Tunda Pilkada 2020 hingga WHO Cabut Status Pandemi Covid-19
Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mengusulkan Pilkada 2020 dilanjutkan setelah status pandemi Covid-19 dicabut. Adapun KPU telah menyusun tahapan lanjutan Pilkada 2020 yang, menurut rencana, dimulai bulan depan.
Oleh
Edna C Pattisina
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mengusulkan agar penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah 2020 dilanjutkan setelah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencabut status pandemi Covid-19. Selama pandemi belum berakhir, situasi tidak dapat diprediksi, termasuk untuk menyelenggarakan pemilihan.
”Kalau pandemi belum berakhir, semua masih tidak bisa diprediksi. Setelah kondisi pandemi dunia ini dicabut WHO, kita bisa lakukan penahapan,” kata Terawan dalam uji publik Rancangan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 yang digelar KPU secara daring, Sabtu (16/5/2020).
Menurut dia, setelah status pandemi itu dicabut WHO, statusnya akan beralih menjadi endemi atau menjadi wabah yang skalanya hanya nasional. Dengan demikian, situasi yang ada lebih dapat diprediksi sehingga lebih memungkinkan untuk melanjutkan Pilkada 2020.
Seperti diketahui, beberapa waktu lalu, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2020 yang menjadi dasar hukum penundaan Pilkada 2020. Di dalamnya, diatur pula dua opsi waktu penundaan, yaitu waktu pemungutan suara yang semula dijadwalkan digelar pada September 2020, ditunda menjadi Desember 2020. Namun, jika pandemi belum berakhir, penundaan bisa berlanjut.
Sementara dalam Rancangan PKPU tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Penyelenggaraan Pilkada 2020 yang disusun KPU sebagai tindak lanjut dari Perppu No 2/2020, KPU menyiapkan tahapan, program, dan jadwal dengan waktu pemungutan suara pilkada jatuh pada 9 Desember 2020.
Meski demikian, ada dua opsi di dalamnya. Pada opsi A, tahapan pilkada lanjutan dimulai kembali pada 6 Juni 2020, sedangkan pada opsi B, tahapan dimulai 15 Juni 2020.
Ketua KPU Arief Budiman saat membuka acara uji publik mengatakan, selain rancangan PKPU tentang tahapan Pilkada 2020, KPU juga tengah menyiapkan rancangan PKPU yang muatannya soal pelaksanaan pilkada di tengah bencana. Dalam menyusun kedua rancangan PKPU itu, KPU disebutnya telah mengundang berbagai pihak, termasuk di dalamnya Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan pakar epidemiologi.
”Kami juga sudah berkirim surat ke pimpinan DPR untuk mengajukan jadwal konsultasi rancangan PKPU ini dengan DPR. Mudah-mudahan bisa dijadwalkan segera, bisa dilakukan di tengah masa reses dengan cara daring,” katanya.
Terlebih dengan waktu pemungutan suara digelar pada 9 Desember 2020, tahapan pilkada harus sudah dimulai awal bulan depan dan rancangan PKPU itu dibutuhkan penyelenggara pemilu di daerah untuk melaksanakan pemilihan lanjutan.
Terkait usul dari Terawan, tanggapan beragam disampaikan peserta uji publik. Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Wahyu Sanjaya, menyetujui usulan Terawan. Ia menggarisbawahi, Perppu No 2/2020 membuka peluang kalau pandemi Covid-19 belum berakhir, pelaksanaan pilkada masih bisa ditunda.
Selain Wahyu, Wakil Ketua Komite I Dewan Perwakilan Daerah Abdul Kholik juga mendukung kelanjutan Pilkada 2020 menunggu hingga pandemi berakhir atau seperti yang disampaikan Terawan.
Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Abhan mengingatkan, selain mempertimbangkan Perppu No 2/2020, juga perlu dipertimbangkan kondisi pandemi Covid-19. Menurut dia, KPU perlu berkonsultasi dengan otoritas yang bisa menyatakan, apakah pilkada bisa dilanjutkan atau tidak dilihat dari sudut pandang perkembangan wabah.
”Pernyataan Menteri Kesehatan juga hendaknya menjadi pertimbangan. Apalagi berdasarkan data Bawaslu, 55 persen dari pasien Covid-19 yang meninggal adalah warga yang berada di daerah yang akan menggelar Pilkada 2020. Ini juga diharapkan bisa jadi pertimbangan,” katanya.
Direktur Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari juga mengingatkan agar di tengah kondisi bencana, yang lebih utama untuk diperhatikan adalah faktor keselamatan dan kemanusiaan. Jadi, keputusan melanjutkan pilkada tidak semata perhitungan politik.
Terlebih jika tahapan pilkada dimulai bulan depan ketika ancaman Covid-19 diperkirakan masih tinggi. Jika dipaksakan, justru berpotensi membuat pandemi semakin tidak terkendali. Sebab, tak sedikit tahapan pilkada yang mempertemukan banyak orang sehingga rentan menularkan Covid-19.
Ia pun meminta agar pelaksanaan pemilu di Korea Selatan yang sukses digelar di tengah pandemi tidak dijadikan rujukan. Pasalnya, negara itu sudah lama mempersiapkan pemilihan di tengah pandemi. ”Sementara di Indonesia, ingat, ini perppu saja baru terbit. Kemudian, tidak banyak waktu tersedia sampai tahapan pilkada dilanjutkan. Kalau dipaksakan, KPU akan memiliki beban yang berat menyesuaikan pilkada dengan kondisi pandemi,” jelasnya.
Persetujuan atas penundaan kelanjutan pilkada juga disampaikan sejumlah perwakilan partai politik. Salah satunya disampaikan oleh Wakil Sekjen Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Danik Eka.
Meski demikian, ada pula yang tidak sependapat dengan Terawan. Harli, perwakilan dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), misalnya. Menurut dia, jika penundaan pilkada berlarut-larut, bakal berdampak buruk terhadap partai politik.
”Kami rugi karena sudah melatih saksi, pasangan calon juga rugi,” ujarnya. Ia lantas mencontohkan Korea Selatan yang sukses menggelar pemilu di tengah pandemi Covid-19.
Perwakilan partai lain, seperti Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Hanura, juga tak sepakat pilkada kembali ditunda. ”Jalankan saja sesuai jadwal, tapi gunakan teknologi,” kata Sekretaris Jenderal Partai Hanura I Gede Pasek Suardika.