Menyusun aturan kemudian mempraktikkannya tak semudah membalikkan telapak tangan. Ada faktor yang berbeda-beda di setiap sektor dan daerah.
Protokol kegiatan ekonomi yang melibatkan banyak orang berbeda dengan kegiatan di balik layar dan interaksi antarmanusia yang terbatas. Jangan sampai pelonggaran pembatasan sosial berskala besar (PSBB) justru berbalik menjadi bumerang yang memperparah penularan Covid-19 di Indonesia.
Salah satu sektor yang melibatkan kerumunan orang adalah pasar tradisional. Kluster pasar tradisional muncul selama pandemi Covid-19. Bahkan, sejumlah pasar ditutup untuk mencegah penularan. Padahal, selama pandemi Covid-19, pasar menerapkan aturan untuk mencegah penularan.
Kami sudah ingatkan, pasar berpotensi menjadi kluster penularan karena pertemuan aktif dan interaksi antara pedagang dan pembeli.
Berdasarkan data Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) per 29 Mei 2020, sebanyak 214 pedagang pasar positif Covid-19 dan 19 orang meninggal.
”Kami sudah ingatkan, pasar berpotensi menjadi kluster penularan karena pertemuan aktif dan interaksi antara pedagang dan pembeli,” kata Ketua Umum Ikappi Abdullah Mansuri, Kamis (28/5/2020).
Kementerian Perdagangan, melalui Surat Edaran Nomor 12 Tahun 2020 tanggal 28 Mei 2020, mengatur kegiatan perdagangan dalam rangka menjaga ketersediaan dan kelancaran distribusi barang dan jasa. SE itu melingkupi kegiatan perdagangan, antara lain di pasar rakyat, toko swalayan, dan mal.
Namun, mengutip Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga, penanganan pasar tradisional menghadapi Covid-19 merupakan wewenang pemerintah daerah.
”Kami memberi surat edaran dalam rangka memberi pemahaman dan konsep aturan yang konkret. Akan tetapi, penerapannya kembali lagi ke pemda masing-masing karena itu wilayah mereka,” katanya.
Kewenangan pemda dalam penerapan protokol di pasar ini disoroti pedagang pasar. Jika PSBB dilonggarkan, pemerintah mesti bekerja lebih keras agar pedagang dan pengunjung pasar aman dari Covid-19.
Sementara bagi pekerja, pelonggaran PSBB yang diikuti protokol kesehatan bukan solusi untuk menyelamatkan mereka dari jerat kemiskinan dan pengangguran.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia Said Iqbal mengungkapkan, tanpa persiapan matang, pelonggaran PSBB yang prematur bisa membahayakan kesehatan dan keselamatan pekerja. Selama PSBB, sejumlah buruh yang masih bekerja terpapar Covid-19.
”Pemerintah seharusnya memaksimalkan pemberian bantuan langsung tunai, bukan meminta masyarakat bekerja kembali di tengah pandemi yang bisa mengancam nyawa. Lagi pula, yang telanjur hilang pekerjaan akan kembali bekerja di mana?” ujarnya.
Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia Timboel Siregar menambahkan, normal baru tidak bisa jadi solusi bagi jutaan pekerja yang telanjur mengalami pemutusan hubungan kerja.
Sementara itu, Kementerian Perindustrian menyiapkan pedoman di lingkungan industri. Konsekuensinya, utilitas industri bisa anjlok 50 persen.
Menurut Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, utilitas yang anjlok akibat karyawan yang terlibat dalam proses produksi berkurang karena mesti jaga jarak.
Ketua Umum Himpunan Kawasan Industri Indonesia Sanny Iskandar menyebutkan, usaha keras perlu dilakukan industri padat karya untuk mengadopsi protokol normal baru, antara lain memperluas pabrik agar jarak aman antarpekerja bisa dipenuhi. Pilihan lain adalah menerapkan giliran waktu kerja bagi pekerja, hingga tiga sif dalam sehari.
Jika hal itu tidak dilakukan, pekerja masih menghadapi risiko tertular Covid-19. Risiko bertambah jika pekerja mesti menggunakan transportasi umum ke tempat kerja yang bisa jadi belum tegas menerapkan protokol kesehatan.
Sebagaimana disampaikan Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia Djoko Setijowarno, penggunaan masker, menjaga jarak, dan pengecekan suhu merupakan prosedur yang tak bisa ditawar di dalam transportasi umum.
Di sisi lain, tambah Sanny, normal baru tak serta-merta meningkatkan produksi industri karena tergantung permintaan pasar.
Akibat pandemi Covid-19, pertumbuhan ekonomi negara-negara di dunia anjlok dan perdagangan merosot. Proyeksi Bank Indonesia, pertumbuhan ekonomi global 2020 minus 2,2 persen. Sementara Kementerian Keuangan memperkirakan pertumbuhan ekonomi RI berkisar minus 0,4 hingga 2,3 persen pada tahun ini.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics Mohammad Faisal menekankan, selama pandemi belum berakhir, aktivitas ekonomi dan produksi tidak bisa benar-benar kembali ke kondisi normal.
Menerbitkan aturan saja tak cukup untuk menjaga masyarakat aman dari Covid-19.