Apakah pemerintah, melalui Kementerian Perdagangan, telah mengakomodasi peran strategis ritel dan pasar tradisional bagi kebutuhan masyarakat untuk meminimalisasi risiko penularan Covid-19?
Oleh
Hendriyo widi
·4 menit baca
Di tengah penyebaran wabah Covid-19 di China, ritel menjadi sektor yang turut berperan penting. Para pelaku ritel berada di garda terdepan penyedia kebutuhan hidup harian saat masyarakat memilih berdiam diri di rumah.
Bahkan, saat Provinsi Hubei dikarantina total, ritel mampu menyuplai pasokan pangan, obat-obatan, serta kebutuhan penting lain bagi penduduk Hubei. Gerakan itu tak hanya dari ritel yang digandeng Pemerintah China, tetapi juga asosiasi ritel besar, pedagang pasar, dan toko-toko kelontong yang diorkestrasi Pemerintah Provinsi Hubei.
Di wilayah-wilayah China lain yang dikarantina secara terbatas, peritel masih membuka layanan toko, baik secara luring maupun daring. Toko-toko yang masih buka secara luring menerapkan prosedur standar operasi layanan yang telah dibuat pemerintah bersama asosiasi ritel. Beberapa di antaranya penerapan jarak antrean di kasir, mengatur jumlah pembeli yang mau masuk toko, penggunaan alat pelindung diri karyawan, dan penyediaan tempat cuci tangan atau cairan pembersih tangan.
Mereka juga melengkapi kurir dengan alat pelindung diri, terutama masker dan sarung tangan. Selain itu, program peduli kurir pengantar juga diluncurkan untuk menambah tip dan donasi asuransi.
Peritel khawatir terjadi kekurangan pasokan. Hal itu terkait dengan ketidakpastian tentang kapan pabrik-pabrik akan melanjutkan produksi.
Dalam memasok kebutuhan hidup harian masyarakat di berbagai wilayah itu tentu saja bukan tanpa tantangan dan hambatan. Pertama, peritel menghadapi hambatan distribusi logistik karena rute transportasi terganggu oleh penutupan wilayah.
Kedua, jumlah pekerja ritel (toko, gudang, dan pengiriman) cukup terbatas karena ada waktu pengaturan kerja, ada yang benar-benar tidak ingin bekerja mengambil risiko, dan bahkan ada yang sakit. Ketiga, peritel khawatir terjadi kekurangan pasokan. Hal itu terkait dengan ketidakpastian tentang kapan pabrik-pabrik akan melanjutkan produksi.
Ritel di China memang memiliki kekuatan suplai kebutuhan hidup harian masyarakat, baik secara konvensional maupun daring. Adopsi pemesanan daring telah tinggi dan berkembang di China itu tak lepas dari kesuksesan Alibaba dan JD.com dalam mengintegrasikan pengalaman belanja daring dan luring dengan sistem operasi logistik.
Pakar tranformasi digital ritel dan rantai pasok sebuah perusahaan konsultan Amerika Serikat, Bain & Company, Jonathan Cheng, mengatakan, kesadaran membangun ritel secara digital dan terintegrasi dengan logistik di China menguat saat wabah SARS pada 2002-2003. Seusai wabah itu, pergeseran dari penjualan berbasis toko tradisional ke ritel murni digital atau bahkan omnichannel berkembang pesat. Banyak para peritel pemula, termasuk toko kelontong, pedagang kecil, dan pedagang rumahan, memanfaatkan e-dagang dan jasa pesan antar digital.
Peran pemerintah
Bagaimana Indonesia? Para peritel, pelaku logistik, e-dagang, bahkan pedagang-pedagang kecil telah bergerak mandiri menyelamatkan usaha dan memasok kebutuhan warga. Mereka memiliki data jaringan dan kemampuan distribusi wilayah. Bahkan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bersama PD Pasar Jaya telah membuat program belanja jarak jauh melalui kerja sama ojek daring dengan 50 pasar tradisioal.
Apakah pemerintah, melalui Kementerian Perdagangan telah mengakomodasi peran strategis ritel dan pasar tradisional bagi kebutuhan masyarakat untuk meminimalisasi risiko penularan Covid-19?
Apakah pemerintah, melalui Kementerian Perdagangan, telah mengakomodasi peran strategis ritel dan pasar tradisional bagi kebutuhan masyarakat untuk meminimalisasi risiko penularan Covid-19? Yang dilakukan Pemerintah China dalam menggandeng asosiasi ritel besar, pedagang pasar, dan toko-toko kelontong di China belum terlihat di Indonesia saat wabah Covid-19 terus meningkat. Belum ada langkah strategis yang diambil yang dapat menjadikan logistik sebagai ujung tombak pencegahan penularan Covid-19.
Kementerian Perdagangan sebagai motor tata niaga nasional sebenarnya bisa mengorkestrasi peritel, pasar-pasar tradisional, Bulog, Food Station, dan usaha-usaha rintisan yang bergerak di sektor pangan dan kebutuhan harian. Tak cukup hanya berbicara stok pangan aman pada saat hasil panenan petani di daerah-daerah tak sampai ke pasar.
Selasa lalu, Presiden Jokowi sudah mengumumkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Ini baru PSBB, belum karantina wilayah total atau lockdown. Belum terlambat menyiapkan skenario terburuk. Sembari itu, berikanlah insentif dan perlindungan kesehatan bagi seluruh pelaku di sektor ritel dan logistik, terutama bagi para pekerja-pekerja di garda terdepan. Saat ini mereka tengah bertaruh hidup memasok kebutuhan dan menyelamatkan penghasilan di tengah makin masifnya Covid-19.
Ahli logistik kemanusiaan Rensselaer Polytechnic Institute, Amerika Serikat, Profesor José Holguín-Veras, mengatakan, jika pekerja toko kelontong, gudang, dan pengiriman akan tetap berada di garis depan, mereka harus dilindungi. Orang-orang logistik juga sama pentingnya dengan para profesional medis dalam bencana. Merekalah yang mengantarkan barang-barang yang dibutuhkan masyarakat.
Dalam situasi krisis ini, banyak yang berharap para pekerja ritel dan logistik itu tetap sehat dan bekerja. Namun di sisi lain, mereka juga berharap pada kita sebagai konsumen untuk mengurangi bebannya, yakni dengan tidak menimbun. Berbelanjalah secukupnya.