Peserta Keluhkan Saldo Kartu Prakerja yang Belum Juga Cair
Para peserta Program Kartu Prakerja masih menantikan saldo untuk memanfaatkan pelatihan yang disediakan. Mereka berharap saldo pelatihan segera cair sehingga insentif untuk memenuhi kebutuhan pokok pun dapat dicairkan.
Oleh
SHARON PATRICIA
·4 menit baca
Program Kartu Prakerja yang ditujukan untuk korban pemutusan hubungan kerja dan pekerja sektor informal yang terdampak coronavirus disease atau Covid-19 terus disoroti. Sejumlah persoalan muncul, mulai dari keterbatasan kuota penerima hingga bantuan yang belum juga cair.
Para peserta Program Kartu Prakerja yang telah dinyatakan lolos verifikasi, hingga Rabu (22/4/2020), mengaku belum menerima saldo sebesar Rp 1 juta untuk mengikuti pelatihan. Artinya, bantuan tunai Rp 600.000 per bulan sebagai insentif pun belum mereka terima.
Febryan (20), satu dari 2,08 juta peserta Kartu Prakerja yang dinyatakan lolos, mengatakan, dirinya belum juga menerima saldo meski telah dikabarkan lolos sejak Sabtu (18/4/2020). Ia berharap bantuan dapat segera cair, selain untuk ikut pelatihan, juga untuk mendapatkan insentif.
Sebagai salah satu korban pemutusan hubungan kerja (PHK), Febryan mengaku tabungannya diperkirakan hanya cukup untuk maksimal satu setengah bulan ke depan. Ia terkena PHK sejak akhir Maret 2020.
”Sampai sekarang tulisan saldonya masih dalam proses, enggak tahu kapan cairnya. Saya kira bisa cair saat pengumuman keluar, ternyata masih harus menunggu,” katanya.
Sama halnya dengan Mentari Ramadani (25), peserta Kartu Prakerja yang juga dinyatakan lolos, tetapi belum menerima saldo hingga sekarang. Awalnya, ia mengira saldo akan cair dalam waktu dekat sehingga dapat segera digunakan untuk menambah ilmu dan meningkatkan pendapatan.
Pasalnya, sebagai guru honorer sekolah dasar di Nganjuk, Jawa Timur, meski masih mendapatkan gaji, ia mengaku tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan harian. ”Gaji saya sebulan Rp 350.000, masih kurang untuk kebutuhan sehari-hari makanya saya ikut Program Kartu Prakerja,” kata Mentari.
Tak hanya mereka yang sudah dinyatakan lolos, persoalan lain juga datang dari mereka yang mencoba mendaftar Program Kartu Prakerja gelombang ke-2. Seharusnya, pendaftaran dilakukan sejak Senin (20/4/2020) hingga Kamis (23/4/2020), tetapi banyak calon peserta masih kesulitan untuk mendaftar.
Keluhan terlihat dari warganet yang mengomentari akun Twitter Kementerian Ketenagakerjaan. Mayoritas warganet menanyakan kejelasan proses pendaftaran karena mereka telah gagal berulang kali untuk mendaftar.
Salah satu warganet, Maulana Hidayat, menuliskan komentarnya di Twitter, ”Pukul 12.46 pagi tanggal 21 April 2020, saya refresh page (perbaharui laman) terus ’tahap 2’ tapi masih belum terbuka”.
Adapun warganet lainnya, Anton, memohon bagian administrasi Program Kartu Prakerja untuk merespons pertanyaan calon peserta yang belum berhasil mendaftar gelombang ke-2. ”Bagaimana caranya untuk ikut gelombang ke-2 tapi tidak ada tombol gabung, mohon penjelasannya, terima kasih,” tulisnya.
Kurang tepat
Kepala Departemen Ekonomi Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia Yose Rizal Damuri terus menyoroti mekanisme Program Kartu Prakerja. Menurut dia, conditional assistance (bantuan bersyarat) tidak tepat dijadikan solusi membantu korban PHK dan pekerja informal di tengah pandemi Covid-19.
Program Kartu Prakerja mensyaratkan para peserta untuk terlebih dahulu mengikuti pelatihan sebelum menerima insentif. Dari Rp 3,55 juta, peserta akan menerima insentif Rp 600.000 per bulan selama empat bulan dan insentif mengisi survei Rp 150.000 jika menyelesaikan pelatihan dengan biaya Rp 1 juta.
Bantuan yang dibutuhkan saat ini, kata Yose, adalah bantuan tunai, bukan pelatihan-pelatihan secara daring. Sebab, meskipun kemampuan masyarakat meningkat, lapangan kerjanya belum tersedia.
”Harusnya tidak perlu dilanjutkan lagi Program Kartu Prakerja, pemerintah dapat mengalihkannya menjadi bantuan langsung tunai. Kalau dipaksakan seperti saat ini, saya pikir tujuan program (meningkatkan kemampuan dan memberi bantuan sosial) tidak akan tercapai,” kata Yose.
Dengan total anggaran Rp 20 triliun dan Rp 5,6 triliun di antaranya untuk membiayai pelatihan kepada delapan provider yang bermitra, Yose menilai, harus ada evaluasi penggunaan anggaran. ”Lebih baik Rp 20 triliun itu dijadikan bantuan langsung untuk korban PHK dan sektor informal,” ujarnya.
Untuk diketahui, pada gelombang pertama, ada 2,08 juta orang yang terseleksi dari 5,96 juta orang yang mendaftar. Namun, hanya ada 200.000 orang yang akan menerima manfaat untuk gelombang pertama, sementara yang lain harus menunggu di gelombang berikutnya.
Sementara itu, jumlah penganggur kian meningkat. Kementerian Ketenagakerjaan mencatat, ada 1,9 juta pekerja yang menjadi penganggur per 20 April 2020. Dari jumlah itu, sebanyak 1,55 juta pekerja formal dirumahkan dan di-PHK. Adapun di sektor informal ada 538.385 pekerja yang kehilangan pekerjaan.