Kematian akibat Covid-19 Tertinggi Terjadi pada Kelompok Usia Lebih dari 45 Tahun
Kasus positif Covid-19 didominasi oleh kelompok usia 31 tahun sampai 59 tahun. Namun, risiko kematian lebih tinggi ditemukan pada pasien dengan usia lebih dari 45 tahun.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Risiko kematian pada pasien Covid-19 di Indonesia paling tinggi terjadi pada kelompok usia 45 tahun ke atas. Untuk itu, perlindungan dan penanganan yang tepat dan cepat dalam perawatan Covid-19 perlu diberikan pada kelompok usia tersebut, terutama pada pasien dengan penyakit penyerta.
ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito dalam konferensi pers tanpa tatap muka di Jakarta, Sabtu (9/5/2020) menuturkan, berdasarkan data yang dihimpun secara nasional, kasus positif Covid-19 didominasi oleh kelompok usia 31 tahun sampai 59 tahun. Namun, risiko kematian lebih tinggi ditemukan pada pasien dengan usia lebih dari 45 tahun.
Data ini menunjukkan bahwa kita harus memberikan perlindungan ekstra pada orang-orang dengan kelompok usia tersebut jika mereka sampai tertular Covid-19.
“Kasus meninggal paling banyak terjadi pada usia di atas 45 tahun. Bahkan, dari total data gabungan (kematian pada usia 45 tahun ke atas) mencapai 85 persen. Data ini menunjukkan bahwa kita harus memberikan perlindungan ekstra pada orang-orang dengan kelompok usia tersebut jika mereka sampai tertular Covid-19,” kata dia.
Lebih dari 13 ribu kasus
Berdasarkan laporan harian Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, jumlah akumulatif kematian akibat Covid-19 hingga 8 Mei 2020 berjumlah 943 orang. Sementara itu, jumlah kasus positif yang tercatat sebanyak 13.112 kasus.
Wiku menyampaikan, sebagian besar pasien positif Covid-19 memiliki penyakit penyerta. Hipertensi menjadi penyakit penyerta yang paling banyak dilaporkan dimiliki oleh pasien Covid-19. Selain itu, penyakit penyerta lain yang juga banyak ditemukan adalah penyakit kardiovaskular seperti jantung, penyakit paru obstruktif kronis, dan diabetes.
Selain itu, ia menambahkan, berdasarkan klasifikasi jenis kelamin, penularan penyakit tersebut lebih banyak ditemukan pada laki-laki. Dengan perbandingan persentase, 60 persen pasien laki-laki dan 40 persen ditemukan pada pasien perempuan.
“Data terkait pasien Covid-19 di Indonesia ini sangat penting untuk dimiliki. Dengan melihat refleksi data ini bisa menjadi navigasi kita untuk melihat pergerakan lawan kita, yakni Covid-19. Harapannya kita bisa menghentikan penularannya dan memaksimalkan gerakan penurunan kurva penularan,” tutur Wiku.
Menurut dia, gerakan penurunan kurva penularan Covid-19 sangat bergantung pada upaya yang dilakukan oleh semua pihak, baik pemerintah, swasta, dan masyarakat. Salah satu caranya dengan memastikan tidak ada penularan dari satu orang ke orang lain.
“Jadi kita harus mengubah perilaku kita, terutama dengan selalu menjaga jarak, mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, menggunakan masker, dan selalu menjaga imunitas agar tetap tinggi. Ini gerakan bersama seluruh masyarakat Indonesia,” ucapnya.
Pasien 01 Covid-19 di Indonesia, Sita Tyasutami menuturkan, mengelola stres dengan baik adalah hal penting untuk mendukung kesembuhan dalam perawatan Covid-19. Jika stres tidak bisa dikelola, kondisi itu bisa menyebabkan sistem imunitas atau daya tahan tubuh menjadi menurun.
Sistem pendukung dari keluarga dan orang terdekat juga menentukan perbaikan kondisinya ketika dirawat. Komunikasi dengan orang terdekat perlu dilakukan, meskipun hanya sebatas melalui telepon.
“Sosial media juga menjadi salah satu pemicu yang semakin menambah stres yang tidak terkontrol. Untuk itu, bagi pasien yang masih dalam perawatan sangat penting untuk tetap bisa mencari kegiatan yang menghibur diri, seperti saya biasanya menyanyi dan menari,” tutur dia.