Wabah Covid-19 menjadi tantangan tersendiri dalam pelaksanaan pilkada 2020. KPU diminta membuat penyesuaian tahapan jika harus menggelar pemilihan di tengah pandemi. Kisah sukses Korea Selatan gelar pemilu bisa dicontoh
Oleh
Dian Dewi Purnamasari
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pelaksanaan Pilkada serentak 2020 menghadapi tantangan besar mengingat agenda politik itu masih dibayangi suasana pandemi Covid-19. Komisi Pemilihan Umum (KPU) pun dituntut cermat dan kreatif menyiasati tahapan pemilu yang tersisa.
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Undang Undang Pilkada yang ditetapkan Presiden Joko Widodo, 4 Mei 2020, menyebut pemungutan suara berlangsung pada Desember 2020. Jadwal ini mundur tiga bulan dari jadwal semula 23 September. Namun, Perppu Nomor 2/2020 juga memberi ruang penundaan kembali. Jika tidak bisa diselenggarakan pada Desember 2020, pilkada akan digelar setelah bencana non-alam berakhir (Kompas, 8 Mei 2020).
Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung saat dihubungi, Minggu (10/5/2020), mengungkapkan, dengan melihat situasi yang tidak menentu itu, KPU diminta kreatif menyiasati tahapan pilkada yang tersisa. ”Penyesuaian pelaksanaan tahapan pilkada selanjutnya ada di tangan KPU. Bagaimana KPU memodifikasi tahapan itu supaya lebih sederhana dengan memperhatikan protokol kesehatan dan normal baru,” ujar Doli.
Penyesuaian pelaksanaan tahapan pilkada selanjutnya ada di tangan KPU. Bagaimana KPU memodifikasi tahapan itu supaya lebih sederhana dengan memperhatikan protokol kesehatan dan normal baru.
Sebelumnya, KPU telah mengategorikan tahapan-tahapan pilkada ke dalam beberapa kriteria, yaitu zona merah, zona kuning, dan zona hijau. Zona merah adalah tahapan pilkada yang melibatkan banyak orang termasuk di antaranya kampanye. Apabila pilkada serentak tetap diselenggarakan tahun 2020, KPU dituntut berpikir keras bagaimana tetap menjalankan agenda itu. KPU harus menyesuaikan tahapan itu dengan memperhatikan protokol kesehatan dan standar normal baru.
Tahapan kampanye selama ini banyak dikritik oleh masyarakat kurang efektif. Efektivitas kampanye itu dipertanyakan sementara anggaran yang digunakan untuk rapat umum, misalnya sangat besar. Menurut Doli, momentum krisis kesehatan masyarakat ini dapat digunakan KPU untuk membenahi pola yang sudah ada. Kampanye, misalnya, dapat dilaksanakan dengan metode virtual sehingga orang tidak harus berkerumun di tempat yang sama. Media untuk itu pun sudah tersedia dalam berbagai platform aplikasi rapat virtual.
KPU juga bisa membuat peraturan baru di mana kampanye harus menerapkan protokol kesehatan ketat seperti pembatasan jarak fisik. Ketika ada agenda pengumpulan massa, peserta harus menaati jarak fisik minimal dua meter misalnya. Selama kampanye, juga disediakan masker, sarung tangan, pengecekan suhu tubuh, maupun penyediaan cairan basuh antiseptik. Semua tahapan itu tentunya akan menyesuaikan norma baru setelah pandemi Covid-19.
”KPU juga harus melihat contoh pelaksanaan pemilu nasional di Korea Selatan yang sukses setelah pandemi Covid-19. Bagaimana praktik keberhasilan di sana, itu bisa dicontoh,” kata Doli.
KPU juga harus melihat contoh pelaksanaan pemilu nasional di Korea Selatan yang sukses setelah pandemi Covid-19. Bagaimana praktik keberhasilan di sana, itu bisa dicontoh.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Sindikasi Pemilu dan Demokrasi August Mellaz mengatakan, mandat dari Perppu No 2/2020 memang memerintahkan KPU untuk melakukan penyesuaian apa saja yang harus dilakukan dalam penyelenggaraan pilkada serentak. Salah satu yang dipertimbangkan adalah protokol kesehatan yang harus dijalankan apabila pilkada serentak tetap dilaksanakan di akhir 2020. Oleh karena itu, sebelum melangkah lebih jauh terkait mekanisme tahapan pilkada, KPU perlu berkoordinasi dengan pihak medis untuk mengadopsi protokol pencegahan Covid-19. Setelah itu, protokol baru bisa diterapkan di tahapan pilkada yang tersisa termasuk metode kampanye.
”Apakah nantinya kampanye masih dilakukan dengan cara konvensional tatap muka, rapat umum, dan pengumpulan massa lainnya? Pertimbangan kesehatan yang dilakukan KPU harus jelas sehingga tidak ada perbedaan persepsi di masyarakat,” kata August.
Oleh karena itu, penting bagi KPU untuk melihat status yang ditetapkan pemerintah setelah berakhirnya status kedaruratan kesehatan masyarakat pada 29 Mei nanti. Apakah status itu akan dicabut atau diperpanjang, inilah yang akan menjadi pijakan KPU dalam melanjutkan tahapan pilkada yang tersisa. Hal itu juga diatur dalam perppu 2/2020.
”KPU tidak hanya dituntut untuk menunjukkan wewenang mereka, tetapi juga profesionalisme mereka dalam pelaksanaan pemilu. Profesionalisme KPU terlihat dari evaluasi dari sisi kesehatan karena pilkada dilaksanakan dalam suasana pandemi,” kata August.
Oleh karena itu, sangat penting bagi KPU untuk melibatkan berbagai pihak dalam pengambilan keputusan pelaksanaan pilkada 2020. KPU harus menggandeng otoritas terkait termasuk gugus tugas percepatan penanganan Covid-19. Pertimbangan yang matang dan menyeluruh dibutuhkan agar KPU pelaksanaan pilkada serentak lancar dan tidak memakan korban. Selain itu, juga KPU tidak rawan digugat oleh peserta pemilu maupun masyarakat.
KPU harus menggandeng otoritas terkait termasuk gugus tugas percepatan penanganan Covid-19. Pertimbangan yang matang dan menyeluruh dibutuhkan agar KPU pelaksanaan pilkada serentak lancar dan tidak memakan korban.
Rekapitulasi daring
Selain itu, Komisi II juga meminta kepada KPU untuk menyelesaikan konsep e-rekapitulasi suara. Menurut Doli, konsep rekapitulasi suara secara daring itu cocok diterapkan di masa pandemi Covid-19. Alasannya, karena rekapitulasi suara secara manual membuat penyelenggara pemilu kelelahan. Sehingga pada 2019 lalu, banyak anggota panitia pemungutan suara meninggal dunia karena kelelahan dan penyakit bawaan. Melihat preseden buruk itu ditambah dengan kondisi pandemi Covid-19, konsep e-rekapitulasi dapat dimatangkan sehingga bisa diterapkan di pilkada 2020.
”KPU sudah merancang konsep e-rekapitulasi tersebut. Ini adalah saatnya menyelesaikan konsep itu karena merupakan norma baru yang akan membantu aparat penyelenggara pemilu,” kata Doli.