Covid-19 memukul industri rumahan yang dikelola kelompok perempuan. Sebagian mereka kemudian bangkit dengan memproduksi kebutuhan masyarakat saat ini, yaitu masker. Kini, sebagian dari usaha mereka berjalan lancar.
Oleh
Sonya Hellen Sinombor
·4 menit baca
Pandemi Covid-19 mengubah kehidupan masyarakat Indonesia. Pembatasan sosial untuk mencegah penyebaran virus korona baru menyebabkan aktivitas perekonomian terganggu, termasuk usaha kecil menengah. Akan tetapi, di Jakarta dan Surabaya, sejumlah perempuan tak mau menyerah dengan keadaan. Mereka berusaha bangkit, putar haluan usahanya, dan mulai menjahit masker-masker dari kain, kemudian menjual kepada masyarakat yang membutuhkan dengan harga terjangkau.
Di Jakarta, sejumlah perempuan yang tergabung dalam Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI), sejak pekan lalu mulai menjahit masker dari kain kemudian menjualnya. Satu masker dijual sekitar Rp 5.000 kepada tetangga dan sahabat-sahabatnya. Selama ini, mereka menerima jahitan dari masyarakat, tetapi karena situasi pandemi Covid-19, pesanan jahitan sepi.
”Tadinya saya membuat masker sekitar 50 potong per hari karena ada pesanan dari tetangga. Kami jual satu potong masker Rp 5.000. Akan tetapi, kemudian ada saudara yang pesan 2.000 masker buat disumbangkan,” ujar Muharyati (50), Ketua Cabang HWDI Jakarta, Minggu (5/4/2020).
Muharyati kemudian meminta beberapa perempuan disabilitas yang selama ini menjadi penjahit, yang tinggal di daerah Manggarai, Jatinegara Kaum, Pulogadung, dan Sawah Besar untuk mengerjakan pekerjaan tersebut. Untuk pesanan masker tersebut, mereka hanya tinggal menjahit karena kainnya sudah disediakan. Biaya penjahitan untuk satu masker Rp 2.000 per buah.
Dalam situasi pembatasan sosial, menurut Muharyati, kelompok disabilitas adalah kelompok yang paling rentan terkena dampak ekonominya. Namun, dia yakin jika berusaha, akan ada pekerjaan yang bisa memberikan pendapatan, seperti menjahit masker.
”Saya meminta teman-teman disabilitas tetap semangat, jaga kesehatan. Jangan menyerah dengan kondisi, kalau ada yang bisa kita lakukan, lakukanlah. Pasti diberi jalan,” ujar Muharyati, yang juga seorang ibu tunggal dengan dua anak, yang tinggal di Duren Sawit, Jakarta Timur.
Perempuan UMKM
Di Surabaya, Jawa Timur, perempuan-perempuan yang tinggal di wilayah Kelurahan Putat Jaya, Kecamatan Sawahan, eks kawasan Putat Jaya Dolly, yang kini bergerak dalam berbagai usaha mikro kecil menengah (UMKM) juga terkena dampak dari pembatasan sosial karena mencegah pandemi Covid-19.
Mereka sempat kelimpungan karena usaha kecil mereka terganggu. Sejak Covid-19, pekerjaan mereka seperti penjahit gamis konfeksi tidak lancar karena sepi permintaan. Namun, sekitar dua pekan lalu, mereka beralih menjahit masker untuk masyarakat. Masker kain jahitan mereka dijual dengan harga antara Rp 7.000 dan 15.000 per potong.
”Sudah lebih dari seminggu, mungkin sekitar 10 hari saya menjahit masker. Terakhir dapat pesanan 200 masker. Biasanya dalam satu jam bisa jahit 30 masker,” ujar Ratna (30), ibu dari satu anak.
Selama 10 hari ini, Ratna bersyukur bisa mendapatkan penghasilan, untuk membiayai kebutuhan sehari-hari. Ia mengaku dari pembuatan masker kain, setidaknya mendapat sekitar Rp 1 juta.
Sulikah (44), yang biasanya menjahit pesanan seragam sekolah, juga beralih sementara menjahit masker kain. Apalagi belakangan ini, banyak permintaan masker. Satu hari minimal dia mengerjakan 200 masker. Namun, belakangan pesanan makin banyak. Bahkan, dia menerima pesanan sampai 600 potong masker dalam sehari.
Karena permintaan masker banyak, Sulikah meminta suaminya dan dua anaknya untuk membantu menjahitnya. Jerih payah mereka tidak sia-sia, selama 10 hari ini, Sulikah dan keluarganya mendapat Rp 4 juta. ”Saya cuma mau bilang. Yang penting jangan menyerah. Bismilah semoga Covid-19 cepat berhenti, kita bisa kembali kondisi normal lagi seperti kemarin-kemarin. Pokoknya jangan patah semangat,” kata Sulikah.
Banyak pesanan dibatalkan
Nirwono Supriyadi, Ketua RT 005 RW 003 Kelurahan Putat Jaya, Kecamatan Sawahan, Kota Surabaya, mengungkapkan, kelurahannya saat ini dikenal dengan Kampung UMKM Kreatif karena di wilayah Eks Putat Jaya Dolly tersebut tumbuh banyak UMKM, setelah penutupan eks lokalisasi Putat Jaya Dolly, sehingga tumbuh perekonomian baru.
”Tapi begitu Covid-19 masuk di negeri yang kita cintai ini, mereka terpukul dan kelimpungan. Pesanan-pesanan pekerjaan yang sebelumnya sudah masuk banyak yang dibatalkan. Namun, akhirnya tumbuh lagi, karena respons pasar akan kebutuhan masker sangat banyak dan harganya selangit,” kata Nirwono.
Peluang tersebut akhirnya ditangkap oleh perempuan-perempuan di Kampung UMKM Kreatif yang selama ini menjadi penjahit konveksi, baju gamis, dan sebagainya. Nirwono pun menyampaikan kepada para pelaku UMKM tersebut bahwa pasar masker harganya melambung dan menantang mereka mengambil peluang tersebut dengan memproduksi masker yang berstandar.
”Alhamdulillah kita bantu promosikan dan dibantu Komunitas Sobo ndolly dan GeKraf (Gerakan Ekonomi Kreatif) Jatim. Peluang pasar terbuka dan terjadilah banyak sekali pesanan dari pedagang masker dadakan dengan harga terjangkau,” papar Nirwono yang juga pengurus di organisasi Sobo ndolly.
Dalam satu hari, lebih kurang 2.000 masker yang diproduksi di tempat tersebut. Alhasil, tidak hanya menerima pesanan, mereka juga menjual masker secara daring dengan harga terjangkau. Mulai dari masker sekali pakai seharga Rp 1.500 per potong hingga masker yang paling bagus dan bisa dicuci Rp 7.500 per potong.
Menurut Nirwono, di wilayahnya setidaknya ada satu kampung dengan 23 pelaku UMKM, yang bergerak dalam penjahitan batik tulis, konveksi, baju gamis, dan sablon.
Perempuan disabilitas di Jakarta dan pelaku UMKM di Surabaya hanyalah sebagian kecil perempuan-perempuan di Indonesia yang berusaha bangkit dari keterpurukan saat pandemi Covid-19. Masih ada begitu banyak perempuan yang berdaya dan tidak menyerah dengan situasi saat ini.