terganggu. Sebab, hampir 90 persen mesin-mesin produksi buatan Italia. Sementara, tinta yang dipakai di industri keramik dibuat di Italia dan Spanyol. Saat ini, Spanyol dan Italia sedang menghadapi pandemi Covid-19 sehingga produksi mesin dan tinta dipastikan seret.
Sementara, Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (Inaplas) Fajar Budiyono menyampaikan, penurunan kinerja sektor properti akan menurunkan permintaan pipa untuk kebutuhan konstruksi. Kondisi ini terjadi pada proyek swasta dan proyek yang dibangun menggunakan APBN.
”Pada Januari 2020, kami hanya menyelesaikan pekerjaan APBN dan proyek kontrak 2019. Pada Februari proyek kami sepi sekali, Maret apalagi. Kami memperkirakan penjualan industri plastik untuk konstruksi turun sekitar 40 persen,” kata Fajar.
Di sisi lain, pelaku industri plastik terbantu sektor makanan-minuman. Pengurangan aktivitas di luar rumah–seiring imbauan pemerintah untuk berdiam di rumah–meningkatkan permintaan plastik sekali pakai.
”Orang tetap butuh makan dan minum. Plastik sekali pakai menjadi salah satu andalan karena dipandang bisa diterima,” kata Fajar.
Pemerintah menggodok stimulus untuk menjaga daya beli masyarakat, termasuk pekerja informal. Data pekerja sektor informal masih dikumpulkan. Adapun pekerja informal yang pekerjaannya di Jakarta terhenti sementara, sebagian sudah kembali ke kampung halaman.