Peran pemerintahan desa menjadi kunci untuk memutus rantai penyebaran virus korona baru penyebab penyakit Covid-19. Dengan pendekatan berbasis komunitas, maka sosialisasi dengan pencegahan penyakit itu bisa lebih dini.
Oleh
Adrian Fajriansyah
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS—Pemerintahan desa memiliki peran penting memutus rantai penyebaran virus korona baru penyebab penyakit Covid-19. Jika dari skala terkecil pemerintahan bisa memutus pandemi, hal itu bisa terus meluas ke skala lebih besar mulai dari kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, sampai negara. Untuk itu, desa coba diperkuat untuk menangani penyakit tersebut.
”Desa ini adalah cakupan terkecil pemerintahan. Kalau sudah kuat dengan adanya desa mandiri Covid-19, itu bisa meluas ke kecamatan, kabupaten, provinsi, bahkan negara,” kata Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT) Abdul Halim Iskandar dalam konferensi pers daring via kanal Youtube BNPB, Minggu (19/4/2020).
Abdul mengatakan, melalui Peraturan Menteri Desa PDTT Nomor 6 Tahun 2020 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2020, mereka memprioritaskan penggunaan anggaran desa untuk menangani wabah Covid-19. Fungsinya, untuk jaring pengaman sosial berupa bantuan langsung tunai, padat karya tunai desa, dan desa tanggap Covid-19. Itu dilakukan dari tingkat desa sampai RT/RW.
Desa ini adalah cakupan terkecil pemerintahan. Kalau sudah kuat dengan adanya desa mandiri Covid-19, itu bisa meluas ke kecamatan, kabupaten, provinsi, bahkan negara.
Hal paling utama coba dikuatkan, yakni pembentukan desa tanggap Covid-19. Untuk itu, desa diminta membentuk relawan desa lawan Covid-19. Fungsinya, aktif mengajak warga agar gotong royong menangani Covid-19. Ketuanya, kepala desa dan wakilnya, badan pemusyawaratan desa sehingga memungkinkan koordinasi lebih baik. Anggotanya semua komponen masyarakat desa dari remaja, toko masyarakat/agama, hingga ketua RT/RW.
”Sejauh ini, 40.000 desa atau 53 persen dari total desa di Indonesia sudah bentuk relawan desa lawan Covid-19, terutama di daerah dengan kasus Covid-19 tertinggi. Jumlah orang yang terlibat mencapai 1 juta warga. Adapun 47 persen terus berproses menuju ke sana,” katanya.
Pos jaga desa
Nantinya, desa tanggap Covid-19 juga harus membentuk pos jaga desa. Fungsinya, untuk memantau mobilitas warga desa baik dari dalam maupun luar. Pos jaga desa harus memastikan program jaga jarak berjalan di desanya. Ini semata-mata untuk memberikan rasa aman bagi masyarakat.
Sejauh ini, ada 8.400an desa yang membentuk pos tersebut. ”Pos jaga desa itu juga telah memberikan kontribusi besar untuk pendataan para pemudik yang kembali dari rantu. Secara keseluruhan, ada 31.615 desa atau 42 persen dari total desa di Indonesia yang sudah memantau pemudik,” tuturnya.
Pemantauan pemudik, tambah Abdul, itu sangat penting guna memberikan saran dan masukan terkait langkah ke depan untuk para pemudik yang ada. Sebab, menurut penjelasan Gugus Tugas Covid-19 ataupun BNPB, para pemudik statusnya langsung ODP (orang dengan pengawasan). Selanjutnya, tugas relawan desa membentuk menyiapkan ruang isolasi desa untuk para ODP tersebut.
Ruang isolasi desa sangat mendesak. Sebab, tidak semua warga desa memiliki ruang yang cukup untuk tempat isolasi mandiri. Umumnya, kamar tidur di rumah-rumah warga desa terbatas, bahkan ada yang hanya satu kamar per rumah. Di sinilah, posisi otoritas desa sangat penting untuk menyiapkan ruang isolasi.
”Sejauh ini, ada 8.954 desa yang menyediakan ruang isolasi dengan total kapasitas 35.000 tempat tidur. Ruang isolasi itu memanfaatkan ruang sekolah dasar, paud, hingga balai desa. Ruangan itu telah dimanfaatkan untuk melayani 24.519 ODP,” pungkas Abdul.
Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo menuturkan, penanganan Covid-19 ini butuh dukungan semua pihak. Otoritas desa memiliki peran strategis tersebut. ”Kami berharap semua kepala desa berkontribusi untuk menyukseskan program desa tanggap Covid-19, antara lain mengajak semua elemen desa terlibat dari desa, RT/RW, sampai masyarakat,” ujarnya.
Kasus bertambah
Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto mengutarakan, sejauh ini, mereka telah mengaktifkan 35 laboratorium untuk melakukan tes PCR. Namun, mereka meyakinkan jumlah laboratorium yang aktif akan segera bertambah karena reagen tambahan segera datang dan segera didistribusikan ke semua laboratorium jejaring di Indonesia.
Dari laboratorium yang ada, mereka telah melakukan uji PCR terhadap 47.478 spesimen dari 42.219 orang yang diperiksa. Hasilnya, total kasus positif 6.575 orang dan total kasus negatif 35.644 orang. Terdata pula pasien dengan pengawasan (PDP) 15.646 orang dan ODP 178.883 orang.
”Mereka akan dikonfirmasi lagi dengan tes PCR untuk memastikan kasusnya positif atau negatif Covid-19. Kalau negatif, tentu mereka akan dikeluarkan dari data dengan catatan tetap dalam pengawasan rumah sakit,” katanya.
Berdasarkan data dari 250 kabupaten/kota di 34 provinsi per 19 April, Gugus Tugas Covid-19 mendata jumlah kasus positif baru 327 orang sehingga total menjadi 6.575 orang. Jumlah pasien sembuh baru 55 orang sehingga total menjadi 686 orang, sedangkan jumlah korban meninggal baru 47 jiwa sehingga total menjadi 582 jiwa.
”Data itu menunjukkan, kasus baru masih terus terjadi. Itu karena masih ada penyebaran di luar rumah sakit. Tapi, ada kabar positif pula karena kasus sembuh terus bertambah. Kami berharap penguatan penanganan pra rumah sakit diperkuat, antara lain masyarakat harus displin menerapkan protokol jaga jarak ataupun kesehatan yang ada,” pungkas Yurianto.