Angka Kehamilan Diperkirakan Melonjak Selama Pandemi Covid-19
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional mencatat, jumlah pengguna alat kontrasepsi menurun sekitar 40 persen selama pandemi Covid-19. Kondisi itu bakal menambah jumlah kehamilan.
Oleh
Sonya Hellen Sinombor
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kebijakan pembatasan sosial, terutama pembatasan sosial berskala besar, di tengah situasi pandemi Covid-19 yang membuat masyarakat tinggal di rumah juga berdampak besar pada kehidupan suami istri. Tinggal di rumah dalam waktu yang lama membuat angka kehamilan selama pandemi Covid-19 meningkat. Jika dibiarkan, diperkirakan dalam tiga bulan ini kehamilan akan melonjak drastis.
Kondisi ini terjadi karena pada masa pandemi Covid-19 layanan untuk alat kontrasepsi di sejumlah klinik dan bidan tidak berjalan seperti biasanya. Sementara para ibu pengguna alat kontrasepsi juga banyak yang tidak datang ke klinik karena khawatir tertular virus korona baru yang menyebabkan penyakit Covid-19. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mendapat laporan, jumlah pengguna alat kontrasepsi menurun sekitar 40 persen.
”Kenapa menurun hampir 40 persen? Karena banyak klinik tidak melayani, ada yang mau datang suntik KB ke bidan, tetapi karena petugasnya sudah agak tua, terus jadi takut. Bidan yang biasa periksa pasien 40 orang jadi turun jumlah yang diperiksa. Begitu juga pasien atau akseptor juga merasa tidak penting-penting amat, tidak datang periksakan diri,” ujar Kepala BKKBN Hasto Wardoyo di Jakarta, Selasa (5/5/2020).
Laporan tentang menurunnya jumlah pengguna alat kontrasepsi diterima Hasto sejak awal April 2020 lalu. Menurut dia, jika dibiarkan, kondisi tersebut akan membuat angka kehamilan melonjak. Dia mencontohkan, jika pasangan suami istri sedang dalam usia subur, dalam seminggu dua sampai tiga kali melakukan hubungan badan dan tidak menggunakan alat kontrasepsi, potensi kehamilannya cukup tinggi.
”Dari 100 pasangan yang berhubungan, biasanya ada 15 perempuan yang hamil. Nah, kalau sampai ada 15 persen yang hamil, itu kan kenaikan angka kehamilan lumayan,” ujar Hasto.
Dia menyebutkan, dalam satu tahun, sekitar 4,8 juta orang melahirkan. Sementara pasangan usia subur di Tanah Air saat ini sekitar 28 juta pasangan. Jika selama pandemi Covid-19 ada 2,8 juta pasangan yang tidak menggunakan alat kontrasepsi, tiap bulan akan ada terjadi 400.000 kehamilan. Dalam dua sampai tiga bulan, angkanya bisa mencapai 800.000 kehamilan.
”Kalau biasanya angka kehamilan hanya 4,8 juta kehamilan, itu kalau dibiarkan dalam dua tiga bulan bisa naik sampai 5,6 juta kehamilan. Itu kalau kita biarkan. Makanya, jangan dibiarkan. Kami sudah menyiapkan nanti pada bulan Juni akan dilakukan layanan sejuta akseptor gratis untuk menjangkau sampai desa-desa,” katanya.
Untuk mengetahui data sebenarnya penurunan jumlah pengguna alat kontrasepsi di masa pandemi Covid-19, Hasto menjadwalkan akan melakukan evaluasi dengan seluruh jajaran BKKBN di Indonesia pada Rabu (6/5/2020) ini.
Kepada pasangan suami istri usia subur, Hasto meminta agar sebaiknya kehamilan ditunda di masa pandemi Covid-19. ”Sebab, kalau hamil muda, daya tahan mudah turun, mual dan muntah sering terjadi, dan juga bisa terjadi abortus. Sementara pelayanan tidak semudah kalau tidak ada pandemi Covid-19,” tuturnya.
BKKBN juga akan mendistribusikan obat dan alat kontrasepsi kepada bidan praktik secara gratis. Dia berharap warga di desa-desa juga tetap melanjutkan kontrasepsi, jangan berhenti.
”Pesan teknis saya, kalau yang menggunakan susuk, kalau masa berlaku sudah habis, segera datang ke bidan terdekat. Karena susuk tidak bisa ditunda, sementara bisa ganti dulu dengan suntik atau minum pil. Kalau untuk pengguna spiral, ditunda masih lumayan, seminggu dua minggu masih aman, tetapi tolong segera datang ke bidan terdekat,” ujar Hasto.
Adapun kepada ibu-ibu yang tengah hamil saat ini, dia meminta agar tidak cemas. Sebaliknya, tetap menjaga kehamilan dengan baik selama tinggal di rumah.
Secara terpisah, dalam diskusi daring ”Gerakan Bersama Melawan Covid-19: Pengelolaan Modal Sosial dalam Masa Pandemi Covid-19 Berbasis Organisasi Sosial/Kelompok Sosial dan Pendidikan Perempuan” yang diselenggarakan Asosiasi Pusat Studi Wanita/Gender dan Anak Indonesia (ASWGI), Selasa petang, sejumlah peserta mengungkapkan situasi dan kondisi perempuan-perempuan di daerah.
Salah satunya soal meningkatnya angka kehamilan. Mintje Ratoe Oedjoe, Ketua Bidang Pendidikan ASWGI dari Universitas Nusa Cendana, Kupang, Nusa Tenggara Timur, mengungkapkan, dari komunikasi dengan beberapa pegawai di BKKBN NTT, diperolah informasi bahwa banyak bidan dan klinik tidak bisa melayani ibu-ibu pengguna kontrasepsi sehingga mereka harus berusaha mencari ke tempat lain untuk mendapatkan pil KB atau alat kontrasepsi.
”Di masa pandemi Covid-19 ada kecenderungan kehamilan yang tidak diinginkan terjadi. Meskipun kami belum punya data, dari informasi saat ini, banyak ibu hamil karena tidak bisa keluar rumah untuk mendapatkan layanan KB,” kata Mintje.
Diskusi juga menghadirkan pembicara Ketua Umum Kongres Wanita Indonesia (Kowani) Giwo Rubianto, RAY Febri H Dipokusumo (Rotary 3420), Misiyah (Direktur Institut Kapal Perempuan), dan Meuthia F Fachruddin (pengurus ASWGI). Para pembicara membahas berbagai persoalan yang dihadapi perempuan saat pandemi Covid-19. Tidak hanya angka kehamilan bertambah, saat diam di rumah, perempuan juga rentan mengalami kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan seksual, dan berbagai kekerasan lain.
Untuk mengantisipasi kondisi tersebut, organisasi perempuan dan komunitas perempuan diharapkan aktif mengedukasi masyarakat agar kekerasan terhadap perempuan bisa dicegah.