Pendekatan Kultural Perlu Dilakukan dalam Pembatasan Sosial
Terlepas dari belum optimalnya pelarangan mudik dalam rangka menekan kasus penularan Covid-19, pemerintah perlu memberikan apresiasi melalui pendekatan kultural terhadap masyarakat yang patuh tidak mudik saat pandemi.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kesadaran masyarakat semakin meningkat terkait kepatuhan dalam menjalankan pembatasan sosial, terutama untuk menunda mudik. Untuk itu, pemerintah perlu mengapresiasi upaya masyarakat tersebut melalui pendekatan kultural yang tepat.
Peneliti Pusat Penelitian Kependudukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Rusli Cahyadi, menyampaikan, mudik menjelang hari raya Idul Fitri bukan hanya sekadar perjalanan ke kampung halaman. Mudik sudah menjadi bagian dari budaya masyarakat Indonesia
”Saya rasa jumlah orang yang ingin mudik sekarang ini sudah semakin berkurang. Tinggal pemerintah mengambil langkah-langkah untuk mengapresiasi kepatuhan masyarakat melalui pendekatan kultural. Hargai (rasa) kehilangan warga dengan menunjukkan empati melalui permohonan maaf yang serius dari pemerintah,” tuturnya saat dihubungi di Jakarta, Sabtu (9/5/2020).
Hargai (rasa) kehilangan warga dengan menunjukkan empati melalui permohonan maaf yang serius dari pemerintah.
Selain itu, lanjut Rusli, pemerintah juga perlu mengkaji berbagai sisi kehidupan masyarakat yang terdampak dari larangan mudik ataupun aturan pembatasan sosial lain yang dijalankan. Pekerja informal di DKI Jakarta, misalnya, sebagian besar kini kehilangan pekerjaan karena dampak dari penerapan pembatasan sosial di masa pandemi Covid-19.
Pemerintah harus menjamin kebutuhan dasar terutama kebutuhan ekonomi, tempat tinggal, dan pangan dari masyarakat yang terdampak aturan pembatasan sosial tersebut. Berbagai gerakan solidaritas sosial antarmasyarakat pun perlu dikoordinasi dengan baik.
Selain antisipasi terhadap pemudik di dalam negeri, pemerintah juga perlu memperhatikan potensi lonjakan pemudik yang datang dari luar negeri. Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) memprediksi peningkatan gelombang kepulangan pekerja migran Indonesia (PMI) akan terjadi pada Mei hingga Juni 2020.
”Sebanyak 34.300 PMI akan kembali ke Tanah Air karena berakhir masa kontrak kerja di 54 negara penempatan. Itu di antaranya terdiri dari 13.074 PMI dari Malaysia, 11.359 PMI dari Hong Kong, 3.688 PMI dari Taiwan, 2.611 PMI dari Singapura, 800 PMI dari Arab Saudi, 770 PMI dari Brunei Darussalam, dan 325 PMI dari Korea Selatan,” ujar Kepala BP2MI Benny Rhamdan.
Ia mengatakan, BP2MI telah melakukan berbagai upaya antisipasi lonjakan kepulangan PMI tersebut dengan menerapkan protokol kesehatan di tiap pintu masuk negara. Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan oleh PMI yang akan pulang ke Tanah Air antara lain menjalankan pemeriksaan kesehatan di Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) dengan penapisan suhu tubuh, tes cepat atau rapid test, serta pengisian formulir kesehatan.
Apabila dari proses tersebut terdapat PMI yang memiliki indikasi positif, tim dari Gugus Tugas Nasional akan mendatangi mereka untuk kemudian mengisolasi mereka di Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta. Sementara jika hasil pemeriksaan negatif, PMI bisa melanjutkan pemeriksaan di pintu imigrasi untuk didata lokasi kepulangan, fasilitasi rujukan terdekat, serta pendampingan untuk kembali ke daerah asal.
”Namun, tetap harus diingat setelah sampai ke daerah, untuk segera melapor kepada pemerintah setempat, lakukan isolasi mandiri selama 14 hari, dan disiplin dengan physical distancing demi keselamatan diri sendiri dan keluarga kita,” kata Benny.
Kasus Covid-19
Juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19, Achmad Yurianto, menuturkan, peningkatan jumlah kasus positif Covid-19 di Indonesia menjadi gambaran dari kedisiplinan masyarakat yang masih kurang dalam menjalankan pembatasan sosial. Kedisiplinan ini juga termasuk kepatuhan masyarakat untuk tetap menjaga jarak, membiasakan cuci tangan dengan sabun dan air mengalir, serta mengenakan masker ketika terpaksa keluar rumah.
Dari laporan Kementerian Kesehatan, jumlah kasus positif Covid-19 pada 9 Mei 2020 bertambah sebanyak 533 kasus dari hari sebelumnya. Dengan begitu, jumlah akumulasi dari kasus positif yang terhitung awal diumumkan hingga 9 Mei 2020 tercatat menjadi 13.645 kasus.
Penambahan kasus paling banyak dilaporkan di Jawa Timur, yakni bertambah 135 kasus sehingga akumulasi kasus yang terhitung sebanyak 1.419 kasus. Peningkatan kasus juga terjadi di DKI Jakarta sebanyak 101 kasus sehingga total menjadi 5.056 kasus, Sumatera Selatan 51 kasus sehingga total menjadi 278 kasus, dan Jawa Barat bertambah 33 kasus sehingga menjadi 1.437 kasus.
Sementara itu, kasus orang dalan pemantauan (ODP) yang dilaporkan secara nasional bertambah sebanyak 2.367 kasus dari hari sebelumnya sehingga total menjadi 246.847 kasus. Kasus pasien dalam pengawasan (PDP) bertambah 603 kasus sehingga total menjadi 29.690 kasus.
Akumulasi data tersebut diambil berdasarkan hasil pengujian dari 150.887 spesimen yang dilakukan menggunakan metode polymerase chain reaction (PCR) di 53 laboratorium dan metode tes cepat molekuler di satu laboratorium di Wisma Atlet. Jumlah spesimen yang diuji tersebut diambil dari 108.699 kasus.
”Gambaran inilah yang kemudian menjadi poin untuk kita bisa melihat seberapa disiplin kita mematuhi untuk menjaga jarak tetap di rumah, kemudian mencuci tangan dengan menggunakan sabun, dan menggunakan masker. Kecepatan perkembangan penyakit ini akan sangat diwarnai oleh kepatuhan kita dalam mengikuti anjuran terkait pencegahan penularan Covid-19,” kata Yurianto.