Meski Stok Relatif Aman, Krisis Pangan Mulai Membayangi
Meski saat ini stok beras di wilayah DKI Jakarta dikatakan aman, secara nasional kecukupan stok beras diperkirakan aman hanya sampai Juli 2020. Alternatif sumber karbohidrat selain beras pun harus segera disiapkan.
Oleh
sharon patricia
·4 menit baca
Stok pangan, khususnya beras, di wilayah Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta dinyatakan aman selama Ramadhan dan Lebaran. Para pedagang bahan-bahan kebutuhan pokok pun menyebutkan, stok masih cukup dan tidak ada kendala dalam distribusi beras hingga saat ini.
Dari catatan Kompas yang dikutip pada Kamis (14/5/2020), stok beras di Pasar Induk Cipinang berada dalam batas aman pada kisaran 28.000 hingga 30.000 ton. Adapun cadangan stok beras di PT Food Station Tjipinang Jaya sebanyak 7.000 ton (Kompas.id, 21 April 2020).
Waluyo (44), pedagang bahan kebutuhan pokok di Pasar Bata Putih, Jakarta Selatan, menyampaikan, ketersediaan bahan kebutuhan pokok, termasuk beras, masih stabil dan pengiriman juga lancar. Dalam masa pandemi coronavirus disease atau Covid-19, ia mengatakan, secara penjualan memang ada penurunan.
Dalam keadaan normal, setiap hari Waluyo mampu menjual beras hingga 5 karung atau setara 250 kilogram (kg), kini penjualan hanya berkisar 50 kg per hari. Meski begitu, harga beras di pasaran diakuinya masih relatif stabil dengan harga sekitar Rp 11.500 per kilogram.
”Kalau keadaannya begini (penjualan berkurang), stok beras untuk sampai Lebaran masih bisa dikatakan aman. Meski memang omzet kami, para pedagang tetap menurun,” kata Waluyo saat dihubungi.
Pengalaman serupa dialami Nana (34), pedagang bahan kebutuhan pokok di Pasar Bukit Duri Puteran, Jakarta Selatan. Penjualan kebutuhan pokok pada masa pembatasan sosial berskala besar dikatakan melambat meski sudah mencoba berjualan secara daring.
Penurunan omzet salah satunya dipengaruhi oleh penurunan penjualan beras. Menurut Nana, pada hari biasa ia dapat menjual 50 kg beras dalam satu hari, tetapi kini tiga hari pun belum tentu habis.
”Stok beras tentu masih banyak, kan, penjualan akhir-akhir ini juga menurun. Padahal biasanya ramai, bahkan menjelang Lebaran, penjualan beras biasanya meningkat dua kali lipat tapi rasanya tahun ini berbeda,” kata Nana.
Meski saat ini stok beras di wilayah DKI Jakarta dikatakan aman, secara nasional kecukupan stok beras diperkirakan aman hanya sampai Juli 2020. Kompas pun mencatat, sejumlah daerah kini mulai kekurangan bahan pangan akibat krisis Covid-19, salah satunya dialami penduduk di Indonesia bagian timur.
Sebagai contoh, banyak warga di Pulau Selaru, Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Maluku, mulai kekurangan bahan pangan. Kekurangan bahan pangan juga salah satunya disebabkan oleh gagal panen akibat serangan hama pada tanaman pertanian lahan tadah hujan (Kompas.id, 13 Mei 2020).
Berdasarkan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional, beras kualitas medium II di DKI Jakarta seharga Rp 12.800 per kg, sementara di Maluku sudah mencapai Rp 14.000 per kg. Sementara secara nasional, harga beras kualitas medium II Rp 11.750 per kg.
Potensi krisis pangan
Guru Besar Ilmu Ekonomi Pertanian Universitas Lampung Bustanul Arifin memaparkan, produksi beras 2019 hanya 31,31 juta ton, turun 7,75 persen dari produksi 2018 yang mencapai 33,94 juta ton. Impor beras 2019 pun hanya 444.000 ton, turun drastis dibandingkan dengan impor 2018 sebesar 2,25 juta ton.
Sementara itu, produksi beras pada April-Juni 2020 diproyeksikan mencapai sekitar 11 juta ton beras. Artinya, pada akhir Juni 2020, Indonesia akan surplus beras sebanyak 7,71 juta ton. Namun, stok beras ddiperkirakan hanya akan aman sampai Juli 2020.
Untuk mengantisipasi krisis pangan, Bustanul mengatakan, impor beras perlu dilakukan setidaknya 1,5 juta ton hingga 2 juta ton. Namun, perlu disadari juga, harga pangan global biji-bijian mulai meningkat, misalnya bahan pangan beras mulai terjadi kenaikan harga.
Pada Februari 2020, harga beras Thailand hampir menyentuh 12.200 per kg, lebih tinggi dibandingkan dengan tahun sebelumnya seharga Rp 12.000 per kg. Begitu pun harga beras Vietnam yang hampir menyentuh Rp 11.800 per kg, naik dari harga tahun lalu dengan kisaran Rp 11.600 per kg.
”Thailand dan Vietnam kini mementingkan kebutuhan domestik dan sisanya baru untuk kebutuhan global. Keadaan ini membuat impor tidak mudah dilakukan dan memicu terjadinya kenaikan bahan pangan global,” kata Bustanul.
Diversifikasi pangan
Secara terpisah, peneliti Indef, Rusli Abdullah, menyampaikan, upaya melobi negara-negara pengekspor beras memang perlu dilakukan. Namun, pemerintah juga perlu memikirkan alternatif lain, misalnya dengan mendiversifikasi pangan, khususnya sumber karbohidrat.
Diversifikasi pangan, kata Rusli, dapat dilakukan dengan menyiapkan sumber pangan selain beras, antara lain singkong, sagu, dan jagung. Upaya ini penting dilakukan untuk memberikan pilihan bagi masyarakat ketika harga beras tinggi.
”Ini harus digalakkan dari sekarang, jangan sampai ketika defisit beras terjadi baru dilakukan. Untuk itu, pemerintah dari sekarang harus mendorong industri pengolahan untuk mengembangkan alternatif sumber karbohidrat lain selain beras,” ujar Rusli.
Dalam jangka panjang, diversifikasi pangan juga akan berdampak baik bagi perekonomian Indonesia. Selain mendorong industri pengolahan baru, ketergantungan pada beras juga dapat dikurangi.
Berdasarkan data World Food Program, secara global hingga akhir 2019, lebih dari 135 juta orang di 55 negara dan wilayah menghadapi krisis pangan, malnutrisi, dan kehilangan mata pencarian. Terlebih dengan adanya pandemi Covid-19, hingga akhir 2020, diperkirakan akan ada lebih dari seperempat miliar orang di seluruh dunia yang menderita kelaparan akut.