Presiden Jokowi: Pemeriksaan Spesimen Covid-19 Masih Jauh dari Target
Presiden Jokowi mengingatkan bahwa pengujian spesimen Covid-19 masih jauh dari target 10.000 spesimen per hari. Para pemangku kepentingan diminta menyelesaikan persoalan yang ada pada pekan ini agar target bisa dicapai.
JAKARTA, KOMPAS — Pemeriksaan spesimen sampel Covid-19 masih belum mencapai target. Hal ini disebabkan minimnya tenaga di laboratorium serta masih adanya ego sektoral yang mempersulit koordinasi antara laboratorium dan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.
Presiden Joko Widodo memperhatikan kapasitas pengujian spesimen Covid-19 yang baru berkisar 4.000 sampai 5.000 sampel per hari. ”Ini masih jauh dari target yang lalu, yang saya berikan, yaitu 10.000 spesimen per hari,” kata Presiden Jokowi saat memimpin rapat terbatas dari Istana Merdeka, Jakarta, Senin (11/5/2020) pagi.
Ratas yang digelar daring mulai pukul 09.30 hingga menjelang tengah hari ini dihadiri antara lain oleh Wakil Presiden Ma’ruf Amin, Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Panjaitan, serta Menko Perekonomian Airlangga Hartarto. Selain itu, juga turut hadir, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, serta Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional Bambang Brodjonegoro.
Ini masih jauh dari target yang lalu, yang saya berikan, yaitu 10.000 spesimen per hari.
Baca juga: Indonesia Ditarget Segera Produksi Alkes Penanganan Covid-19
Terkait dengan masih belum tercapainya target pemeriksaan spesimen Covid-19, Presiden Jokowi meminta supaya ada penyediaan tambahan sumber daya manusia yang terlatih di laboratorium serta peningkatan pengujian spesimen. Presiden juga mengingatkan agar ketersediaan reagen uji polymerase chain reaction (PCR) tetap terjaga.
”Saya minta segera diselesaikan minggu ini,” ujarnya.
Seusai rapat, Kepala Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo mengatakan, sebenarnya pemeriksaan sampel pernah hampir mencapai 10.000 spesimen per hari pada 8 Mei. Saat itu, sebanyak 9.630 spesimen diperiksa. Namun, hari-hari berikut kembali terjadi penurunan pemeriksaan ke kisaran angka 7.100-7.300 spesimen per hari.
Saat ini sudah ada 60 laboratorium yang mulai beroperasi yang sudah dilaporkan kepada Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. Sebanyak 55 laboratorium lain juga akan beroperasi. Selain itu, gugus tugas juga bekerja sama dengan kementerian/lembaga serta otorita di bandara dan pelabuhan untuk memasang mesin uji PCR di tempat-tempat strategis di setiap daerah.
Namun, diakui, jumlah sumber daya manusia yang bertugas di laboratorium masih terbatas. Satgas Percepatan Penanganan Covid-19 juga mengadakan pelatihan-pelatihan virtual serta menambahkan personel dari unsur TNI/Polri. Laboratorium juga diharap merekrut tenaga-tenaga baru.
Penambahan jumlah petugas laboratorium ini diharapkan bisa membuat laboratorium beroperasi maksimal dengan tiga shif per hari dan tujuh hari dalam satu minggu. Adapun saat ini waktu operasional laboratorium masih bervariasi. Ada laboratorium yang hanya beroperasi pada hari kerja. Untuk itu, Gugus Tugas juga memberikan insentif kepada para petugas laboratorium ini serta bekerja sama dengan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia.
Baca juga: Pengujian Sampel Covid-19 Terkendala Minimnya Reagen
”Kita memang berkejaran dengan waktu sebab ada 280.000 ODP (orang dalam pemantauan) dan PDP (pasien dalam pengawasan) yang harus kita periksa secara optimal,” tutur Doni.
Masalah lainnya, kata Doni, adalah ego sektoral yang masih ada. Karena laboratorium yang beroperasi ini terdiri atas laboratorium dari berbagai instansi, belum semua kerja terintegrasi. Laboratorium itu antara lain berada di bawah naungan Badan Pengawas Obat dan Makanan, Kementerian Pertanian, perguruan-perguruan tinggi, badan usaha milik negara, dan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,
Umumnya, setiap laboratorium melapor kepada instansi vertikalnya. Karena itu, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 harus mengajak semua kepala laboratorium untuk memprioritaskan pelaporan kepada Gugus Tugas, bersamaan dengan laporan kepada instansi vertikalnya.
Gugus Tugas juga memastikan ketersediaan reagen untuk uji PCR baik Ribonucleic acid (RNA) dan virus transport media (VTM). Sejauh ini, sudah ada satu juta reagen yang didatangkan Gugus Tugas dan Kementerian Kesehatan. Jumlah ini diperkirakan memadai untuk satu bulan. Ke depan, Gugus Tugas dan Kementerian Kesehatan akan mendapatkan tambahan reagen dari beberapa negara, terutama China dan Korea Selatan.
Pelacakan warga yang kontak dengan pasien Covid-19 terus dilakukan. Mereka semua mendapat prioritas untuk mendapatkan uji PCR. Selain itu, ODP, petugas medis, serta keluarga petugas medis juga mendapatkan prioritas tersebut.
Kemajuan
Di sisi lain, Doni menilai penerapan pembatasan sosial berskala besar atau PSBB di sejumlah wilayah menunjukkan kemajuan. Provinsi DKI yang pada 5 April lalu masih mendominasi dengan 50 persen kasus dari jumlah kasus nasional, pada 5 Mei sudah menurun menjadi 39 persen dari jumlah kasus nasional.
Jumlah pasien yang sembuh juga dinilai makin banyak. Hal ini ditandai berkurangnya hunian pasien Covid-19 di rumah-rumah sakit rujukan. Dia mencontohkan, RS Fatmawati hanya terisi 22 pasien dari kapasitas 84 pasien Covid-19, sedangkan RS Mintoharjo (18 pasien dari kapasitas 58), RS Polri Sukanto (65 dari kapasitas 240 pasien).
”Ini menunjukkan bahwa jumlah pasien sembuh semakin banyak. Pasien baru semakin sedikit. Kalau bisa dipertahankan, otomatis kita bisa mengurangi saudara kita yang sakit berat dan kronis,” tutur Doni.
Hanya saja, Doni juga menyebutkan, jumlah kasus di Pulau Jawa masih mencapai 70 persen dari kasus positif Covid-19 secara nasional. Jawa Timur masih mengalami penambahan kasus positif Covid-19 secara signifikan.
Untuk itu, Komando Gabungan Wilayah Pertahanan II diharap membantu pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di Jawa Timur. Unsur-unsur TNI di Jatim, khususnya jajaran Korps Marinir, diharapkan mampu hadir di tengah masyarakat dan mengajak masyarakat lebih mematuhi protokol kesehatan secara sukarela.
Masih adanya penambahan pasien Covid-19 di rumah sakit, menurut Doni, juga bisa disebabkan kemampuan uji spesimen yang terus meningkat. Semakin banyak yang diuji, semakin banyak yang terkonfimasi positif Covid-19. Karena itu, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 juga berharap daerah-daerah yang mulai mengalami peningkatan jumlah kasus segera mengusulkan penerapan PSBB kepada Menteri Kesehatan.
”Kita berharap inisiatif dari daerah sehingga kesiapan mempersiapkan diri dan melakukan koordinasi akan jauh lebih baik. Ini juga diupayakan agar tidak terjadi timpang antardaerah. Ada yang mulai sangat berkurang (penambahan kasusnya), tetapi bisa kembali lagi manakala ada perubahan mobilisasi masyarakat,” papar Doni menambahkan.
Karena itu, kata Doni, diperlukan kesadaran kolektif untuk tetap tidak mengendurkan kewaspadaan sebelum vaksin yang spesifik ditemukan. Kedisiplinan individu dan kesadaran kolektif harus tetap tinggi disertai kerja sama dan gotong royong, baik unsur pemerintah, akademisi, dunia usaha, komunitas relawan, LSM, maupun media massa.
Doni juga menegaskan bahwa masyarakat diharap tidak mudik agar penularan Covid-19 tidak meluas sampai ke desa-desa. Sebab, orang-orang berusia lanjut dan warga yang memiliki penyakit penyerta (komorbid), seperti penyakit jantung, hipertensi, asma, diabetes, paru obstraksi kronis karena kebiasaan merokok, sangat rentan tertular dan meninggal akibat Covid-19.
Para penyedia jasa travel juga diharap tidak menjaring pemudik untuk pulang ke kampung halaman. Membahayakan keselamatan warga dan melanggar PSBB bisa dikenai Pasal 93 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Pelanggar bisa dijerat sanksi pidana dan denda.
”Kalau sayang dengan keluarga kita di kampung, jangan ketemu dulu. Cukup berlebaran secara virtual. Kalau semua sabar dan disiplin, kita bisa memutus mata rantai penularan dan memulai hidup baru dengan cara ’normal baru’,” tutur Doni.
Rehabilitasi
Presiden Joko Widodo juga menugasi Kepala Gugus Tugas Covid-19 untuk menyusun skenario memulihkan kondisi. Harapannya, masyarakat bisa terjaga dan tidak tertular Covid-19, tetapi masyarakat juga tidak ”terkapar” karena di-PHK.
Secara teknis, kata Doni, hal ini masih dikaji. Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 akan membahas hal itu dengan pakar ekonomi, sosiologi, dan lainnya untuk menyiapkan langkah-langkah yang akan diambil. Strategi dan prioritas yang disiapkan ini diharap mengatasi kemungkinan warga kehilangan pekerjaan, tak memiliki pendapatan, dan kehilangan akses konsumsi berkualitas.
Adapun salah satu data yang akan menjadi tolok ukur membuka aktivitas ekonomi adalah kurva penambahan kasus positif Covid-19 yang melandai.
Menurut Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito, tren kurva ini bisa dipantau mingguan. Tren melandai ini salah satunya terlihat dari laju kasus mingguan dari sepuluh provinsi dengan jumlah kasus terbanyak. DKI, misalnya, pada April mengalami peningkatan kasus hingga 1.902 dan awal Mei menjadi 2.237 kasus. Laju penambahan kasus menurun sehingga total kumulatif menjadi stagnan atau landai.
”Khusus DKI sempat tinggi pada April, kemudian menurun dan kemudian naik lagi. Bisa saja kenaikan ini karena testing-nya banyak. Melihat tren ini tidak bisa harian, tetapi beberapa minggu,” tutur Wiku.
Dicontohkan pula, Jawa Barat sempat mengalami penurunan laju penambahan kasus, tetapi kemudian jumlah kasus kembali meningkat. ”Ini yang harusnya menjadi alat navigasi. Satu data penting untuk menunjukkan tren dan, kalau ada aktivitas ekonomi dibuka, dasarnya adalah dilihat per daerah, bukan nasional,\' ujarnya.