Pemerintah diminta untuk berhitung cermat dan sangat berhati-hati sebelum memutuskan untuk melonggarkan pengetatan sosial berskala besar di daerah.
Oleh
Rini Kustiasih/Yola Sastra
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS -- Seruan agar pemerintah berhati-hati sebelum memutuskan melakukan pelonggaran disampaikan oleh berbagai kalangan, termasuk Ketua DPR. Permintaan ini didasarkan antara lain pada penilaian bahwa tes Covid-19 yang dilakukan pemerintah masih sangat sedikit sehingga tak mampu mencerminkan kondisi nyata di tengah masyarakat.
Selain itu, dari sisi ekonomi, pelonggaran semata tanpa diikuti langkah penanganan Covid-19 yang memadai dinilai tak akan banyak memperbaiki tingkat permintaan masyarakat. Selama pertambahan kasus harian tetap besar, masyarakat dinilai akan tetap bersikap menahan pembelian.
Selama ini, guna mencegah meluasnya penularan Covid-19, sejumlah wilayah menerapkan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Hingga kemarin, terdapat empat provinsi dan 14 kabupaten/kota yang menerapkan pembatasan.
Di DKI Jakarta, misalnya, PSBB semula diterapkan pada 10-24 April 2020, kemudian diperpanjang sampai 22 Mei. Selama PSBB, kegiatan yang melibatkan lima orang lebih dilarang. Acara seperti pernikahan dan khitanan dibolehkan, tetapi tanpa resepsi.
Ada delapan sektor yang diizinkan tetap berkegiatan selama PSBB selain jajaran pemerintahan. Sektor itu adalah layanan dan industri kesehatan; pangan; energi; komunikasi; logistik distribusi barang; kebutuhan sehari-hari seperti ritel, toko kelontong, dan warung; serta industri strategis.
Dalam keterangan yang diterima Kompas, Senin (11/5/2020), Ketua DPR Puan Maharani mengatakan, pemerintah diharapkan berhati-hati sebelum memutuskan melonggarkan PSBB di sebuah daerah. Hal yang harus diperhatikan sebelum mengambil kebijakan itu ialah perkembangan jumlah pasien positif Covid-19 yang belum stabil melandai. Data harian yang dikeluarkan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 masih fluktuatif.
Pada 2 Mei hingga 5 Mei, ada penambahan 292 kasus, 349 kasus, 395 kasus, dan 484 kasus. Kemudian, pada 6-8 Mei, penambahan cenderung menurun, yakni 367 kasus, 338 kasus, dan 336 kasus. Penambahan kasus baru meningkat lagi pada 9 Mei dengan 533 kasus. Kemudian, 10-11 Mei, berturut-turut ada 387 dan 233 kasus baru.
”Data lain menunjukkan kapasitas harian tes dengan PCR (polymerase chain reaction) belum mencapai target yang ditetapkan Presiden, yaitu masih 5.000 spesimen per hari atau separuh dari target 10.000 spesimen per hari,” tutur Puan.
Menurut dia, sangat penting agar keputusan melakukan relaksasi PSBB didasarkan pada data yang lengkap dan dianalisis secara cermat. Tujuannya, mencegah peningkatan kasus infeksi baru. Karena itu, Puan menyarankan pemerintah melakukan simulasi relaksasi untuk melihat dampak yang ditimbulkan dari kebijakan itu.
Data lain menunjukkan kapasitas harian tes dengan PCR belum mencapai target yang ditetapkan Presiden.
Hingga Senin kemarin, total ada 14.265 kasus positif Covid-19, 991 orang meninggal dan 2.881 pasien sembuh.
Epidemiolog dan pakar biostatistik Universitas Indonesia, Pandu Riono, saat dihubungi dari Jakarta, kemarin, mengatakan, rendahnya dan lambatnya tingkat pengujian menjadi penyebab utama penampilan data kurva epidemi di Indonesia tak representatif terhadap kondisi aktual. Diperlukan kehati-hatian agar langkah yang diambil selanjutnya oleh pemerintah tidak keliru.
Tanggal pengumuman kepada publik yang menjadi basis waktu grafik ini tidak menunjukkan waktu sesungguhnya infeksi Covid-19 setiap individu terjadi pada tanggal itu. Waktu tersebut hanya menunjukkan jumlah sampel positif yang selesai diuji pada hari itu. Menurut dia, ada jeda cukup lama dan bervariasi antara pengambilan sampel dan publikasi, mulai dari 2 hari hingga seminggu atau lebih.
Epidemiolog Universitas Padjajaran, Bandung Panji Hadisoemarto, dalam webinar yang diadakan Laporcovid19.org, Senin, mengatakan, rencana pemerintah melonggarkan pembatasan sosial berskala besar dengan membuka kembali moda transportasi dan tempat kerja berisiko memicu ledakan wabah. ”Saya kira belum waktunya menjalankan kembali ekonomi seperti semula, kecuali ada data valid menunjukkan kasus aktif sudah sangat sedikit,” jelasnya.
Presiden Joko Widodo, kemarin, juga memberi perhatian pada kapasitas pengujian spesimen Covid-19 yang baru berkisar 4.000 sampai 5.000 sampel per hari. ”Masih jauh dari target yang saya berikan, yaitu 10.000 spesimen per hari,” ujarnya saat memimpin rapat dari Istana Merdeka, Jakarta.
Sementara itu, Direktur Manajemen Risiko dan Kepatuhan Bank Mandiri Ahmad Siddik Badruddin, Senin, mengatakan, ekonomi dapat pulih apabila kemampuan belanja masyarakat sudah kembali normal. Di sisi lain, kepercayaan masyakat untuk kembali belanja konsumsi baru akan normal jika Covid-19 mereda.
”Selama kondisi belum stabil, angka kasus baru masih bertambah, orang akan ragu untuk berbelanja barang-barang yang sifatnya tahan lama. Saat ini, masyarakat fokus untuk membeli makanan saja atau kebutuhan primer,” ujar Ahmad dalam telekonferensi bersama Redaksi Kompas.
Menolak
Meski ada wacana dari pemerintah pusat untuk melonggarkan pembatasan sosial berskala besar, Pemerintah Provinsi Sumatera Barat enggan menerapkan pelonggaran. Bahkan, pelaksanaan PSBB di Sumbar akan diperketat karena penambahan kasus positif Covid-19 masih tinggi.
Wakil Gubernur Sumbar Nasrul Abit di Padang, Senin, mengatakan, wilayah Sumbar sudah zona merah Covid-19 dan angka kasus terus bertambah. Maka, pelaksanaan PSBB tahap kedua yang berlangsung 6-29 Mei tidak akan dilonggarkan. ”Gubernur sudah sampaikan tak ada pelonggaran. Justru diperketat sekarang,” ujarnya.
Pemerintah Provinsi Sumatera Barat enggan menerapkan pelonggaran.
Hingga Senin (11/5), jumlah kasus positif Covid-19 di Sumbar mencapai 299 orang. Sejak Senin (4/5) hingga Minggu (10/5), rata-rata tambahan kasus per hari sekitar 14-15 orang. Dari total 299 kasus, 17 orang meninggal, 67 orang sembuh, dan 130 orang dirawat di berbagai rumah sakit, dan sisanya menjalani isolasi.
Seperti diberitakan Kompas pada Minggu, pemerintah mengupayakan agar titik puncak pertambahan kasus Covid-19 terjadi akhir Mei dan setelah itu melandai perlahan. Perekonomian pun diharapkan berangsur normal kembali. Kebijakan PSBB juga akan disesuaikan dengan tren. Pemerintah menyatakan, kebijakan relaksasi PSBB tidak akan melonggarkan protokol kesehatan Covid-19.