Program Kartu Prakerja masih menjadi harapan para pencari kerja. Dalam masa evaluasi, program ini diharapkan dapat kembali ke tujuan awal, yakni meningkatkan kompetensi peserta dengan standar dan indikator yang terukur.
Oleh
SHARON PATRICIA/ERIKA KURNIA
·4 menit baca
Sebelum gelombang keempat dibuka, program Kartu Prakerja diharapkan dapat kembali ke tujuan awal. Tujuannya adalah untuk memperbaiki daya saing tenaga kerja Indonesia melalui pelatihan keterampilan, bukan lagi berfokus sebagai program semi bantuan sosial.
Pendaftar program Kartu Prakerja tercatat 10,4 juta orang dari target 5,6 juta orang setahun. Namun, baru 680.000 peserta yang sudah dinyatakan sebagai peserta lolos dalam tiga gelombang pendaftaran yang dilakukan sejak 11 April 2020.
Sementara untuk gelombang keempat yang seharusnya dibuka pada pertengahan Mei, hingga kini masih dalam proses evaluasi. Meski menunggu lama, para calon peserta tetap berharap program Kartu Prakerja kembali dibuka dengan sistem dan skema yang lebih baik.
Saiful Hidayat (23) merupakan salah seorang pendaftar Kartu Prakerja yang belum berhasil lolos meski telah mencoba dua kali pada gelombang kedua dan ketiga. Ia menilai, membeludaknya jumlah pendaftar membuatnya kesulitan mendaftar.
Selain itu, proses seleksi yang menggunakan self reporting memberikan celah bagi orang-orang yang sebenarnya tidak berhak mendapatkan manfaat program. Akibatnya, peserta yang memang membutuhkan pelatihan keterampilan malah tidak berhasil lolos.
”Setahu saya, Kartu Prakerja itu untuk orang-orang yang belum mendapat pekerjaan, termasuk saya sebagai lulusan baru. Namun, karena ada pandemi Covid-19 (Coronavirus disease), saingannya jadi semakin banyak, jadi susah juga lolosnya,” kata Saiful saat dihubungi Kompas, Rabu (17/6/2020).
Meski begitu, Saiful berharap dapat tetap mengikuti pelatihan Kartu Prakerja di gelombang keempat. Sebagai lulusan baru di salah satu universitas negeri di Daerah Istimewa Yogyakarta, ia ingin meningkatkan keterampilan di bidang musik sebagai bekal terjun ke dunia kerja.
”Kalau memang lolos program ini, rencananya saya mau ikut pelatihan yang berhubungan dengan dunia musik. Insentifnya nanti bisa digunakan untuk jadi modal, misalnya membeli recording (alat rekam),” ujarnya.
Untuk itu, dalam proses evaluasi, kata Saiful, pemerintah diharapkan dapat benar-benar mengkaji ulang proses seleksi, skema pelatihan, dan target penerima. Dengan begitu, program Kartu Prakerja akan kembali ke tujuan awal, meningkatkan keterampilan peserta.
Sementara Joe Silver Radiangga (20), salah seorang peserta program Kartu Prakerja, kini galau menanti turunnya insentif bulan kedua yang dijadwalkan cair pada 10 Juni 2020. Padahal, insentif tersebut sangat dibutuhkan untuk membiayai hidup seorang diri di Jakarta.
Pemuda yang biasa disapa Rangga itu mendaftar program Kartu Prakerja di gelombang kedua pada akhir April 2020. Saat itu, ia sedang menganggur karena dirumahkan oleh manajemen tempatnya bekerja sebagai pelayan restoran.
”Insentif pertama yang saya terima cukup menjamin biaya hidup saya, termasuk ketika harus tinggal di GOR Tanah Abang karena tidak bisa menyewa (kamar) indekos. Uang itu saya pakai buat makan dan lain-lain,” katanya.
Uang itu bahkan juga ia pakai untuk modal usaha menjual kue Lebaran. Kartu Prakerja juga ia manfaatkan untuk mengikuti pelatihan copy writing selama tiga hari melalui platform Skill Academy.
Dalam dua minggu terakhir, ia baru saja mendapat pekerjaan sebagai seorang housekeeper (tata graha) di sebuah hunian co-living. Pekerjaan itu menjamin pendapatan Rp 2,2 juta per bulan dan mes gratis untuk ditinggali. Bagaimanapun ia masih membutuhkan biaya untuk memulai hidup barunya.
”Ketika sangat dibutuhkan sekali malah ada penundaan. Kalau belum siap, baiknya jangan dikasih jadwal,” ujarnya.
Tujuan awal
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menilai, fokus gelombang keempat dan seterusnya dalam Kartu Prakerja seharusnya sudah kembali ke tujuan awal untuk meningkatkan kemampuan peserta. Sebab, eranya pun sudah beralih menuju kenormalan baru.
Artinya, mereka yang selama masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dirumahkan atau tidak bisa berdagang, sekarang sudah diizinkan kembali melakukan aktivitas ekonomi. Dengan begitu, sasaran atau target penerima Kartu Prakerja dapat lebih disesuaikan kebutuhan.
Dalam masa PSBB transisi, beberapa kegiatan usaha mulai kembali dibuka, antara lain, perkantoran, rumah makan, perindustrian, pergudangan, pertokoan, pasar, mal, dan layanan pendukung. Artinya, ke depan Kartu Prakerja bukan lagi sebagai semi bantuan sosial, melainkan diharapkan benar-benar untuk meningkatkan kompetensi peserta.
”Sektor-sektor usaha yang sudah mulai dibuka kembali dapat dijadikan sebagai baseline oleh pemerintah untuk dikaitkan dengan pelatihan yang ada. Bahkan, jika memang risiko penularan Covid-19 sudah rendah di satu daerah, pelatihan offline juga bisa dimulai,” kata Tauhid.
Selain itu, peningkatan kompetensi juga harus memiliki standar dan indikator yang jelas. Dengan begitu, ketika selesai mengikuti pelatihan, peserta memiliki bekal yang cukup untuk menjadi tiket masuk ke dunia usaha.
”Kalau pelatihan bahasa Inggris, maka standarnya itu harus terukur. Misalnya dengan ukuran TOEFL, saat awal tes skornya 400, kemudian setelah pelatihan menjadi 500, maka ada perbedaan yang nyata,” ucap Tauhid.
Meski menuai polemik, nyatanya program Kartu Prakerja tetap diharapkan oleh para pencari kerja. Untuk itu, diharapkan proses evaluasi dapat memberikan buah manis bagi mereka yang sudah menunggu.