Pekerja migran yang telah kembali ke Tanah Air belum mendapatkan bantuan sosial sebagaimana dijanjikan pemerintah. Negosiasi ditempuh agar pekerja diperpanjang masa kontraknya sehingga mereka tidak perlu pulang.
Oleh
Agnes Theodora
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pekerja migran Indonesia yang kembali ke Indonesia karena habis masa kontrak kerja atau dipulangkan karena imbas Covid-19 belum mendapat bantuan jaring pengaman sosial dan program padat karya tunai yang dijanjikan pemerintah. Pemerintah tengah berupaya untuk menegosiasi masa kontrak kerja sejumlah pekerja migran agar diperpanjang dan tidak perlu ada pemulangan.
Selama Januari sampai 4 Mei 2020, tercatat sebanyak 126.742 pekerja migran dipulangkan. Mereka kembali ke Tanah Air karena terimbas kebijakan penguncian wilayah, dideportasi negara tempat bekerja, ataupun habis masa kontrak kerjanya.
Gelombang kepulangan pekerja migran Indonesia (PMI) berikutnya diprediksi pada Mei-Juni 2020. Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia mencatat, 34.300 orang pekerja migran akan kembali karena habis masa kontrak kerja.
Sebanyak 34.300 orang pekerja migran akan kembali ke Tanah Air dalam dua bulan ini.
Sekretaris Nasional Jaringan Buruh Migran Savitri Wisnuwardhani saat dihubungi di Jakarta, Senin (11/5/2020), mengatakan, para pekerja migran pulang tanpa pekerjaan dan sumber pemasukan lagi. Pemerintah menjanjikan mereka akan diikutsertakan dalam sejumlah program jaring pengaman sosial dan program padat karya tunai di daerah.
Beberapa di antaranya, Program Padat Karya Tunai Desa yang dikelola Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi serta Kartu Prakerja yang dikelola Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
Namun, berdasarkan informasi dari pekerja migran yang sudah pulang selama pandemi ini, bantuan masih sulit diakses. ”Banyak pekerja migran yang belum mendapat informasi pendaftaran Program Padat Karya Tunai atau Kartu Prakerja. Programnya sudah ada, tetapi realisasinya yang belum dirasakan,” kata Savitri.
Menurut dia, pemerintah seharusnya memiliki data lengkap dan detail pekerja migran yang kembali ke Tanah Air. Data itu bisa dikoordinasikan dengan kementerian terkait yang menjalankan program-program padat karya tunai sehingga memudahkan pendaftaran dan pendampingan pekerja migran untuk mengakses bantuan.
Terkait prosedur kesehatan pemulangan PMI di bandara, pelabuhan, dan berbagai pintu masuk, relatif tidak ada keluhan. Namun, tidak demikian untuk penyaluran program bantuan sosial dan pendampingan bagi para PMI.
”PMI tidak mendapat informasi, hanya sepotong-sepotong, sehingga banyak yang setelah pulang cuma bisa bertahan hidup. Ini akan menambah pengangguran dan kemiskinan jika tidak ada mekanisme yang jelas,” katanya.
Kepala BP2MI Benny Rhamdani mengatakan, pemerintah telah menyiapkan fasilitas kepulangan untuk para PMI. Menurut dia, ada yang pulang dengan difasilitasi pemerintah, ada pula yang memilih pulang secara mandiri. Untuk pekerja migran yang pulang dengan difasilitasi BP2MI, akan didampingi sampai ke kampung halamannya.
Para pekerja migran diminta untuk segera mendaftar dalam aplikasi Kartu Prakerja. Meski demikian, kata dia, tidak ada kuota khusus untuk PMI yang kembali ke Tanah Air dalam program semi bantuan sosial itu karena keterbatasan kuota. Untuk PMI yang sudah memiliki modal karena hasil kerja dua hingga empat tahun di luar negeri, BP2MI akan menyediakan pelatihan kewirausahaan.
Para pekerja migran juga diarahkan untuk mengikuti program padat karya tunai yang diselenggarakan sejumlah kementerian, seperti Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi serta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
”Kami awalnya sempat meminta kuota khusus untuk PMI di Kartu Prakerja, tetapi tidak jadi, rasanya tidak adil karena banyak korban PHK yang juga menyasar program ini. Kami tetap meminta mereka mendaftarkan diri, semoga kuota yang tersisa bisa mencakup para PMI juga,” kata Benny.
Perpanjangan kontrak
Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta dan PKK) Aris Wahyudi mengatakan, pemerintah masih berupaya untuk memperpanjang masa kontrak kerja beberapa pekerja migran.
Sejauh ini baru Korea Selatan yang bersedia untuk memperpanjang kontrak atau mengalihkan majikan/pengguna. ”Di Korsel, dimungkinkan untuk pindah majikan manakala pengguna akan mem-PHK atau sudah habis masa kontrak,” katanya.
Negosiasi untuk mendorong perpanjangan kontrak yang dibantu oleh atase ketenagakerjaan di Kedutaan Besar RI di negara penempatan itu masih berlangsung. Namun, ia mengatakan, tidak ada jaminan karena di tengah pandemi ini, hubungan kerja bergantung pada kondisi dan permintaan serta negara tujuan penempatan.
”Kami belum bisa memastikan karena negara-negara itu pada dasarnya juga terdampak Covid-19. Prinsipnya, kami tetap mendorong dan persuasif,” ujar Aris.
Kartu Prakerja
Sementara itu, angka pengangguran terus meningkat. Kementerian Tenaga Kerja mencatat, angka pekerja yang di-PHK dan dirumahkan selama pandemi ini mencapai 3 juta orang. Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Tauhid Ahmad, memprediksi, data Kemenaker baru menangkap sebagian pekerja yang terdampak. ”Di tengah kondisi ini, pengangguran bisa naik hingga 9 juta atau 10 juta orang,” kata Tauhid.
Salah satu program yang diandalkan pemerintah untuk mengatasi persoalan pengangguran selama Covid-19 ini adalah Kartu Prakerja. Namun, implementasi kartu itu sendiri masih problematik. Belakangan, para peserta mengeluh karena insentif pasca-pelatihan sebesar Rp 600.000 per orang belum cair, padahal peserta sudah menuntaskan satu kelas pelatihan daring sebagai syarat menerima insentif.
Berdasarkan laporan dari Manajemen Pelaksana Kartu Prakerja, dari 456.265 orang peserta yang lolos gelombang I dan II, baru 51.255 orang yang mendapat pencairan dana insentif itu.
Menurut Direktur Kemitraan dan Komunikasi Manajemen Pelaksana Kartu Prakerja Panji W Ruky, hal itu karena baru separuh peserta yang telah menyelesaikan kelas pelatihan daring sebagai syarat menerima insentif. Sementara baru 132.509 peserta yang memiliki akun uang elektronik atau sudah melalui proses verifikasi rekening bank KYC (Know Your Customer).
Dari jumlah itu, baru 55.101 akun rekening peserta yang sudah diverifikasi oleh mitra pembayaran Kartu Prakerja, seperti Bank BNI atau Ovo dan Gopay. Oleh karena itu, uang pun baru dicairkan ke 51.255 orang.
Panji mengatakan, pendaftaran gelombang keempat ditunda sementara sampai urusan otomasi pembayaran pelatihan dan insentif selesai dibenahi. ”Kami sekarang masih dalam proses melakukan otomasi untuk semua tahap, mulai dari pembelian pelatihan sampai penyaluran insentif. Kalau sekarang, semua masih dilakukan secara manual. Ke depan, akan melalui fitur otomasi sehingga kapasitas pemrosesan meningkat dan lebih cepat,” kata Panji.