Disiplin menjalankan protokol kesehatan sangat dibutuhkan agar pengurangan pembatasan sosial tidak memunculkan gelombang baru penularan Covid-19.
Oleh
Deonisia Arlinta/Sharon Patricia/Karina Isna Irawan/FX Laksana Agung Saputra
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pandemi Covid-19 direspons oleh banyak negara dengan pembatasan sosial. Sejumlah daerah di Indonesia pun menerapkan pembatasan itu. Pembatasan kini dipandang perlu dikurangi sembari menjaga protokol kesehatan. Disiplin menjalankan protokol kesehatan menjadi kunci keberhasilan mengatasi penularan.
Saat bertemu dengan Kompas pada hari kedua Lebaran, 25 Mei silam, di kediamannya, di Jakarta, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mempergunakan ungkapan ”produktif dan aman Covid-19” sebagai gambaran dari kondisi masyarakat yang kembali bekerja dengan tetap menjalankan protokol kesehatan, antara lain sering cuci tangan, menjaga jarak, serta memakai masker.
Istilah produktif mengacu pada mulai dibukanya kembali aktivitas masyarakat setelah dilakukan pembatasan. Pemerintah pusat sebelum ini telah menyediakan regulasi yang mengatur pembatasan, yakni pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Pemerintah di daerah dapat mengusulkan kepada pemerintah pusat untuk menerapkan PSBB.
Ada pula beberapa daerah yang menerapkan pembatasan dengan tak menggunakan aturan PSBB. Inisiatif ini seperti dilakukan Pemerintah Kota Semarang. Intinya bertujuan sama dengan penerapan PSBB, yaitu mengurangi aktivitas masyarakat guna menekan kontak antarwarga sehingga risiko penularan Covid-19 dapat ditekan serendah mungkin.
Ada empat provinsi yang menerapkan PSBB, yaitu DKI Jakarta, Sumatera Barat, Jawa Barat, serta Gorontalo. Selain itu, ada 17 kota/kabupaten yang juga menerapkan PSBB.
Dalam wawancara khusus dengan Kompas, Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menyebut akan ada pengurangan pembatasan sosial, tetapi bukan pelonggaran. Alasannya, pelonggaran dapat diartikan ”bisa semaunya”.
”Padahal, ketika pembatasan itu dikurangi, harus diimbangi pengetatan protokol. Pengurangan pembatasan dimulai dari wilayah yang masuk zona hijau,” ujar Muhajir.
Menurut dia, untuk wilayah-wilayah yang belum ”aman”, pemerintah tak akan sembrono menoleransinya. Jika ada wilayah yang dibuka, hal itu harus diikuti protokol sangat ketat dengan penjagaan oleh petugas keamanan.
Ketika pembatasan itu dikurangi, harus diimbangi pengetatan protokol.
Muhajir menjelaskan, pemerintah paham betul, ongkosnya akan terlalu mahal kalau sampai penegakan kepatuhan terhadap protokol di lapangan tak dijalankan.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Suharso Monoarfa menegaskan, pemerintah bukan ingin melonggarkan PSBB, melainkan mempersiapkan ”normal baru”. ”Normal baru penting untuk menyiapkan masyarakat yang produktif dan aman Covid-19,” ujarnya kepada Kompas. Menurut dia, pemerintah tak ingin terburu-buru. Semuanya harus dihitung benar-benar matang.
102 wilayah
Dengan memperhatikan perkembangan data terkahir, pemerintah kemarin mengumumkan 102 wilayah yang diperbolehkan mulai membuka produktivitas sosial. Menurut Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo, Presiden Joko Widodo telah memerintahkan agar kegiatan warga produktif aman Covid-19 mulai dilaksanakan secara bertahap di sejumlah wilayah.
Pada tahap awal, kegiatan itu bisa dijalankan di 102 kabupaten/kota pada zona hijau atau tidak ditemukan kasus Covid-19. Meski begitu, pemerintah daerah setempat harus memastikan kesadaran warga untuk tetap menjalankan protokol kesehatan yang ketat. Daerah-daerah ini diingatkan harus memperhatikan ketentuan pemeriksan dan pelacakan kasus positif Covid-19 secara agresif.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menuturkan, pemerintah sedang menyusun skenario pemulihan ekonomi secara bertahap. Kebijakan mengurangi pembatasan sosial berskala besar berlandaskan pada aspek kesehatan.
Protokol kesehatan yang berbeda-besa untuk setiap sektor, menurut dia, sedang dibahas. Protokol kesehatan di sektor pendidikan berbeda dengan di pabrik, mal, pasar, atau fasilitas publik lain. ”Manusia adalah makhluk sosial sehingga suatu saat nanti pemerintah harus mulai melakukan sesuatu, tetapi tidak berarti kompromi dari sisi kesehatan,” kata Sri Mulyani dalam telekonferensi khusus dengan Kompas, Jumat (29/5/2020).
Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko mengatakan, pemerintah akan menguji coba penerapan kebijakan normal baru di beberapa kota dan kabupaten yang dianggap siap per Juni mendatang. Sedikitnya 18 protokol sektor sebagai acuan penerapan normal baru itu sedang disusun.
”Kita akan membuat uji coba penerapan normal baru. Ada beberapa usulan daerah dengan tren yang bagus. Presiden ingin pada Juni sudah mulai dijalankan, tetapi tanggalnya belum pasti,” kata Moeldoko dalam wawancara khusus dengan Kompas.
Normal baru dipahami sebagai berjalannya kegiatan masyarakat di semua bidang dengan kesadaran dan perilaku kolektif menempatkan protokol kesehatan pencegahan penularan Covid-19 sebagai perhatian. Pemerintah hendak menerapkannya bertahap sesuai kesiapan setiap daerah.
Targetnya, semua daerah pada saatnya nanti menerapkan normal baru.
Guna menentukan penerapan normal baru di daerah tertentu, lanjut Moeldoko, pemerintah menggunakan lima parameter. Parameter epidemiologi menempati urutan pertama, antara lain angka reproduksi efektif (penularan) di bawah 1 selama dua minggu.
Parameter kedua adalah kemampuan pengawasan yang ditunjukkan dengan peningkatan jumlah tes. Ketiga ialah kapasitas pelayanan kesehatan. Keempat meliputi persiapan dunia usaha, sedangkan kelima adalah kesiapan respons masyarakat. ”Setelah parameter terpenuhi, penerapan normal baru harus melalui kesepakatan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah,” ujarnya.
Hal penting yang perlu dilakukan sekarang, kata Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, ialah menyiapkan warga agar benar-benar bisa beradaptasi. Sepanjang Maret hingga sekarang, peran warga untuk pelan-pelan berubah amat besar.
”Pahlawan melawan pandemi ini adalah masyarakat sendiri, khususnya mereka yang sejak awal, bahkan sebelum PSBB dimulai, sudah mau membatasi diri, termasuk konsisten berkegiatan di rumah” ucap Anies.
Ia menuturkan, jumlah warga Jakarta yang berdisiplin itu tidak sedikit. Terhitung hingga 22 Mei lalu (akhir tahap kedua PSBB DKI), sebanyak 60 persen dari 10 juta penduduk mematuhi aturan PSBB. ”Kondisi ini yang harus dikelola untuk dilanjutkan,” kata Gubernur DKI Jakarta.
Mitigasi
Menanggapi rencana pemerintah mengurangi pengetatan dengan menerapkan protokol kesehatan, Rektor Unika Atma Jaya Jakarta Agustinus Prasetyantoko menilai, langkah itu akan membuat perekonomian bergerak. Syaratnya, dilakukan di daerah yang sudah memungkinkan melakukan hal itu.
Ia mengingatkan, perlu disiapkan dana mitigasi guna mengantisipasi lonjakan kasus Covid-19 pasca-pengurangan pembatasan. ”Kalau PSBB dikurangi, sangat mungkin kasus naik lagi. Maka, perlu disiapkan mitigasi. Anggaran kesehatan harus disiapkan,” ujar Prasetyantoko.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics Mohammad Faisal berpendapat, pengurangan pengetatan akan berdampak optimal jika penularan Covid-19 terkendali. Senada dengan Prasetyantoko, Faisal menyatakan, jika hendak mengurangi pembatasan, pemerintah mesti memperkuat kesiapan fasilitas dan tenaga kesehatan. ”Di balik normal baru ada risiko penyebaran yang meluas. Ketika hal itu terjadi, meski sekilas membaik, ekonomi akan kembali tertekan, bahkan lebih sulit lagi untuk pulih,” katanya. (AGE/LKT/GAL/BOW/HAR/DNE/NEL)