Ada Pengecualian Perjalanan, Pastikan Calon Penumpang Bebas Covid-19
Esensi pengendalian transportasi itu adalah mencegah penularan. Untuk itu, penting untuk memastikan seseorang yang mendapatkan pengeculian itu benar-benar negatif Covid-19.
Oleh
Cyprianus Anto Saptowalyono
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kebijakan pengendalian transportasi bertujuan mencegah penyebaran Covid-19, penyakit yang disebabkan virus korona jenis baru. Pada saat ada pengecualian dalam regulasi pengendalian itu, salah satu tantangannya adalah memastikan orang yang mendapat pengecualian perjalanan benar-benar bebas Covid-19.
Akademisi Program Studi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia Pusat Djoko Setijowarno mengatakan, esensi pengendalian transportasi itu adalah mencegah penularan. Untuk itu, penting untuk memastikan seseorang yang mendapatkan pengeculian itu benar-benar negatif Covid-19.
Terkait hal ini, tes reaksi rantai polimerase (PCR) atau tes usap tenggorokan (swab) perlu dilakukan terlebih dahulu terhadap orang yang mendapatkan pengecualian. Keakuratan hasil pengujian itu bisa untuk meyakinkan orang tersebut layak mendapatkan pengecualian perjalanan.
”Hal yang harus dijaga adalah jangan sampai ada penularan Covid-19 akibat kegiatan bertransportasi,” ujarnya ketika dihubungi di Jakarta, Sabtu (9/5/2020).
Esensi pengendalian transportasi itu adalah mencegah penularan. Untuk itu, penting untuk memastikan seseorang yang mendapatkan pengeculian itu benar-benar negatif Covid-19.
Sebelumnya, pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 18 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi untuk Mencegah Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Dengan tujuan yang sama, pada 23 April 2020, pemerintah juga menerbitkan Permenhub No 25/2020 tentang Pengendalian Transportasi Selama Masa Mudik Idul Fitri Tahun 1441 Hijriah.
Berikutnya pada 6 Mei 2020, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 menerbitkan Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 tentang Kriteria Pembatasan Perjalanan Orang Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Isinya adalah memberikan pengecualian terhadap setiap warga yang memiliki kebutuhan khusus dan kepentingan mendesak.
Surat edaran tersebut dikhawatirkan melonggarkan kebijakan pengendalian transportasi di tengah pandemi karena berpotensi disalahgunakan untuk berbagai kepentingan, baik swasta maupun pemerintah. Hal ini berpotensi terjadi karena surat bisa diterbitkan atau bahkan dibuat untuk memobilisasi sekelompok orang yang memiliki kepentingan tertentu.
Kepala Pusat Ekonomi Makro dan Finansial Institute for Development of Economics and Finance (Indef) M Rizal Taufikurahman mengemukakan, pemerintah harus menjaga konsistensi kebijakan terkait pengendalian transportasi demi mencegah penyebaran Covid-19. Konsistensi ini penting mengingat belum ada kepastian kapan pandemi tersebut berakhir.
Apabila pemerintah tidak konsisten menahan laju penyebaran Covid-19, ekonomi Indonesia bisa semakin tidak pasti dan terpuruk. Pertumbuhan ekonomi triwulan I-2020, sebesar 2,97 persen, yang di bawah perkiraan banyak lembaga pun menambah ketidakpastian.
”Kalau pada akhir Mei atau awal Juni 2020 pandemi masih belum selesai, pertumbuhan ekonomi pada triwulan II-2020 akan minus hampir 1 persen,” kata Rizal.
Apabila pemerintah tidak konsisten menahan laju penyebaran Covid-19, ekonomi Indonesia bisa semakin tidak pasti dan terpuruk.
Prosedur bandara
Menyusul terbitnya surat edaran dan beroperasinya kembali sejumlah maskapai untuk membawa penumpang, operator Bandara Soekarno-Hatta menetapkan prosedur baru keberangkatan penumpang pesawat. Calon penumpang pesawat diimbau tiba lebih awal, yakni 3-4 jam, sebelum keberangkatan.
Director of Operations and Services PT Angkasa Pura II (Persero) Muhamad Wasid melalui siaran pers mengatakan, prosedur baru tersebut untuk memastikan pemenuhan ketentuan dan syarat yang mengacu pada Surat Edaran Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 No 4/2020. Selain itu, juga Surat Edaran Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Nomor 31 Tahun 2020.
”Prosedur baru ini dijalankan secara ketat dengan tahapan yang detail. Oleh karena itu, kami mengimbau agar calon penumpang pesawat sudah hadir di bandara 3-4 jam sebelum jadwal keberangkatan,” kata Wasid.
Menurut Wasid, prosedur baru ini terlaksana karena koordinasi intensif dari seluruh pemangku kepentingan kebandarudaraan, antara lain seperti Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP), TNI, Polri, otoritas bandara, dan maskapai.
Terkait prosedur baru tersebut, titik layanan keberangkatan Bandara Soekarno-Hatta hanya di dua tempat, yakni Terminal 2 Gate 4 dan Terminal 3 Gate 3. Posko Pengendalian Percepatan Penanganan Covid-19 ada di setiap titik.
”Di posko tersebut calon penumpang harus menunjukkan berkas kelengkapan perjalanan, seperti tiket penerbangan, identitas diri, surat keterangan perjalanan, dan berkas lain yang wajib dipenuhi sesuai Surat Edaran No 4/2020,” ujarnya.
Penumpang pesawat, kata Wasid, juga wajib mengisi kartu kewaspadaan kesehatan (health alert card/HAC) dan formulir penyelidikan epidemiologi yang diberikan personel KKP. Di meja pemeriksaan personel KKP, persyaratan calon penumpang dicek ulang.
Jika berkas telah sesuai dan dinyatakan lengkap, calon penumpang akan mendapat surat izin. Berbekal surat izin itu, calon penumpang baru bisa check in untuk mendapat boarding pass. Kemudian, kelengkapan surat izin, boarding pass, dan identitas diri kembali akan dicek sebelum calon penumpang menuju ruang tunggu.
”Prosedur ini diterapkan juga di bandara lain yang dikelola PT Angkasa Pura II,” kata Wasid.