Pemerintah akan menggelontorkan dana Rp 155,6 triliun untuk sejumlah BUMN. Politik anggaran pemerintah ini merupakan bagian dari pemulihan ekonomi dan mencegak PHK. Namun, adilkah untuk sektor UMKM?
Oleh
FX Laksana Agung Saputra
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah akan menggelontorkan dana senilai Rp 155,6 triliun untuk sejumlah badan usaha milik milik negara atau BUMN. Politik anggaran pemerintah ini merupakan bagian dari kebijakan pemulihan perekonomian nasional dari krisis Covid-19 yang secara keseluruhan akan dianggarkan Rp 318 triliun pada perubahan APBN 2020.
Hal ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional dalam Rangka Mendukung Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan/atau Mengadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan Serta Penyelamatan Ekonomi Nasional.
Peraturan Pemerintah itu kemudian ditindaklanjuti oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam rapat tertutup dengan Komisi XI DPR melalui telekonferensi di Jakarta, Senin (11/03/2020). Dalam rapat itu tersambung pula dengan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Suharso Monoarfa. Rapat dipimpin Ketua Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Golkar Dito Ganinduto.
”PP ini bertujuan melindungi, mempertahankan, dan meningkatkan kemampuan usaha rakyat agar tetap bertahan pada masa sulit dan menghindari terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK).”
”PP ini bertujuan melindungi, mempertahankan, dan meningkatkan kemampuan usaha rakyat agar tetap bertahan pada masa sulit dan menghindari terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK),” kata Juru Bicara Presiden Bidang Hukum Dini Purwono melalui siaran pers, semalam.
Menurut Dini, sumber pendanaan semua program pemulihan ekonomi tersebut berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta sumber lainnya sesuai perundang-undangan. ”Dalam pelaksanaannya, pemulihan ekonomi nasional diawasi dan dievaluasi oleh Menteri Keuangan bersama BPK dan BPKP untuk memastikan program ini dimanfaatkan sesuai tujuan pemulihan ekonomi nasional,” kata Dini.
Secara terpisah, anggota Komisi XI DPR dari Fraksi PDI-P, Andreas Eddy Susetyo, mempertanyakan kebijakan tersebut dari aspek keadilan dan konsistensi. Keadilan sosial, faktanya justru menjadi prinsip utama kebijakan sebagaimana tercantum pada Pasal 3 PP tersebut. Namun, alokasi anggarannya, menurut hemat Andreas, justru tidak mencerminkan aspek keadilan.
Dari total anggaran Rp 318 triliun untuk pemulihan ekonomi nasional, misalnya, alokasi untuk badan usaha milik negara (BUMN) justru yang terbesar. Porsinya mencapai 49 persen dari total anggaran. Padahal, persoalan yang dialami sejumlah BUMN yang akan mendapatkan injeksi dana tersebut sudah ada jauh sebelum adanya krisis Covid-19.
Sementara puluhan juta usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang jelas-jelas mendapatkan pukulan berat akibat krisis Covid-19 justru mendapatkan alokasi yang jauh lebih kecil dari BUMN, yakni Rp 68,21 triliun atau 21,4 persen dari total anggaran. Padahal, merujuk data Kementerian Koperasi dan UMKM, kontribusi UMKM terhadap produk domestik bruto nasional pada 2018 mencapai 60,34 persen. Sektor ini menyerap 97 persen tenaga kerja nasional.
”Jadi, ini sebenarnya pemulihan ekonomi nasional atau penyelamatan BUMN. Saya melihat, banyak BUMN yang akan diberi suntikan dana ini memang sudah bermasalah sejak dulu. Jadi, masalahnya salah urus, bukan karena Covid-19,” kata Andreas melanjutkan.
Lagipula, Andreas menambahkan, pemerintah sudah pernah menggelontorkan penyertaan modal negara (PMN) pada periode pertama pemerintahan Presiden Joko Widodo. Hasilnya perlu evaluasi dan dikoreksi lagi karena BUMN yang di-”suntik” kinerjanya belum diketahui.
Kompas mencatat pemerintah pernah menggelontorkan anggaran tak kurang dari Rp 120 triliun untuk menambah modal sekitar 40 BUMN selama kurun waktu 2015-2017. Setiap rupiah yang disuntikkan berasal dari utang.
Dibahas lagi dalam rapat lanjutan
Rapat antara Komisi XI DPR dan Sri Mulyani pada Senin lalu, Andreas menambahkan, mengagendakan pembahasan penyesuaian anggaran Kementerian Keuangan pada tahun ini setelah dilakukan penyesuaian akibat krisis Covid-19. Adapun ihwal kebijakan pemulihan ekonomi nasional yang mengalokasikan Rp 318 triliun sebatas merupakan informasi awal dari Sri Mulyani.
Terkait dengan hasil rapat antara Komisi XI DPR dan Sri Mulyani, Andreas menambahkan, sepakat untuk membahasnya dalam forum berikutnya. Sejauh ini, jadwal pembahasan dilaporkan belum diagendakan lagi.
”Pemerintah menjalankan program pemulihan ekonomi nasional melalui empat instrumen, yakni PMN, penempatan dana, investasi pemerintah, dan penjaminan. Sumber dananya berasal dari APBN serta sumber lainnya sesuai perundang-undangan,”
Merujuk PP Nomor 23 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional, pemerintah menjalankan program pemulihan ekonomi nasional melalui empat instrumen, yakni PMN, penempatan dana, investasi pemerintah, dan penjaminan. Sumber dananya berasal dari APBN serta sumber lainnya sesuai dengan perundang-undangan.
Total dana yang dianggarkan mencapai Rp 318 triliun. Alokasi untuk BUMN adalah Rp 155,6 triliun untuk percepatan pembayaran kompensasi dan penugasan, PMN, dan talangan modal kerja. Ini merupakan porsi terbesar dalam program pemulihan ekonomi nasional.
Dana lainnya, antara lain untuk penempatan dana pemerintah di bank guna restrukturisasi utang senilai Rp 35 triliun dan insentif perpajakan untuk dunia usaha senilai Rp 63 triliun. Sementara subsidi bunga untuk UMKM dan ultra-mikro adalah Rp 34,15 triliun.