Gerhana Matahari Cincin kembali akan terjadi, Minggu (21/6/2020). Di Indonesia, wilayah yang tak bisa menyaksikan gerhana Matahari sebagian ialah selatan dan barat Jawa serta sisi barat ujung selatan Sumatera.
Oleh
MUCHAMAD ZAID WAHYUDI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Gerhana matahari cincin kembali akan terjadi, Minggu (21/6/2020). Namun, sebagian besar wilayah Indonesia akan melihatnya sebagai gerhana matahari sebagian karena posisi Indonesia yang berada di tepi jalur gerhana.
Gerhana matahari cincin (GMC) kali ini bisa disaksikan di 14 negara Asia-Afrika, seperti Kongo, Sudan Selatan, Etiopia, Yaman, Arab Saudi, Oman, Pakisan, India, China, dan Taiwan. Puncak GMC terjadi di Uttarakhand, India utara.
Jalur lintasan gerhana matahari ini amat tipis. Lebar jalur gerhana saat proses gerhana dimulai atau di akhir sekitar 85 kilometer sehingga GNC di wilayah itu hanya berlangsung selama 1 menit 20 detik. Sementara di wilayah yang bisa mengamati puncak GMC, lebar jalurnya hanya 21 kilometer hingga durasi cincin hanya berlangsung 38 detik.
Di Indonesia, wilayah yang tak bisa menyaksikan gerhana matahari sebagian (GMS) ialah selatan dan barat Jawa serta sisi barat ujung selatan Sumatera. DKI Jakarta dan Banten merupakan dua provinsi yang sama sekali tak bisa melihat GMS.
Karena hanya berupa GMS, maka jangan membayangkan gerhana yang bisa dilihat dari Indonesia pada GMC 21 Juni nanti akan seperti cincin matahari yang terlihat pada GMC 26 Desember 2019 di sebagian Sumatera dan Kalimantan.
GMS di Indonesia terjadi sejak Minggu siang hingga petang. Namun, waktu mulai, puncak, dan akhir gerhana di tiap daerah berbeda. ”Waktu gerhana bergantung pada konfigurasi posisi Matahari-Bulan yang teramati di muka Bumi,” kata peneliti astronomi dan astrofisika Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Rukman Nugraha, Jumat (19/6/2020).
Waktu mulai GMS di Indonesia antara pukul 13.16 WIB di Sabang, Aceh, hingga 15.20 WIB di Kepanjen, Malang, Jawa Timur. Puncak GMS paling cepat terjadi di Sabang pada 14.35 WIB dan paling lambat di Agats, Papua, pukul 17.37 WIT. GMS berakhir dari pukul 15.07 WIB di Tais, Bengkulu, hingga 17.32 WITA di Melonguane, Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara.
Waktu gerhana bergantung pada konfigurasi posisi Matahari-Bulan yang teramati di muka Bumi.
”Beberapa kota di Maluku, Papua, dan Papua Barat tidak bisa melihat puncak gerhana karena Matahari sudah tenggelam,” ujarnya. Puncak gerhana GMS berlangsung saat bagian Matahari yang ditutupi piringan Bulan mencapai maksimum.
Saat puncak GMS, besaran piringan Matahari yang tertutup Bulan di Indonesia berkisar dari 0- 52 persen. Piringan Matahari yang nol tertutup Bulan berarti tepi Matahari-Bulan hanya akan saling bersentuhan. Ini terjadi di daerah yang terletak di pinggir jalur gerhana, seperti Kepanjen, Jatim.
Piringan Matahari yang 52 persennya tertutup Bulan bisa dilihat di Melonguane, Sulut. Di sana, Matahari akan terlihat seperti biskuit bulat yang digigit separuh.
GMC kali ini bertepatan dengan posisi Matahari di titik balik utara atau disebut juga summer solstice atau titik balik musim panas bagi belahan Bumi utara. Setiap tahun, Matahari ada di titik balik utara antara 20-22 Juni. Tahun ini, Matahari mencapai titik itu pada 21 Juni pukul 04.43 WIB.
”Karena terjadi bersamaan dengan summer solstice, GMC kali ini hanya bisa dilihat oleh penduduk yang tinggal di belahan Bumi utara,” kata dosen Astronomi Institut Teknologi Bandung Moedji Raharto.
Titik balik utara adalah garis lintang utara terjauh yang bisa dicapai oleh gerak semu Matahari, yaitu di garis 23,5 derajat lintang utara. Gerak semu Matahari itu terjadi sebagai akibat kemiringan sumbu rotasi Bumi sebesar 23,5 derajat.
Terjadinya GMC yang bersamaan dengan summer soltice relatif jarang terjadi. Selama abad ke-21, peristiwa ini hanya terjadi dua kali, yaitu pada 21 Juni 2020 dan 21 Juni 2039.
Namun, komunikator astronomi dan pendiri situs astronomi langit selatan Avivah Yamani menegaskan, ”Tidak ada beda tampilan GMC saat summer solstice atau tidak,” ujarnya.
Selain itu, lanjut Moedji, GMC kali ini masuk dalam musim gerhana pertama di 2020. Selain GMC 21 Juni, selama musim gerhana ini juga terjadi gerhana Bulan penumbra (GBP) 6 Juni dan GBP 5 Juli. Dari tiga gerhana itu, hanya GBP 5 Juli yang tak bisa dilihat dari Indonesia.
Karena saat ini masih berlangsung pembatasan aktivitas di luar rumah akibat pandemi Covid-19, pengamatan GMC atau GMS dipastikan tak bisa dilakukan banyak orang. Masyarakat bisa mengakses tayangan langsung gerhana yang dilakukan sejumlah pihak, seperti Virtual Telescope Project di virtualtelescope.eu atau media sosial dan situs jejaring MY-East Asia Universe Awareness Solar Eclipse.