1,7 Juta Orang Kehilangan Pekerjaan akibat Covid-19
Akibat pandemi Covid-19, sedikitnya 1,7 juta orang kehilangan pekerjaan. Oleh karena itu, pemerintah mengeluarkan kebijakan stimulus ekonomi kepada pengusaha guna mempertahankan kelangsungan usaha dan cegah adanya PHK.
JAKARTA, KOMPAS — Sedikitnya 1,7 juta orang kehilangan pekerjaan di tengah krisis Covid-19. Oleh karena itu, pemerintah baru-baru ini mengeluarkan kebijakan stimulus ekonomi kepada pengusaha guna mempertahankan kelangsungan usaha sehingga bisa menghindari pemutusan hubungan kerja atau merumahkan buruh tanpa upah.
Stimulus ekonomi itu antara lain insentif Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, PPh Pasal 22 Impor, PPh Pasal 25, dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Ada pula pemotongan pembayaran iuran Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
Data resmi tentang penduduk yang kehilangan pekerjaan tersebut dilaporkan Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah dalam rapat terbatas dipimpin Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (4/5/2020). Tersambung dari kantor masing-masing dalam rapat melalui telekonferensi itu Wakil Presiden Ma’ruf Amin dan sejumlah menteri Kabinet Indonesia Maju. Agenda rapat adalah laporan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.
Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo dalam keterangan pers usai rapat terbatas menyatakan, menanggulangai bencana tidak boleh menimbulkan bencana baru. Oleh karena itu, integral dengan usaha seluruh pemangku kepentingan menanggulangi penyebaran Covid-19 adalah menjaga agar masyarakat tidak jatuh dalam kesulitan hidup karena kehilangan pekerjaan.
Baca juga: Presiden: Hitung Ulang Dampak Covid-19
”Upaya kita semua untuk bisa mencegah masyarakat tidak terpapar Covid-19, tetapi juga menjaga warga masyarakat tidak terkapar karena di-PHK,” kata Doni.
Upaya kita semua untuk bisa mencegah masyarakat tidak terpapar Covid-19 tetapi juga menjaga warga masyarakat tidak terkapar karena di-PHK.
Mengutip laporan Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah dalam rapat terbatas, Doni menyampaikan, sejauh ini warga yang telah kehilangan pekerjaan mencapai 1.722.956 orang. Jumlah ini terdiri dari 1.032.960 buruh yang dirumahkan, 375.165 buruh yang di-PHK, dan 314.833 orang di sektor informal yang pekerjaannya mandek.
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Wilayah Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Jawa Timur Nuruddin Hidayat, di Surabaya, menyatakan, banyak anggota FSPMI di Jawa Timur yang telah di-PHK tanpa diberi pesangon sesuai ketentuan. Ada pula yang dirumahkan tanpa kejelasan. Tak sedikit pula yang diputus kontrak sebelum masa kontrak habis tanpa mendapat kompensasi sesuai ketentuan.
Dalam situasi ini, Nuruddin melanjutkan, penegakan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mutlak harus dijalankan oleh pemerintah. Tanpa intervensi pemerintah, buruh akan selalu menjadi pihak yang dirugikan.
Terkait data resmi pemerintah tentang buruh yang di-PHK dan dirumahkan tersebut, Nuruddin berpendapat, itu adalah jumlah yang didasarkan atas pelaporan resmi berjenjang dari dinas tenaga kerja di daerah. Sementara ada banyak perusahaan yang melakukan tindakan PHK atau merumahkan buruhnya tanpa melapor ke dinas tenaga kerja setempat sehingga tidak tercatat.
”Saya yakin jumlah buruh yang kehilangan pekerjaan jauh lebih banyak dari data resmi pemerintah,” kata Nuruddin.
Hasil kajian Center of Reform on Economics (Core) Indonesia menyebutkan, Covid-19 berpotensi meningkatkan jumlah pengangguran besar-besaran. Dalam beberapa pekan terakhir, gelombang PHK sudah merebak di sejumlah sektor mulai manufaktur hingga jasa, misalnya pariwisata, transportasi, perdagangan, dan konstruksi.
Core Indonesia memproyeksikan peningkatan jumlah pengangguran terbuka pada triwulan II-2020 dalam tiga skenario, yakni ringan, sedang, dan berat. Setiap skenario memperkirakan tingkat pengangguran terbuka (TPT) secara nasional bertambah 4,25 juta orang, 6,68 juta orang, dan 9,35 juta orang. Atas dasar asumsi itu, TPT per triwulan II-2020 akan mencapai 8,2 persen, 9,79 persen, atau 11,47 persen.
Pada Agustus 2019, jumlah pengangguran terbuka tercatat 7,05 juta orang atau 5,28 persen dari total angkatan kerja. Ini belum termasuk yang setengah menganggur sejumlah 8,14 juta orang dan pekerja paruh waktu sejumlah 28,41 juta orang.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, pekan lalu, menyatakan, pemerintah memberikan insentif kepada dunia usaha. Tujuannya adalah agar pengusaha bisa menghindari PHK.
Insentif itu misalnya insentif PPh Pasal 21, PPh Pasal 22 Impor, PPh Pasal 25, dan PPN. Ada pula pemotongan pembayaran iuran Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) sebesar 90 persen dari iuran normal selama tiga bulan yang bisa diperpanjang untuk tiga bulan berikutnya.
Evaluasi
Presiden Joko Widodo dalam arahannya pada rapat terbatas menginstruksikan evaluasi terhadap pelaksanaan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di 4 provinsi dan 22 kabupaten dan kota. Target-target dalam melaksanakan PSBB harus menjadi bagian dari evaluasi.
”Saya ingin memastikan ini betul-betul diterapkan secara ketat dan efektif. Saya melihat beberapa kabupaten dan kota telah melewati tahap pertama dan akan ke tahap kedua. Ini perlu evaluasi. Maka, yang penerapannya over dan mana yang kendur. Ini penting (dievaluasi) sehingga kami bisa perbaiki,” kata Presiden Jokowi.
Presiden juga menginstruksikan untuk pemantauan secara ketat potensi penyebaran Covid-19 di beberapa kluster yang dianggap rawan. Kluster yang dimaksud adalah kluster pekerja migran, jemaah tablig, Goa, rembesan pemudik, dan industri.
”Ini perlu betul-betul dimonitor secara baik. Kita lihat bahwa pekerja migran Indonesia sudah 89.000 orang yang sudah kembali. Akan ada tambahan lagi 16.000 orang. Ini harus ditangani, dikawal secara baik di lapangan agar jangan sampai muncul gelombang (penyebaran) kedua,” kata Presiden.
Presiden juga menginstruksikan kepada para menteri untuk mempercepat penyaluran jaring pengaman sosial (JPS). Sejauh ini, sejumlah program JPS telah berjalan, di antaranya Program Keluarga Harapan (PKH), paket sembako, bantuan sosial tunai, dan bantuan langsung tunai dari dana desa.
Sudah berjalan. Tapi saya minta kecepatan bansos sampai di tangan keluarga penerima betul-betul semakin cepat.
”Sudah berjalan. Tapi saya minta kecepatan bansos sampai di tangan keluarga penerima betul-betul semakin cepat. Semakin cepat diterima semakin baik. Saya minta minggu ini. Saya minta mensos, gubernur, bupati, walikota, camat, sampai dengan kepala desa turun ke lapangan menyisir. Saya minta berikan fleksibiltas kepada daerah agar kalau ada warga yang miskin yang belum dapat bansos agar segera dicarikan solusinya,” kata Presiden.
Baca juga: Industri Terimbas Dampak Covid-19
Dalam penyaluran bantuan tersebut, Presiden menekankan pentingnya transparansi. Data penerima bantuan sosial agar dibuka kepada publik. Sekurang-kurangnya adalah daftar penerima, kriteria penerima, dan wujud bantuan yang diterima. Melalui upaya ini, diharapkan kecurigaan tidak timbul dan pemerintah segera bisa melakukan koreksi di lapangan manakala ada kekeliruan.
”Yang terakhir, saya minta dibuat hotline untuk pengaduan sehingga apabila ada penyimpangan, kita bisa ketahui secara cepat,” kata Presiden menutup arahannya.