Usulan penerapan pembatasan sosial berskala besar yang diajukan sejumlah wilayah ditolak Menteri Kesehatan. Alasannya, usulan itu belum memenuhi kriteria yang ditentukan.
Oleh
Deonisia Arlinta
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Menteri Kesehatan tidak mengabulkan permohonan pembatasan sosial berskala besar di sejumlah wilayah. Keputusan ini disebabkan daerah itu dinilai belum siap dalam aspek sosial dan ekonomi serta belum memenuhi kriteria penetapan kebijakan itu.
Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, dalam siaran pers, di Jakarta, Senin (13/4/2020), menyampaikan, Kota Sorong di Papua Barat menjadi salah satu wilayah yang ditolak terkait usulan penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Penolakan usulan tersebut berdasarkan pertimbangan kajian epidemiologi serta hasil kajian lain dari tim teknis dan pertimbangan dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman PSBB dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19, terdapat sejumlah kriteria yang harus dipenuhi oleh wilayah untuk dapat ditetapkan PSBB.
Kriteria itu meliputi, antara lain, jumlah kasus dan atau kematian akibat Covid-19 meningkat dan menyebar secara signifikan dan cepat. Kriteria lain adalah terdapat kaitan epidemiologis dengan kejadian serupa di wilayah ataupun negara lain.
Selain Kota Sorong, Papua Barat, beberapa daerah lain juga belum dikabulkan permohonan terkait usulan penetapan PSBB. Wilayah tersebut meliputi, antara lain, Kabupaten Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur; dan Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah.
”Upaya penanggulangan dan pencegahan Covid-19 dengan berpedoman pada protokol kesehatan juga sosialisasi mengenai PHBS (prinsip hidup bersih sehat) tetap harus dijalankan,” kata Terawan.
Sejumlah daerah
Kepala Bidang Humas dan Opini Publik Kementerian Kesehatan Busroni menuturkan, Menteri Kesehatan telah mengabulkan permohonan penerapan PSBB di sejumlah wilayah.
Selain Provinsi DKI Jakarta, wilayah yang sudah ditetapkan PSBB adalah Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kabupaten Bekasi, Kota Bekasi, dan Kota Depok, di Provinsi Jawa Barat; Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang, dan Kota Tangerang Selatan di Provinsi Banten; serta Kota Pekanbaru, Riau.
Ahli epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Pandu Riono, berpendapat, penerapan kebijakan PSBB saat ini tak sesuai konsep yang seharusnya. Pembatasan sosial berskala besar perlu dijalankan secara nasional dengan arahan langsung dari Presiden.
Pembatasan sosial berskala besar perlu dijalankan secara nasional dengan arahan langsung dari Presiden.
Kriteria penetapan PSBB yang diatur Menteri Kesehatan dinilai terlalu administratif dan birokratis sehingga menghambat percepatan penanganan Covid-19.
”Kondisi sudah darurat. Kriteria yang diatur bukan untuk mencegah penambahan kasus, tetapi malah menanti kasus merebak dan meluas di suatu wilayah,” ungkapnya.
Menurut Pandu, ketika di suatu wilayah ditemukan satu kasus, seharusnya dinyatakan sebagai kejadian luar biasa Covid-19. Karena itu, penanganan harus segera dilakukan agar penularannya tidak kian meluas.
”Jika pemberlakuan PSBB menunggu kasus meningkat dan meluas secara signifikan, artinya sudah amat terlambat. Ini semakin mengkhawatirkan karena sistem pemeriksaan dan pencarian kasus di daerah belum optimal. Jadi sistem yang berjalan saat ini bukan percepatan penanganan Covid-19, tetapi percepatan penyebaran Covid-19,” ujarnya.