Tanggalkan Simbol-simbol Politik di Bantuan Sosial
Penyelenggara negara di pusat dan daerah diimbau tak memasukkan identitas diri atau citra diri dalam bansos dari anggaran negara yang dibagikan ke masyarakat. Di tengah Covid-19, tak pantas didomplengi citra diri.
Oleh
BOW/PDS/INA/AIN/HRS/VIO/ RTG/IDO/TAM
·3 menit baca
Bantuan sosial untuk warga terdampak pandemi Covid-19 harus bersih dari simbol politik dan citra diri pejabat publik. Potensi politisasi bansos untuk Pilkada 2020 amat terbuka.
JAKARTA, KOMPAS — Penyelenggara negara di pusat dan daerah diimbau tidak memasukkan identitas diri atau citra diri dalam bantuan sosial dari anggaran negara yang dibagikan kepada masyarakat di tengah pandemi Covid-19. Pandemi tidak sepatutnya dijadikan ajang politisasi dan pencitraan.
Sebelumnya, dugaan politik pencitraan dalam Pilkada 2020 dilakukan sejumlah petahana, seperti Bupati Klaten, Jawa Tengah, Sri Mulyani. Bupati mendapat sorotan karena pembagian hand sanitizer diberi stiker bergambar wajahnya. Setelah stiker dilepas, tertulis bantuan dari Kementerian Sosial.
Sri Mulyani meminta maaf atas penempelan fotonya. Dia mengklarifikasi bahwa hal itu terjadi karena kesalahan di lapangan. Menurut dia, bantuan dari Kemensos hanya 1.000 botol, sedangkan bantuan yang dibagikan Pemerintah Kabupaten Klaten mencapai puluhan ribu botol. ”Di lapangan mungkin ditempeli semua,” katanya (Kompas.com, 27/4).
Badan Pengawas Pemilu Lampung juga tengah mengkaji potensi temuan serupa di sejumlah kabupaten/kota.
Jabatan itu melekat ke orangnya. Ngawur kalau dia sampai pasang foto sendiri atau namanya di bansos yang bukan dari dananya.
Saat dihubungi, Guru Besar Sejarah Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, Azyumardi Azra, Rabu (29/4/2020), menyarankan, sebaiknya di bansos dituliskan bantuan bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sehingga tak mudah dipolitisasi. Jika terpaksa, pemerintah pusat dapat menggunakan nama instansi yang memberi bansos.
”Jabatan itu melekat ke orangnya. Ngawur kalau dia sampai pasang foto sendiri atau namanya di bansos, yang bukan dari dananya,” ujar Azyumardi.
Menurut dia, pejabat seharusnya punya etika kepantasan, apalagi di tengah penderitaan rakyat akibat Covid-19.
Direktur Eksekutif Network for Democracy and Electoral Integrity Ferry Kurnia Rizkiyansyah menilai, seharusnya pejabat negara fokus saja ke kerja kemanusiaan sehingga tidak perlu memanfaatkan bantuan sosial untuk kepentingan lain, apalagi elektoral.
Pelaksanaan pilkada, kata Ferry, seyogianya bisa digelar setelah pandemi selesai sekitar September 2021. Dengan begitu, persiapan dan kualitas pemilu tak dinodai politisasi bansos. Apalagi, mengutip data Komisi Pemberantasan Korupsi, ada 218 petahana yang berpotensi maju di Pilkada 2020. Adapun Pilkada 2020 di 270 daerah akan tetap diselenggarakan tahun ini.
”Potensi abuse of power oleh oknum petahana, khususnya yang mencalonkan kembali, atau calon kepala daerah sangat besar dalam memanfaatkan bansos bagi kepentingannya,” ujar Ferry.
Sementara itu, Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri Bahtiar mengatakan, penggunaan simbol-simbol politik di bansos harus dihindari agar tidak menuai fitnah.
Menurut dia, seyogianya, bansos memakai lambang daerah atau institusi, bukan nama atau stiker wajah pribadi. Penggunaan nama institusi masih diperbolehkan agar tak ada pihak-pihak yang mengklaim sehingga menimbulkan masalah. Terhadap pemda yang memakai simbol jabatan politik, Bahtiar akan mengevaluasi.
Pengemasan bantuan sosial awalnya sempat terkendala karena kantong pembungkusnya tak mencukupi. Pemasok-pemasok juga kesulitan bahan baku yang awalnya impor. Kemudian, Kementerian Sosial menggandeng PT Sritex dan sejak pekan lalu membuat tas kantong tersebut.
Sementara itu, rapat dengar pendapat Komisi III DPR dengan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi di Jakarta memunculkan harapan agar bantuan penanganan Covid-19 tepat sasaran dan jangan sampai dikorupsi. KPK dituntut mengawasi penggunaan dana Covid-19 agar tidak diselewengkan. Terhadap potensi bansos diboncengi kepentingan politik, KPK juga diminta mengawasinya.
Terkait bansos untuk warga terdampak Covid-19 yang dibagikan dalam kantong bertuliskan ”Bantuan Presiden” dengan logo Sekretariat Presiden, Menteri Sosial Juliari Batubara mengatakan, pengemasan bantuan sosial awalnya terkendala karena kantong pembungkusnya tak mencukupi. Pemasok-pemasok juga kesulitan bahan baku yang awalnya impor. Kemudian, Kemensos menggandeng PT Sritex dan sejak pekan lalu membuat tas kantong tersebut.
Kepala Sekretariat Presiden Heru Budi Hartono menjelaskan, bahan kebutuhan pokok yang dikemas dalam kantong berlogo Kemensos itu memang bantuan sosial. Bantuan itu berbeda dengan bantuan bahan kebutuhan pokok yang dibagikan Presiden Joko Widodo.