Pariwisata Anjlok, Pemerintah Susun Rencana Mitigasi
Kunjungan wisatawan mancanegara yang biasanya melonjak pada Januari-Februari kini menurun signifikan akibat pandemi Covid-19. Kondisi ini diprediksi semakin parah pada Maret 2020 setelah kasus Covid-19 ditemukan.
Oleh
Agnes Theodora
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Akibat pandemi Covid-19, kunjungan wisatawan mancanegara yang biasanya melonjak pada periode Januari-Februari kini menurun signifikan. Kondisi ini diprediksi semakin parah pada Maret 2020 setelah kasus Covid-19 ditemukan di Indonesia.
Di sisi lain, setelah menerapkan berbagai stimulus untuk sektor pariwisata yang terbukti tidak efektif, pemerintah menyusun rencana mitigasi baru. Tujuannya agar sektor tersebut tidak semakin terpuruk.
Dalam telekonferensi di Jakarta, Rabu (1/4/2020), Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) pada Februari 2020 turun sebesar 30,42 persen dibandingkan dengan Januari 2020. Pada Januari 2020, ada 1.272 juta kunjungan wisman. Sementara pada Februari 2020, jumlah wisman yang datang ke Indonesia 885.100 orang.
Jika dibandingkan dengan Februari 2019, jumlah kunjungan wisman menurun sebesar 28,85 persen. Pada Februari 2019, ada 1,24 juta kunjungan wisman ke Indonesia.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, penurunan ini menunjukkan pola yang tidak biasa dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Biasanya, selalu ada kenaikan jumlah wisman dari Januari ke Februari karena sejumlah faktor seperti liburan Imlek.
Namun, kali ini, jumlah wisman yang datang menurun jauh akibat pandemi Covid-19. ”Dengan memperhatikan kondisi yang ada saat ini, bisa kita perkirakan bahwa untuk Maret ini penurunannya akan jauh lebih dalam,” katanya.
Dengan memperhatikan kondisi yang ada saat ini, bisa kita perkirakan bahwa untuk Maret ini penurunannya akan jauh lebih dalam.
Penurunan kunjungan wisman pada Februari 2020 terjadi hampir di semua pintu masuk. Penurunan terbesar terlihat di pintu masuk darat Jayapura, dengan penurunan mencapai 100 persen menyusul kebijakan Pemerintah Papua Niugini menutup pintu imigrasinya pada 30 Januari 2020.
Penurunan terbesar kedua terjadi di pintu masuk Bandara Sam Ratulangi, Manado, Sulawesi Utara, sebanyak 92,58 persen. Pasalnya, sebagian besar wisman yang datang ke Manado berasal dari China sehingga Covid-19 nyaris menghentikan laju kunjungan wisman di sana. Adapun penurunan terbesar ketiga terlihat di Pelabuhan Tanjung Pinang yang mencapai 69,21 persen.
Penurunan wisman terbanyak, kata Suhariyanto, terjadi pada wisman asal China, yang menurun 93,5 persen dibandingkan dengan Januari 2020 dan menurun 94,11 persen dibandingkan dengan Februari 2019.
”Semua mengalami penurunan, dari Malaysia, Singapura, dan lain-lain. Kunjungan wisman yang meningkat cuma dari Jepang. Tetapi, perlu diingat, ini situasi sebelum Maret, kondisinya kemungkinan akan jauh lebih buruk,” ujarnya.
Lesunya kunjungan wisman selama pandemi ini juga berpengaruh pada tingkat hunian kamar hotel selama Februari 2020. BPS mencatat, tingkat hunian kamar hotel pada Februari 2020 menurun 3,22 persen dibandingkan dengan Februari 2019. Adapun Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) mencatat, tingkat okupansi hotel saat ini sudah berada di bawah 10 persen.
Sebagian hotel sudah menutup operasionalnya untuk sementara karena tidak sanggup membayar biaya operasional dan menggaji karyawan. Sejumlah hotel tutup dan beberapa pekerja mulai dirumahkan tanpa digaji (unpaid leave). Beberapa hotel yang sudah tidak beropereasi pun dialihfungsikan menjadi asrama tempat tinggal tenaga medis dan sukarelawan Covid-19.
Upaya mitigasi
Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) Ari Juliano Gema mengatakan, pemerintah terus mendata industri pariwisata dan ekonomi kreatif yang terdampak Covid-19 di seluruh Indonesia. Untuk itu, pemerintah membangun Pusat Krisis Terintegrasi untuk mendata ekses dari pandemi ini ke industri.
Dari data yang terkumpul itu, Kemenparekraf akan menyusun dan menerapkan rencana mitigasi sektor pariwisata. Koordinasi dengan pemerintah daerah dilakukan mengingat sejumlah kewenangan terkait sektor pariwisata menjadi domain pemda.
Beberapa stimulus terkait pariwisata yang sudah diterapkan sebelum ini terbukti tidak efektif. Stimulus itu antara lain pemberian diskon wisata untuk menarik jumlah wisatawan nusantara serta pembebasan pajak hotel dan restoran. Kebijakan pemberian diskon tidak relevan setelah Covid-19 merebak hingga ke Indonesia.
Sementara kebijakan pembebasan pajak sebelumnya terkendala koordinasi pemerintah pusat dan daerah berhubung kewenangan memungut pajak hotel dan restoran berada di tangan pemda. Meniadakan pajak hotel dan restoran berarti mengurangi pendapatan asli daerah.
Menurut Ari, koordinasi dengan pemda terus dilakukan untuk menerapkan skenario mitigasi baru. Pekan lalu, Kemenparekraf sudah mengomunikasikan rencana mitigasi di sektor pariwisata ini ke semua pemda.
”Berikutnya kami juga membuka forum daring untuk menjaring masukan dari para pelaku usaha dan stakeholder di bidang pariwisata untuk menyusun kebijakan dan langkah lanjutan,” ujarnya.