Asosiasi Pengusaha Kumpulkan Data Pekerja yang Dirumahkan
Sudah ada 1.139 hotel yang tutup sementara dan ada 35 hotel yang masih beroperasi yang mengizinkan karyawan-karyawannya cuti. Selain itu, juga ada 286 usaha restoran, tempat wisata, dan hiburan yang tutup.
Oleh
cyprianus anto saptowalyono
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Asosiasi Pengusaha Indonesia berkomimen membantu pemerintah untuk mengumpulkan data pekerja yang dirumahkan dan yang mengalami pemutusan hubungan kerja akibat dampak pandemi Covid-19. Data yang terkumpul sementara baru di sektor perhotelan, restoran, rekreasi, dan hiburan.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B Sukamdani mengatakan, Apindo belum mendapatkan laporan keseluruhan dari berbagai sektor usaha yang terdampak Covid-19. Sembari itu, para pengusaha terus melakukan berbagai upaya untuk menjaga keberlangsungan usaha di tengah kondisi berat.
”Karena lintas sektor, Apindo sulit mendapatkan data secara keseluruhan. Namun, khusus di sektor perhotelan hingga Kamis malam lalu sudah ada 1.139 hotel yang tutup sementara dan ada 35 hotel yang masih beroperasi yang mengizinkan karyawan-karyawannya cuti,” ujarnya ketika dihubungi dari Jakarta, Jumat (3/4/2020).
Namun, khusus di sektor perhotelan hingga Kamis malam lalu sudah ada 1.139 hotel yang tutup sementara dan ada 35 hotel yang masih beroperasi yang mengizinkan karyawan-karyawannya cuti.
Hariyadi menuturkan, selain itu, juga ada 286 usaha restoran, tempat wisata, dan hiburan yang tutup. Namun, angka ini pasti lebih banyak lagi karena masih banyak yang tidak atau belum melapor.
Hariyadi yang juga Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) tersebut juga menyebutkan, kondisi arus kas perusahaan-perusahaan anggota Apindo tersendat dan bahkan negatif. Ini sangat merepotkan dan membebani para pengusaha.
”Sekarang ini memang ada karyawan yang cuti di luar tanggungan perusahaan. Ini bukan di-PHK, ya, tetapi memang karena enggak ada uang pesangon. Sebab, arus kas perusahaan enggak ada,” katanya.
Hariyadi mengapresiasi program-program yang diluncurkan pemerintah untuk membantu pekerja-pekerja yang dirumahkan ataupun di-PHK. Program Kartu Prakerja, misalnya, akan sangat menyambung dengan masalah yang sekarang dihadapi pengusaha dan pekerja.
Hal itu karena program Kartu Prakerja berlangsung selama empat bulan. Dalam program itu, pemerintah juga akan mengalokasikan anggaran untuk uang saku dan uang pelatihan pekerja yang ikut program itu sebesar Rp 650.000-Rp 1 juta per peserta.
”Kami berharap pemerintah lebih baik memberikan uang tunai secara langsung kepada pekerja. Dalam situasi seperti saat ini, siapa yang mau ikut pelatihan itu? Kalau uang tunai, bisa benar-benar untuk menyambung hidup mereka,” kata Hariyadi.
PHRI, lanjut Hariyadi, beberapa waktu lalu telah melayangkan surat permohonan ke pemerintah pusat agar memberikan relaksasi untuk jangka waktu tertentu. Hal ini diperlukan guna menyelamatkan usaha hotel, restoran, beserta usaha pariwisata lainnya di seluruh Indonesia.
PHRI antara lain juga mengharapkan relaksasi pajak penghasilan untuk karyawan (PPh 21) untuk membantu likuiditas pekerja dan PPh 25 untuk memberi ruang likuiditas bagi usaha pariwisata, khususnya usaha hotel dan restoran. Pemerintah daerah pun diharapkan juga memberikan relaksasi, seperti keringanan membayar pajak bumi dan bangunan, pajak hiburan, dan pajak air tanah.
Sementara Wakil Ketua Umum Bidang Ketenagakerjaan dan Hubungan Industrial Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Anton J Supit berharap, pemerintah membantu menyelamatkan buruh yang terkena PHK ataupun yang dirumahkan.
Pemerintah telah memiliki program bagi pekerja yang terkena PHK, yaitu akan mendapatkan bantuan Rp 1 juta per bulan selama 4 bulan. Program itu ditujukan bagi pekerja yang terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan.
”Bagi yang tidak terdahtar sebagai peserta BPJS akan mendapat dana dari program Kartu Prakerja Rp 650.000 per bulan selama 4 bulan. Masalahnya, bagaimana dengan pekerja informal,” ujarnya.
Sementara itu, dalam siaran pers Jumat, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah menyebutkan ada delapan program untuk mengantisipasi dampak Covid-19 di sektor koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Salah satu program itu adalah memasukkan sektor mikro yang jumlahnya cukup banyak dan paling rentan terdampak Covid-19 dalam kluster penerima Kartu Prakerja untuk pekerja harian.