Di tengah pandemi Covid-19, ada saja peluang yang bisa dimanfaatkan agar kegiatan usaha tetap berjalan, bahkan berkembang. Pola pikir yang eksploratif jadi kunci agar kegiatan usaha berlanjut di tengah krisis.
Oleh
ERIKA KURNIA
·4 menit baca
Pandemi Covid-19 telah melumpuhkan kegiatan ekonomi, terutama yang terdampak kebijakan pembatasan sosial untuk mencegah penyebaran virus korona jenis baru. Namun, di tengah kondisi seperti ini, ada saja peluang yang bisa dimanfaatkan agar kegiatan usaha tetap berjalan, bahkan berkembang.
Donny Charli, pemilik PT Darta Pangan Maju Bersama (Sembago), kini menjajal peluang penyediaan dan pengantaran produk sayur dan buah untuk kebutuhan rumah tangga. Perusahaan yang baru berdiri pada 2017 ini awalnya hanya menyediakan kebutuhan sayur dan buah untuk restoran dan toko makanan di mal hingga pasar modern.
”Mulai peluang ini karena omzet terus turun. Banyak restoran dan outlet (toko) di mal atau pasar modern enggak lagi melakukan pemesanan karena virus korona. Ini mulai terasa sejak pertengahan minggu ketiga Maret,” ujarnya saat dihubungi Kompas, Selasa (31/3/2020).
Dalam seminggu, mitigasi penyebaran virus korona membuat permintaan atas layanannya menurun hingga 70 persen. Jika biasanya ia melayani rata-rata 20 restoran dan toko per hari, belakangan ini ia paling banyak melayani 10 toko.
Namun, melalui toko di platform e-dagang yang sebelumnya tidak begitu aktif digunakan, ia mulai melayani penjualan untuk kebutuhan rumah tangga. Inovasi dalam bentuk penjualan paket sayur-mayur juga ditawarkan untuk memudahkan pemesanan.
Perusahaan kecil, yang berbasis di Tangerang Selatan, Banten, itu juga menyediakan layanan pengantaran sendiri agar ongkos kirim yang dibebankan pada pembeli bisa ditekan. Produk dan layanannya pun mendapat banyak permintaan dari luar Tangerang Selatan, seperti Jakarta dan Depok.
”Secara nilai belum bisa menggantikan nilai pemesanan restoran dan toko makanan. Namun, seminggu ini pesanan daring naik melebihi ekspektasi, sampai 1.000 persen dari sebelumnya,” tuturnya.
Maryam (46), pedagang kecil yang biasa menjual dimsum di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta, juga membuat inisiatif agar tetap bisa menjalani usaha di tengah pandemi. Sementara penjualan di pusat perbelanjaan sepi, ia kini fokus menjual dimsum beku secara daring.
”Saya manfaatkan kontak-kontak pelanggan dan e-dagang buat berpromosi. Walaupun enggak mudah jadi pedagang online, mau tak mau ini harus dilakukan supaya asap dapur tetap mengebul,” ujarnya.
Meroket
Kebijakan pembatasan sosial juga mendorong kebutuhan akan layanan jasa teknologi digital. Contoh layanan yang kini mendapatkan panggungnya adalah penyedia aplikasi konferensi video, seperti Hangouts Meet milik Google hingga Zoom Cloud Meetings milik Microsoft.
Artikel TechCrunch yang terbit Senin (30/3/2020) melaporkan, permintaan unduhan Zoom paling bertumbuh dibandingkan bisnis yang sama di seluruh dunia pada Februari dan Maret. Seminggu terakhir, Zoom diunduh 14 kali lebih banyak daripada rata-rata mingguan selama triwulan-IV 2019 di Amerika Serikat.
Kenaikan jumlah unduhan Zoom mencapai lebih dari 20 kali lipat dari rata-rata mingguan di triwulan-IV di Inggris, 22 kali lebih banyak di Perancis, 17 kali lebih banyak di Jerman, 27 kali lebih banyak di Spanyol, bahkan lebih besar 55 kali lebih banyak di Italia.
Pada saat yang sama di bulan Maret, Hangouts mengalami kenaikan angka unduhan yang kuat di AS rata-rata 24 kali lipat, Spanyol sampai 64 kali lipat, dan Italia sampai 140 kali lipat.
Laporan perusahaan analisis App Annie mengatakan, pertumbuhan penggunaan aplikasi konferensi video saat ini belum pernah terjadi sebelumnya di dunia. ”Ketika orang menghadapi ketidakpastian akan waktu isolasi diri, kami melihat perubahan pada perilaku konsumen setiap hari di hampir setiap sektor,” kata laporan tersebut.
Aplikasi bisnis bukan satu-satunya layanan yang meroket saat ini. Aplikasi layanan pendidikan daring, termasuk Google Classroom dan ABCmouse, juga meningkat pada bulan Maret. Demikian juga dengan aplikasi pengiriman bahan makanan.
Head of Content Development Rumah Perubahan Daniel Asakarunia mengatakan, pelaku usaha perlu mengubah pola pikir saat menghadapi krisis seperti ini. Pola pikir yang eksploratif perlu dimiliki agar peluang bisnis hadir di tengah situasi sulit.
”Dalam menjalankan bisnis kita sering terjebak pada pola pikir yang eksploitatif, yang hanya fokus pada kapabilitas, efisiensi, dan bisnis seperti biasa. Sementara itu, kita perlu memiliki pola pikir eksploratif, yakni mencari cara baru untuk melihat peluang di masa depan,” tuturnya dalam seminar web kemarin.
Lebih lanjut, pola pikir eksploratif memiliki enam prinsip. Pertama, mencari peluang di tengah kesulitan yang dialami. Kedua, lakukan lebih dengan sedikit sumber daya yang dipunya. Ketiga, fleksibel dalam berpikir dan bertindak. Keempat, mencari inovasi yang sederhana. Kelima, melibatkan sebanyak-banyaknya orang dalam berinovasi. Keenam, ikuti kata hati.
Prinsip itu, menurut dia, telah dibuktikan sejumlah perusahaan yang bertumbuh dari krisis. Perusahaan ritel Alibaba dari China, misalnya, pada saat wabah SARS melanda pada 2003, perusahaan itu meluncurkan aplikasi belanja daring Taobao.com untuk memenuhi kebutuhan masyarakat saat karantina. Inovasi itu pun menciptakan tren belanja daring yang populer saat ini.
Di Indonesia, perusahaan seperti Susi Air juga berkembang setelah berpartisipasi dalam perbaikan Aceh pascabencana tsunami di 2004. Layanan penerbangan yang awalnya ditujukan untuk mengangkut hasil perikanan lantas berubah menjadi layanan penerbangan penumpang dan logistik terjadwal.
”Saat dunia semakin tidak menentu, kita tidak bisa memungkiri muncul pandemi lain ke depan, sementara dugaan kadang tidak sesuai prediksi. Seperti mengarungi lautan, kita jangan hanya fokus mencari ujungnya, tetapi merespons bagaimana menghadapi ketidakpastian,” kata Daniel.