Presiden Jokowi memerintahkan bantuan bantuan sosial harus segera digelontorkan pekan ini. Namun, saat dikonfirmasi, Dirjen Penanganan Fakir Miskin Kementerian Sosial belum bisa menjelaskan detail program bansos.
Oleh
FX LAKSANA AS
·6 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Presiden Joko Widodo menginstruksikan Kementerian Sosial, Kementerian Keuangan, dan kementerian terkait lain menggelontorkan semua program bantuan sosial pekan ini. Realisasi instruksi ini vital karena masyarakat miskin dan rentan miskin yang kehilangan pendapatan karena merebaknya Covid-19 sangat membutuhkan bantuan.
”Saya minta Mensos dan Menkeu minggu ini semuanya harus bisa jalan. Ini sudah sangat mendesak sekali, baik yang berkaitan dengan Kartu Prakerja, PKH (Program Keluarga Harapan), bansos (tunai) langsung, Kartu Sembako, dan pembagian sembako di Jabodetabek. Semuanya harus jalan. Minggu ini,” kata Presiden dalam rapat terbatas di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (13/04/2020).
Masyarakat sudah menunggu bantuan sosial (bansos) dari pemerintah. Oleh karena itu, kebijakan penyaluran bansos yang telah ditetapkan sejak pekan lalu harus segera digelontorkan.
Rapat melalui telekonferensi itu membahas penanganan wabah Covid-19. Wakil Presiden Ma’ruf Amin dan sejumlah menteri tersambung dari kantor masing-masing dalam rapat tersebut. Menteri yang mengikuti rapat daring itu, antara lain, Menteri Sosial Juliari Batubara, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung.
Saat ini, menurut Presiden, masyarakat sudah menunggu bantuan sosial (bansos) dari pemerintah. Oleh karena itu, kebijakan penyaluran bansos yang telah ditetapkan sejak pekan lalu harus segera digelontorkan.
”Saya turun ke bawah, kemarin. Saya melihat bahwa kebutuhan itu sudah ditunggu masyarakat. Jangan sampai nanti di bawah melihat kita ini hanya omong saja, tetapi barangnya tidak sampai ke rakyat,” kata Presiden.
Mengantisipasi tekanan ekonomi akibat penyebaran Covid 19, pemerintah telah menetapkan program jaring pengaman sosial untuk masyarakat miskin dan rentan miskin di kota dan desa. Total anggaran yang dialokasikan untuk menjaga daya beli masyarakat tersebut Rp 482,5 triliun. Jumlah ini terdiri dari Rp 372,5 triliun anggaran yang telah dialokasikan dalam APBN 2020 dan Rp 110 triliun anggaran hasil realokasi program lain.
Beberapa program reguler ditambah nilainya berikut jumlah penerimanya pada tahun ini. Misalnya adalah PKH dan bantuan pangan nontunai. Untuk PKH nilainya ditingkatkan 25 persen dan sasarannya ditambah dari 9,2 juta kepala keluarga (KK) menjadi 10 juta KK. Total anggarannya Rp 37,4 triliun.
Adapun untuk bantuan pangan nontunai sasarannya ditambah dari 15 juta KK menjadi 20 juta KK dengan nilai Rp 200.000 per bulan per orang. Total anggaran Rp 43,6 triliun. Sementara Kartu Prakerja disiapkan untuk 5,6 juta orang dengan insentif setelah pelatihan Rp 600.000 selama empat bulan. Total anggaran Rp 20 triliun.
Pemerintah juga merealokasikan anggaran untuk program bansos baru, di antaranya bantuan langsung tunai untuk masyarakat di luar Jabodetabek. Sasarannya adalah 9 juta KK dengan nilai Rp 600.000 per keluarga per bulan selama tiga bulan. Keluarga sasaran tersebut adalah mereka yang selama ini tidak menerima PKH ataupun bansos bahan pokok. Total anggaran yang disiapkan Rp 16,2 triliun.
Pemerintah juga menetapkan bahwa 30 persen dana desa tahun ini atau Rp 21 triliun dialokasikan untuk bansos bagi 10 juta KK di desa. Nilainya Rp 600.000 per bulan selama tiga bulan.
Kementerian-kementerian juga diperintahkan meluncurkan program padat karya tunai. Total anggaran Rp 16,9 triliun. Di Kementerian Desa, misalnya, target program tersebut menjaring 59.000 tenaga kerja. Di Kementerian PUPR, targetnya 530.000 tenaga kerja. Total anggaran Rp 10,2 triliun.
Adapun untuk masyarakat DKI Jakarta, pemerintah memberikan bantuan berupa bahan pokok untuk 2,6 juta jiwa atau 1,2 juta KK. Nilainya Rp 600.000 per bulan selama tiga bulan. Total anggaran Rp 2,2 triliun. Skema yang sama diberikan untuk 1,6 juta jiwa atau 576.000 KK di wilayah Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Total anggaran Rp 1 triliun.
Program jaring pengaman sosial, termasuk bansos, menyasar rakyat bawah di desa dan kota. Oleh karena itu, efektivitas program juga ditentukan oleh peran serta aparatur di bawah, seperti perangkat desa dan kelurahan.
Persoalannya, perangkat desa dan kelurahan belum mengetahui persis program jaring pengaman sosial yang telah diputuskan pemerintah. Sejauh ini, informasi di aparatur pemerintahan di tingkat terbawah masih sangat minim dan simpang siur.
”Belum tahu. Yang sementara dibahas di desa baru anggaran dari kabupaten. Yang dari pusat belum tahu,” kata Kepala Dusun Nglahar, Kelurahan Sumbersari, Kecamatan Moyudan, Wahyu Wibowo di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jumat (10/4/2020).
Bansos adalah hal sensitif bagi perangkat desa. Tanpa informasi yang jelas dan pasti, mereka tidak akan berani bertindak karena apabila salah bisa dianggap memberikan janji palsu kepada warganya atau takut dianggap melanggar hukum.
Dengan situasi tersebut, para perangkat desa sampai saat ini belum bisa menyosialisasikan program jaring pengaman sosial untuk menjaga daya beli rakyat miskin dan rakyat rentan miskin akibat merebaknya Covid 19. Ujung-ujungnya masyarakat yang mengetahui informasi secara sepotong-potong pun minim pemahaman sehingga banyak yang akhirnya salah informasi.
Trismiati (37), warga Desa Tegalsari, Kecamatan Candimulyo, Kabupaten Magelang, misalnya, mengira bantuan sosial terkait Covid 19 hanya ditujukan untuk warga DKI Jakarta. Ia dan para tetangganya hanya tahu subsidi listrik pemerintah berlaku untuk rumah tangga dengan sambungan 450 VA. Padahal, pemerintah memberikan subsidi potongan tagihan 50 persen untuk sambungan 900 VA.
”Setahu saya bansosnya hanya untuk Jakarta. Kalau itu untuk seluruh Indonesia, gimana caranya saya bisa dapat,” katanya.
Trismiati adalah ibu rumah tangga beranak dua. Suaminya, Robit (35), bekerja mencetak batu bata di lahan sepetak dengan hasil yang pas-pasan. Itu pun tidak menentu. Ia sekeluarga tidak pernah menerima program bantuan sosial apa pun dari pemerintah sehingga layak mendapat bansos tunai yang akan disalurkan pemerintah selama tiga bulan ke depan.
Direktur Jenderal Penanganan Fakir Miskin Kementerian Sosial Asep Sasa Purnama menyatakan, pihaknya belum bisa menjelaskan secara detail tentang program bansos.
Belum bisa detail
Direktur Jenderal Penanganan Fakir Miskin Kementerian Sosial Asep Sasa Purnama menyatakan, pihaknya belum bisa menjelaskan secara detail tentang program bansos. ”Saya belum bisa menjelaskan secara detail,” katanya singkat.
Saat ditanya apakah ada mekanisme bottom up untuk program bansos bagi 9 juta keluarga, Asep juga tidak memberikan jawaban. Bottom up artinya warga miskin atau rentan miskin yang bukan peserta PKH maupun bantuan bahan pokok proaktif mendaftarkan diri.
Merujuk materi paparan Menteri Sosial Juliari Batubara dalam rapat dengan kementerian dan kepala daerah melalui telekonferensi beberapa hari lalu, pemerintah telah memiliki Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) 2020 sebagai dasar penyaluran bansos terkait Covid 19. Data tersebut adalah data warga miskin dan rentan miskin di Indonesia.
Terdapat 97,39 juta jiwa dalam 29 juta KK dalam kelompok tersebut. Rumah tangga yang belum mendapatkan bansos apa pun dari pemerintah selama ini berjumlah 9 juta KK.
Berkaca dari pengalaman di lapangan sejauh ini, sebagian data warga miskin dan rentan miskin yang dimiliki pemerintah tidak 100 persen akurat. Akibatnya, sebagian bantuan tidak tepat sasaran. Hal ini tidak hanya menyebabkan kebijakan menjadi tidak sepenuhnya efektif, tetapi juga memicu kecemburuan sosial di masyarakat desa.