Kemenhub Perketat Pengawasan Angkutan Umum
Berdasarkan evaluasi, ada sejumlah operator angkutan yang mencari celah untuk melanggar larangan mudik. Kementerian Perhubungan menyatakan bakal memperketat pengawasan di lapangan.
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Perhubungan menyatakan bakal memperketat pengawasan angkutan menjelang dan sesudah Idul Fitri 1441 Hijriah terkait dengan larangan mudik. Sebab, sebagian warga dan pelaku usaha transportasi masih mencari celah agar tetap bisa mudik.
Juru Bicara Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Adita Irawati, dalam keterangan pers, Jumat (22/5/2020), menyatakan, pengetatan pengawasan sesuai dengan instruksi Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi kepada jajaran kementerian di seluruh Indonesia. Pengetatan akan dilakukan bersama Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Kementerian Kesehatan, TNI, Polri, pemerintah daerah, dan operator transportasi.
Hingga kini, ada sejumlah pelaku usaha transportasi yang mencari celah untuk melanggar aturan. Aturan yang dimaksud adalah Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi Selama Musim Mudik Idul Fitri 1441 H dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19.
Pelanggaran itu antara lain berupa mudik menggunakan travel (angkutan) gelap, mencari jalan ”tikus” untuk mengelabui petugas, memalsukan surat sehat atau bebas Covid-19, dan memalsukan stiker khusus pada bus.
Menurut Adita, Kemenhub tidak ingin kecolongan dengan masih adanya masyarakat yang bersikeras mencari celah untuk mudik ataupun operator transportasi yang menyediakan sarana transportasi untuk mudik. Pengetatan akan ditempuh dengan menambah personel di simpul-simpul transportasi, memberikan sanksi bagi pelanggar, dan memantau langsung di lapangan.
Secara umum, pengetatan pengawasan transportasi terbagi dalam tiga fase. Fase pertama adalah menjelang Idul Fitri yang dimulai sejak penetapan Permenhub No 25/2020 pada 23 April 2020 hingga 23 Mei 2020. Fase kedua pada saat Idul Fitri, yakni 24-25 Mei 2020, sementara fase ketiga setelah Idul Fitri, yakni 26 Mei-1 Juni 2020.
Pengetatan pengawasan menjelang Idul Fitri dilakukan di simpul-simpul transportasi seperti bandara, stasiun, pelabuhan, dan terminal di Jakarta dan kota besar lain. Selain itu, pengawasan juga ditempuh di pos pengecekan yang tersebar di jalan tol, jalan nasional, jalan provinsi, hingga jalan kecil di daerah.
Baca juga : Mobilitas Warga Tak Terkendali
Pengawasan pada fase Idul Fitri dikonsentrasikan pada lalu lintas di dalam Jabodetabek, yakni terhadap masyarakat yang bepergian dengan tujuan berkumpul atau bersilaturahmi. Selain itu, juga penyekatan perjalanan pendek seperti Jakarta-Cirebon, Kuningan, Brebes, Tegal, dan Bandung.
Sementara setelah Idul Fitri atau arus balik, Kemenhub mengantisipasi di titik pengecekan untuk memperketat penyekatan lalu lintas keluar masuk Jabodetabek. Selain itu, ada penyemprotan cairan disinfektan terhadap kendaraan yang akan masuk ke Jakarta, pengaturan tempat istirahat di area jalan tol, memastikan kesiapan kendaraan derek dan petugas jalan tol, serta mengantisipasi pembukaan tol layang arah Jakarta.
”Kami menemukan masih banyak orang berusaha mudik ke daerah,” kata Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiyadi.
Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub dan Direktorat Lalu Lintas Kepolisian Daerah Metro Jaya menjaring kendaraan tanpa izin yang dijadikan angkutan ”gelap” pembawa penumpang yang ingin mudik ke Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Pada Kamis (21/5/2020), misalnya, terjaring 2 unit bus, 40 unit minibus, dan 53 unit mobil pribadi. Sebanyak 719 orang yang ingin mudik pun gagal meneruskan perjalanan mudik.
Merujuk data Polda Metro Jaya, sejak operasi ini dijalankan 24 April 2020, sebanyak 377 kendaraan disita dan 2.255 orang yang akan mudik telah dicegah. ”elama belum ada pencabutan larangan mudik oleh pemerintah, operasi ini akan kami lakukan terus untuk mencegah masyarakat bepergian agar mengurangi penyebaran Covid-19,” kata Budi.
Mobilitas lokal
Ketua Umum Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Agus Taufik Mulyono mengatakan, mobilitas lokal di masa Lebaran adalah hal yang saat ini perlu menjadi perhatian serius pemerintah, khususnya pemerintah daerah. ”Tanggung jawab mengenai hal ini sudah beralih ke daerah,” ujarnya.
Padahal, daerah memiliki berbagai keterbatasan mulai dari sumber daya manusia, fasilitas rumah sakit, hingga dana operasionalisasi. Hal ini harus menjadi perhatian serius dalam upaya mencegah penyebaran Covid-19 di daerah.
Menurut Agus, pengendalian mobilitas lokal dan penerapan protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran Covid-19 sangat bergantung pada ketegasan di tingkat rukun tetangga dan rukun warga.
Penasihat MTI, Agus Pambagio, mengatakan, hal yang harus dilakukan pada jangka pendek oleh pemerintah daerah adalah menyiapkan diri dan mewaspadai potensi ledakan baru kasus positif Covid-19 di daerah-daerah. Jika dalam jangka pendek hal ini tak tertangani, problem-problem baru terkait penanganan Covid-19 dikhawatirkan muncul.
Menurut Agus, lolosnya pemudik dapat terjadi karena berbagai faktor, seperti tidak ada sanksi tegas PSBB, tumpang tindih aturan, dan ketidakcukupan pemerintah dalam memenuhi kebutuhan pangan saat warga tidak dapat bekerja atau beraktivitas.
Baca juga : Ketegasan Penentu Keberhasilan Pelarangan Mudik
Ketua MTI untuk Inovasi dan Teknologi Transportasi Arif Wismadi menuturkan, salah satu prinsip yang dapat diterapkan untuk menghindarkan bahaya lebih besar akibat Covid-19 adalah aksi eksesif. ”Caranya bagaimana? Dengan menganggap semua orang dan benda di luar rumah terkontaminasi,” kata Arif.
Menurut Arif, dihadapkan pada kondisi keterbatasan-keterbatasan di daerah perlu solusi lebih cepat, lebih murah, dan lebih baik. ”Caranya sederhana, misalnya rang yang keluar rumah harus memakai masker dan pelindung wajah. Dan, sebelum masuk rumah, pastikan masyarakat membersihkan diri,” katanya.