Pelonggaran pembatasan sosial di seluruh wilayah Indonesia akan ditempuh bertahap. Sebab, setiap daerah memiliki cara dan waktu pemulihan pascapandemi yang berbeda-beda.
Oleh
Karina Isna Irawan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Rencana melonggarkan pembatasan sosial tidak akan dilakukan serentak di seluruh wilayah Indonesia. Setiap daerah memiliki cara dan waktu pemulihan pascapandemi yang berbeda-beda.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa menyatakan, dari hasil kajian Bappenas dan Universitas Indonesia, penambahan kasus baru Covid-19 di beberapa daerah mulai melambat, tetapi belum menjamin kondisi pemulihan. Setiap daerah dihadapkan situasi yang berbeda dalam penanganan Covid-19.
”Ada gagasan relaksasi pembatasan sosial di daerah yang penambahan kasusnya kecil. Namun, belum tentu apa yang dilakukan di DKI Jakarta, misalnya, cocok di daerah lain,” kata Suharso di sela-sela penyampaian rencana kerja pemerintah 2021 yang diselenggarakan secara virtual di Jakarta, Selasa (12/5/2020).
Menurut Suharso, rencana melonggarkan pembatasan sosial akan dilakukan pada sektor-sektor tertentu secara bertahap. Pelonggaran pembatasan sosial tetap mengacu protokol penanganan Covid-19, antara lain tetap memakai masker dan menjaga jarak aman. Skema pelonggaran pembatasan sosial masih dimatangkan.
Untuk mencegah meluasnya penularan Covid-19, sejumlah wilayah menerapkan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Hingga kemarin terdapat 4 provinsi dan 14 kabupaten/kota yang menerapkan pembatasan.
Di DKI Jakarta, misalnya, PSBB semula diterapkan pada 10-24 April 2020, kemudian diperpanjang sampai 22 Mei. Selama PSBB, kegiatan yang melibatkan lima orang lebih dilarang. Acara seperti pernikahan dan khitanan dibolehkan, tetapi tanpa resepsi.
Pekan lalu, beredar sebuah kajian awal skema skenario pemulihan ekonomi yang disiapkan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian di media sosial. Menko Perekonomian Airlangga Hartarto tampak sebagai presenter dari skema tersebut dalam sebuah foto layar konferensi video.
Dalam skema tersebut terlihat bahwa ada lima fase relaksasi atau pelonggaran kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang dimulai pada 1 Juni 2020. Pelonggaran pembatasan sosial akan diawali dari industri dan jasa bisnis ke bisnis (B2B) yang dapat beroperasi di tengah pembatasan sosial.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan, pemerintah saat ini sedang melakukan berbagai kajian penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi. Tujuannya untuk memperkecil dampak dari kebijakan pembatasan sosial yang menekan pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan produksi industri.
”Kami mempertimbangkan berbagai aspek serta data penanganan dan penyebaran Covid-19 untuk melihat kemungkinan tindakan penyeimbangan,” ujar Sri Mulyani.
Sri Mulyani menegaskan, skema skenario pemulihan ekonomi yang beredar di publik masih dalam kajian. Sejauh ini fokus utama pemerintah adalah menghentikan penyebaran Covid-19 dan menjaga konsumsi masyarakat. Karena itu, belanja negara diarahkan untuk bidang kesehatan dan jaring pengaman sosial.
Berhati-hati
Ekonom yang juga mantan menteri Tanri Abeng berpendapat, pemerintah harus berhati-hati dalam melonggarkan pembatasan sosial. Diperlukan manajemen kebijakan yang baik antara menurunkan angka penyebaran Covid-19 dan mendorong pemulihan ekonomi. Kebijakan kesehatan, sosial, dan ekonomi harus sejalan.
”Akhir dari pandemi adalah menggerakkan kembali ekonomi, bukan hanya menangani virusnya. Karena itu, pelonggaran pembatasan sosial bisa saja disusun, tetapi harus terkoordinasi,” kata Tanri.
Pemerintah disarankan membentuk komite atau dewan yang memiliki wewenang untuk pengembangan kebijakan yang tepat dan akurat. Komite atau dewan itu meramu kebijakan kesehatan, sosial, dan ekonomi agar saling terkait. Saat ini komite gugus tugas Covid-19 lebih fokus masalah kesehatan dan sosial, sementara ekonomi di tim kabinet ekonomi.
Menurut Tanri, sejauh ini kebijakan-kebijakan yang diusung pemerintah terkait penanganan Covid-19 sudah baik. Namun, acap kali terjadi miskomunikasi di internal pemerintah yang akhirnya membuat publik bingung. Kabar yang beredar pun simpang-siur. Koordinasi pemangku kebijakan di bidang kesehatan, sosial, dan ekonomi harus ditingkatkan.
”Jangan membangun organisasi berpola birokratis dalam situasi krisis. Kerja sama antara internal pemerintah dan ahli sangat dibutuhkan,” ujar Tanri.