Status Jawa Timur sebagai episenter Covid-19 diduga belum menunjukkan kondisi sesungguhnya. Angka yang dilaporkan dinilai menyerupai fenomena gunung es.
Oleh
Ahmad Arif
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Jawa Timur, khususnya Kota Surabaya, telah menjadi episenter terbesar Covid-19 dengan jumlah kasus dan korban jiwa sangat tinggi. Angka yang dilaporkan menyerupai fenomena gunung es karena terdapat ratusan pasien dalam pemeriksaan yang meninggal dunia, tetapi tidak dilaporkan.
Berdasarkan data Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, terjadi penambahan 1.226 kasus baru Covid-19 pada Sabtu (20/6/2020) sehingga totalnya menjadi 45.029 kasus. Jumlah korban jiwa bertambah 56 orang sehingga total mencapai 2.429 orang. Jumlah kasus dan korban jiwa ini merupakan yang tertinggi di Asia Tenggara.
Provinsi Jawa Timur mendapatkan tambahan kasus baru terbanyak 394 orang sehingga total menjadi 9.541 kasus, disusul DKI Jakarta 180 orang sehingga menjadi 9.829 kasus, dan Sulawesi Selatan 112 orang sehingga menjadi 3.682 kasus, serta Jawa Tengah 98 orang sehingga menjadi 2.569 kasus. Untuk korban jiwa, Jawa Timur juga merupakan daerah yang terbanyak dengan 698 orang, disusul Jakarta 585 orang, Jawa Barat 171 orang, dan Kalimantan Selatan 155 orang.
Dengan aktivitas yang sudah longgar seperti saat ini, bisa jadi puncaknya akan bergeser dan korban akan semakin banyak.
”Jawa Timur saat ini memang menuju puncak pandemi, dengan korban jiwa sangat besar yang menandakan kapasitas layanan kesehatan tidak lagi memadai. Dengan aktivitas yang sudah longgar seperti saat ini, bisa jadi puncaknya akan bergeser dan korban akan semakin banyak,” kata epidemiolog Universitas Airlangga (Unair), Surabaya, Windhu Purnomo, Sabtu.
Menurut dia, sebagian besar kasus dan korban jiwa ini disumbangkan oleh Kota Surabaya. Angka korban jiwa ini sebenarnya jauh lebih besar, karena yang dilaporkan pemerintah pusat selama ini hanya jumlah korban meninggal yang sudah dikonfirmasi menggunakan tes polymerase chain reaction(PCR).
”Padahal, banyak pasien dalam pengawasan (PDP) dan orang dalam pemantauan (ODP) yang meninggal sebelum dites atau tesnya belum keluar,” katanya.
Gap data
Data yang dilaporkan Pemerintah Provinsi Jawa Timur dalam laman resmi mereka, jumlah PDP yang meninggal di Jawa Timur sudah mencapai 816 orang dan ODP yang meninggal 120 orang. Namun, untuk Kota Surabaya, jumlah PDP yang meninggal tiga orang dan tidak ada ODP yang meninggal.
Data ini jauh berbeda dengan Rumah Sakit Online yang masuk dalam tabulasi Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. Di situ disebutkan, jumlah PDP di Kota Surabaya yang meninggal telah mencapai 639 orang. Ini berarti ada selisih 636 PDP meninggal yang tidak dilaporkan.
Laporan yang lebih rendah juga terjadi di Kabupaten Gresik. Berdasarkan data di Gugus Tugas Covid-19 Jawa Timur, jumlah PDP yang dilaporkan meninggal hanya 42 orang. Namun, data di Rumah Sakit Online terdapat 118 PDP di Gresik yang meninggal dunia.
”Data korban jiwa memang jauh lebih rendah daripada kenyataannya. Memang tidak semua PDP ini positif, tetapi kemungkinan telah terinfeksi Covid-19 sangat tinggi,” kata Windhu.
Memang tidak semua PDP ini positif, tetapi kemungkinan telah terinfeksi Covid-19 sangat tinggi.
Ketua Pusat Riset Keselamatan Pasien Unair Inge Dhamanti mengatakan, data PDP dan ODP yang meninggal ini seharusnya dibuka secara transparan ke masyarakat. Apalagi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga sudah memberi pedoman tentang pelaporan korban, yang menyebutkan selain yang terkonfirmasi positif, korban yang meninggal dengan gejala klinis Covid-19 juga harus dilaporkan, sampai ada bukti penyebab lain meninggal, misalnya karena benturan.
Inge mengatakan, transparansi atas skala wabah ini bisa membangun respons kehati-hatian masyarakat. ”Jika masyarakat tahu jumlah orang yang meninggal dengan status PDP sangat banyak, mereka akan lebih hati-hati. Ini artinya memang layanan kesehatan sudah penuh,” katanya.
Sebaliknya, jika data tidak transparan dan di bawah angka sesungguhnya, masyarakat akan semakin abai dengan protokol kesehatan. ”Apalagi saat ini masuk masa transisi, orang sudah keluar dan banyak yang tidak pakai masker. Ini mengkhawatirkan sekali, karena wabahnya belum terkendali,” katanya.
Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Timur Heru Tjahjono dalam keterangan tertulisnya menyebutkan, data yang dipublikasikan Pemprov Jatim sudah melalui alur pengumpulan data sesuai protokol Kementerian Kesehatan melalui sistem Public Health Operating Center (PHEOC). Data itu diinput langsung oleh dinas kesehatan kabupaten/kota. ”Data yang muncul murni hasil entri dinkes kabupaten/kota berdasarkan hasil klarifikasi dan tracing di lapangan,” katanya.
Di luar alur data yang diinput melalui dinas-dinas kabupaten/kota ini hingga ke pusat, dilakukan pendataan melalui Rumah Sakit Online, yang dikumpulkan langsung dari jaringan rumah sakit di Indonesia.
Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan Didik Budijano yang dikonfirmasi mengaku belum bisa berkomentar terkait perbedaan data PDP yang meninggal di Surabaya dan Gresik ini. ”Saya belum bisa komentar soal itu. Saya coba cek dulu,” kata Didik.