Penyerapan produk hasil pertanian menjadi poin penting menjaga kontinuitas dari kegiatan produksi petani. Masyarakat pun kini saling bahu-membahu membantu penyerapan hasil produksi melalui belanja daring.
Oleh
Sharon Patricia
·4 menit baca
Pandemi coronavirus disease atau Covid-19 tidak hanya memukul dunia kesehatan, tetapi juga dunia ekonomi, termasuk sektor pangan. Penerapan pembatasan sosial berskala besar di sejumlah daerah telah menurunkan daya serap pangan di tingkat petani ataupun pedagang di pasar tradisional.
Data Badan Pusat Statistik yang dikutip Kompas pada Jumat (8/5/2020) menunjukkan, nilai tukar petani (NTP) pada April 2020 kembali merosot ke posisi 100,32. Merosotnya NTP terjadi sejak empat bulan terakhir, yakni dari Januari (104,16), Februari (103,35), hingga Maret (102,09).
NTP ini menjadi salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan atau daya beli petani di perdesaan. Artinya, menurunnya NTP juga mencerminkan turunnya kesejahteraan petani karena nilai yang mereka terima hampir sama dengan nilai yang dibelanjakan.
Selain karena distribusi pangan yang terganggu, rendahnya daya serap juga disebabkan oleh tutupnya rumah makan, mal, toko, hotel hingga pembatasan jam operasionalisasi pasar. Kini, masyarakat pun saling bahu-membahu membantu penyerapan pangan dari tingkat petani dan pedagang di pasar tradisional.
Erni Setyowati (45), dosen di daerah Jakarta Timur, mengaku telah memulai berbelanja secara daring sejak 2018. Menurut dia, layanan ini sangat efisien dari segi biaya ataupun waktu bagi dirinya yang tidak memiliki banyak waktu untuk berbelanja langsung ke pasar atau pusat perbelanjaan.
Selain itu, kata Erni, dalam berbelanja secara daring, ia melihat terlebih dahulu visi dan misi dari perusahaan yang menyediakan layanan belanja sayur secara daring. Sebagai contoh, sejak 2018 ia berbelanja di Sayurbox karena memberdayakan petani dan menyediakan produk organik.
”Sejauh ini saya merasa produk dan kualitas barang yang diberikan sangat memuaskan, sayuran dan buah masih segar. Jadwal pengiriman pun tepat waktu, saya biasanya berbelanja satu minggu sekali, kalau pesan hari ini besoknya pasti datang,” kata Erni.
Dalam masa pandemi Covid-19, Erni juga mencoba berbelanja di platform lain, yaitu Tukangsayur.co dengan alasan keberagaman produk. Tak hanya itu, berbelanja di platform ini pun dapat mendukung para pedagang di pasar dan layanan ojek daring yang terdampak pandemi covid-19.
Begitupun Arni Setiyani (28), karyawan swasta di daerah Jakarta Selatan itu menyampaikan, ia sudah mulai berbelanja sayur secara daring sejak 16 Maret 2020 seiring dengan adanya pandemi Covid-19 dan pemberlakuan bekerja dari rumah. Menurut dia, layanan ini membantu memudahkan kegiatan berbelanja kebutuhan pangan.
”Dengan kondisi sekarang, belanja sayur secara daring itu membantu kita untuk #socialdistancing. Jadi lebih praktis juga karena kita enggak perlu setiap hari ke tukang sayur atau ke pasar dan jadi lebih fokus membeli apa yang kita butuhkan,” kata Arni.
Menurut dia, harga dan kualitas yang ditawarkan tidak jauh berbeda dengan harga di pasar. Selain terbantu, Arni pun merasa membantu petani dalam menyerap hasil produksi pangan dan para pedagang sayur yang kini jam operasionalisasinya dibatasi.
Terbatas
Aplikasi Regopantes juga menyediakan penjualan daring untuk produk-produk pertanian, seperti sayur, buah, beras, bumbu dapur yang dipasok langsung dari petani. Untuk saat ini, area layanan yang disediakan baru mencakup wilayah kota Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek).
Begitupun aplikasi Sayurbox dengan wilayah distribusi yang masih terbatas di sekitar Jabodetabek. Sementara itu, layanan Tukangsayur.co yang mengambil produk pangan dari pasar tradisional juga masih mencakup wilayah terbatas di sekitar Jakarta.
Pengamat pertanian Khudori menilai, dalam skala tertentu, penjualan produk hortikultura secara daring memang membantu, tetapi jangkauan distribusi tetap terbatas. Sebab, masih berpusat di kota-kota besar dan belum semua daerah dapat mengakses internet.
”Untuk di daerah-daerah urban, itu (penjualan secara daring) tidak terlalu bermasalah tapi bagaimana daerah-daerah yang belum terjangkau akses internet? Maka, peran pemerintah daerah menjadi penting untuk menjamin produksi pangan dari petani terserap,” kata Khudori.
Butuh langkah yang tidak biasa, kata Khudori, untuk menyerap hasil produksi pangan dan menyelamatkan para petani. Misalnya, dengan mengalokasikan pendapatan dari aparatur sipil negara untuk membeli produk-produk hortikultura langsung dari petani.
Khudori menegaskan, pemerintah harus menjamin proses produksi di tingkat petani tetap berjalan dan ada yang menyerap sehingga kontinuitas terjaga. Jika tidak, ancaman krisis pangan akan terus membayangi dan bahkan menjadi kenyataan di masa depan.
Prioritas
Guna menjaga agar para petani tetap berproduksi, pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian juga akan memberikan stimulus kepada petani. Pada 28 April 2020 diputuskan, petani akan diberikan insentif sebesar Rp 600.000 per bulan selama tiga bulan kepada petani miskin. Jumlah petani miskin yang akan menerima diperkirakan 2,7 juta petani.
Secara rinci, bantuan akan diberikan secara tunai sebesar Rp 300.000, sementara sisanya untuk sarana-prasarana produksi pertanian, misalnya bibit dan pupuk. Total stimulus yang akan diberikan mencapai Rp 4,39 triliun.
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance, Rusli Abdullah, menyampaikan, diperlukan akurasi data petani miskin sehingga bantuan dapat tepat sasaran. Selain itu, penting untuk menentukan skala prioritas yang diukur dari jenis komoditas dan geografis.
”Tidak semua petani harus diberikan. Pemerintah harus melihat betul-betul jenis komoditas apa yang sangat terdampak dan di wilayah mana sehingga bantuan akan diprioritaskan untuk para petani di sana,” kata Rusli.