Penerapan kebijakan pembatasan sosial berskala besar belum efektif. Masih adanya aktivitas di berbagai tempat publik mengakibatkan penularan Covid-19 terus terjadi.
Oleh
Ahmad Arif
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPASMinimnya sanksi dan dugaan inkonsistensi kebijakan membuat pembatasan sosial berskala besar di sejumlah daerah belum berjalan efektif. Aktivitas tempat ibadah, kantor, pabrik, dan berbagai kegiatan lain di luar ruangan masih banyak terjadi sehingga penularan Covid-19 terus berlangsung. Padahal, rumah sakit hampir penuh sehingga bisa mengancam keselamatan pasien.
”PSBB (pembatasan sosial berskala besar), khususnya di Jawa Timur, belum efektif sehingga belum selayaknya dilonggarkan,” kata Inge Dhamanti, Ketua Pusat Riset Keselamatan Pasien Universitas Airlangga, Surabaya, dalam webinar, Selasa (19/5/2020), di Jakarta.
PSBB (pembatasan sosial berskala besar), khususnya di Jawa Timur, belum efektif sehingga belum selayaknya dilonggarkan.
Berdasarkan survei Ikatan Alumni Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga pada 4-8 Mei 2020, selama PSBB, masih banyak aktivitas yang berlangsung, antara lain di tempat ibadah, kantor atau pabrik, mal dan pasar tradisional, tempat nongkrong, hingga olahraga di luar ruang. ”Hampir semua kegiatan dilakukan tanpa masker,” kata Inge.
Ia menambahkan, survei itu diikuti 2.834 responden di 38 kabupaten atau kota di Jatim, 56 persennya ada di Surabaya, Gresik, dan Sidoarjo.
Sejalan
Temuan dari survei itu sejalan dengan tren terjadinya kluster baru penularan Covid-19. ”Saat PSBB, kluster baru penularan muncul di pasar tradisional dan pabrik rokok. Saat ada orang positif Covid-19, pasarnya ditutup 14 hari, dibuka lagi, ramai lagi,” kata Inge.
Jika belajar dari sejarah flu Spanyol pada 1918, pasar tradisional menjadi pusat penularan utama."Kenapa dalam PSBB ini pasar tetap buka, sekalipun ada pembatasan, tetapi sepertinya belum efektif mencegah penularan," tuturnya.
Pengajar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember, Chandra Bumi, mengatakan, tren kurva epidemi berdasarkan kasus yang terkonfirmasi di Jatim sampai 17 Mei 2020 terus meningkat. Ini menunjukkan penularan masih berlangsung. ”Tiap kota terus meningkat kasusnya. Kasus terbanyak ada di Surabaya dan Sidoarjo,” katanya.
Belum efektifnya PSBB selama ini, menurut Chandra, disebabkan oleh adanya kebijakan tak transparan dan tiadanya ketegasan. Sanksi bagi pelanggar berupa denda Rp 15.000 tak memberi efek jera. ”Mudik dilarang, tetapi bandara dibuka. Meski ada syarat surat bebas Covid-19, bagaimana yang tak bergejala? Ada 80 persen orang tak bergejala,” ujarnya.
Selain itu, PSBB juga tidak diikuti upaya penapisan dan penemuan kasus secara cepat. ”Ada contoh kasus santri pulang dari Malaysia ke pondok pesantren di Magetan yang menjadi sumber penularan besar. Mestinya, saat tiba dari Malaysia, dijaring dulu surveilans,” ujar Chandra.
Menurut Henry Surendra, epidemiolog yang bekerja di Eijkman Oxford Clinical Research Unit, tidak efektifnya PSBB juga terjadi di sejumlah daerah lain secara nasional. ”Dari enam panduan WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) tentang syarat melonggarkan karantina menuju normal baru, Indonesia belum lolos dari dua tantangan teratas, yakni mengontrol penularan di level populasi dan kapasitas rumah sakit yang kewalahan,” ujarnya.
Oleh karena itu, PSBB seharusnya tidak dilonggarkan dulu. ”Malaysia yang grafik kasusnya turun setelah menerapkan lockdown (karantina wilayah) memutuskan akan memperpanjang sampai 9 Juni,” ujar Henry.
Inge menambahkan, dari pantauannya, kapasitas rumah sakit di Jatim saat ini rata-rata penuh dengan pasien Covid-19. Jumlah total ruang isolasi di Surabaya, Gresik, dan Sidoarjo hanya 587 dan 52 ventilator. Sementara dokter spesialis paru hanya 91 orang.
"Artinya kalau ada pasien, terpaksa masuk ke ruang non isolasi atau non rujukan. Saat ini juga terjadi pemrioritaskan pasien, padahal penambahan kasus baru per hari masih ratusan. Bagaimana jika kasus bertambah ribuan per hari seperti di Italia, tentu akan sangat berat," ungkapnya.
Di Sidoarjo, puluhan warga Desa Waru, Sidoarjo, yang hasil tes cepatnya reaktif ditindaklanjuti dengan uji usap Covid-19 untuk memastikan diagnosis.
Sementara itu, pembatasan fisik terkait protokol pencegahan penularan Covid-19 di pasar tradisional dan pusat perbelanjaan di Kota Pontianak, Kalimantan Barat, belum sepenuhnya dijalankan warga.
Menurut pemantauan Pantauan Kompas, pasar dan pusat perbelanjaan ramai pengunjung. Sebagian warga membeli baju hingga kebutuhan pokok tanpa memperhatikan jarak fisik.
Wali Kota Pontianak Edi Rusdi Kamtono mengatakan, pihaknya mengingatkan warga agar mematuhi pembatasan fisik. Pembatasan akses lalu lintas saat malam hari diberlakukan untuk mencegah kerumunan orang.
Pembatasan diperpanjang
Di DKI Jakarta, tingkat penularan Covid-19 mencapai 1,11 atau satu orang menularkan penyakit ke satu orang lain. Agar tingkat penularan nol, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memperpanjang PSBB hingga 4 Juni 2020 tanpa pelonggaran. ”PSBB tahap ketiga akan dimulai hari Jumat tanggal 22 Mei sampai 4 Juni 2020. PSBB jadi penentu penurunan ataupun kenaikan jumlah kasus Covid-19,” kata Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Menurut juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19, Achmad Yurianto, pemerintah belum berencana melonggarkan PSBB. Dengan terus bertambahnya jumlah kasus baru Covid-19, pembatasan sosial harus diperkuat.
Hingga kemarin, jumlah kasus baru positif Covid-19 di Indonesia masih bertambah. Pada 19 Mei 2020, ada 18.496 kasus positif Covid-19 dari hasil pemeriksaan terhadap 202.936 spesimen. Adapun jumlah total pasien meninggal 1.221 orang dan 4.467 penderita telah sembuh. (DEONISIA ARLINTA/LARASWATI ARIADNE ANWAR/RUNIK SRI ASTUTI/EMANUEL EDI SAPUTRA)