Kemajuan teknologi seperti deret ukur, tetapi penguasaan teknologi digital oleh guru hanya seperti deret hitung. Pelatihan yang terfokus untuk meningkatkan kompetensi digital guru sangat dibutuhkan.
Oleh
Yovita Arika
·3 menit baca
Hingga tiga bulan pelaksanaan pembelajaran jarak jauh pada masa pandemi Covid-19, masih banyak guru yang hanya memberikan penugasan mengerjakan soal kepada siswa. Tak sedikit keluhan ditujukan kepada guru karena penugasan-penugasan tersebut membebani dan membuat siswa jenuh belajar dari rumah.
Hasil survei Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan secara daring dengan responden 38.109 siswa pada 13-22 Mei 2020 serta survei Kemendikbud dan Unicef melalui layanan SMS gratis terhadap 1.098 siswa dan 602 orangtua pada 18 Mei-2 Juni 2020 menunjukkan, sebagian besar siswa belajar di rumah dengan mengerjakan soal dari guru. Hanya 40 persen siswa yang mengalami pembelajaran interaktif.
Hasil survei survei Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dengan responden 602 guru pada April 2020 juga menunjukkan, 29,6 persen guru hanya memberi tugas kepada siswa dan 24,8 persen hanya menjelaskan materi pelajaran dalam pembelajaran daring. Terkait kurikulum, 53 persen guru menargetkan penuntasan kurikulum.
Guru seharusnya mengajar pada level kemampuan anak, bukan sesuai tuntutan kurikulum.
Guru, kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan Kemendikbud Totok Suprayitno, seharusnya mengajar pada level kemampuan anak, bukan sesuai tuntutan kurikulum. Sekadar memberikan tugas-tugas kepada siswa justru dikhawatirkan akan membuat anak kehilangan konsep inti dari kurikulum yang seharusnya dikuasai terlebih dahulu.
Pembelajaran daring secara mendasar mengubah pembelajaran dan interaksi siswa dengan guru. Ketidaksiapan guru dalam pembelajaran jarak jauh membuat sebagian besar guru masih sekadar memindahkan pembelajaran tatap muka ke pembelajaran daring. Belum semua guru mampu menghadirkan suasana belajar yang menyenangkan secara daring.
Dengan kondisi demikian, Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia (IGI) M Ramli Rahim menyayangkan, belum ada agenda khusus Kemendikbud untuk menyiapkan guru agar mampu menjalankan pembelajaran daring secara menyenangkan dan berkualitas. Berdasarkan survei IGI, lebih dari 60 persen guru tidak memiliki kemampuan penguasaan teknologi.
Pelatihan bagi guru yang terfokus untuk pembelajaran daring menjadi kebutuhan mengingat pembelajaran jarak jauh masih akan berlanjut pada tahun ajaran 2020/2021 nanti. Tanpa penyiapan guru untuk menguasai kompetensi digital, pembelajaran daring akan semakin membosankan bagi siswa.
Pedagogi digital
Guru membutuhkan pelatihan untuk mempunyai dan meningkatkan kompetensi model pembelajaran di era digital. Wakil Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Satriwan Salim menyebut, pembelajaran saat ini dan masa depan adalah pembelajaran dengan pendekatan pedagogi digital.
Penguasaan dasar-dasar pedagogi digital mutlak didapatkan guru agar dapat menguasai dan mengoperasikan teknologi komunikasi untuk pembelajaran digital. Penggunaan teknologi digital dalam hal ini bukan sebagai pengganti peran guru secara tradisional, melainkan seperangkat teknologi yang akan mempermudah, mengefektifkan, dan mengefisienkan proses pembelajaran.
”Jikalau guru tak mampu mengoperasikannya, tak tertutup kemungkinan peran tradisional guru sebagai pengajar akan tergantikan oleh aplikasi-aplikasi pembelajaran digital. Generasi Z dan Alfa yang saat ini diajar dan dididik oleh para guru generasi Y (milenial), bahkan Generasi X, akan menjalankan fungsi yang sebaliknya,” kata Satriwan.
Seperti dikatakan Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud Iwan Syahril, sudah banyak siswa yang menggunakan aplikasi pengelolaan pembelajaran (learning management system), khususnya untuk jenjang SMA dan SMK. Ini turut mendukung pembelajaran daring bisa berlangsung secara interaktif meski masih terbatas.
Aplikasi sumber belajar daring sebagai sarana pembelajaran yang mendukung terjadinya personalisasi belajar (personalized learning) telah dimanfaatkan oleh lebih dari separuh siswa. Personalisasi belajar memungkinkan pengalaman belajar yang adaptif, sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan setiap anak.
Guru memang perlu mempercepat adopsi teknologi dalam pembelajaran. Namun, tanpa pelatihan yang terfokus, guru akan tertinggal, bahkan dari siswanya. Seperti dikatakan Satriwan, kemajuan teknologi seperti deret ukur, tetapi pemahaman/penguasaan guru, terutama generasi X, terhadap teknologi digital hanya seperti deret hitung.
Keberpihakan pemerintah, baik pusat maupun daerah, sangat dibutuhkan. Politik anggaran pendidikan harus berpihak pada peningkatan kompetensi guru. Diperlukan komitmen pemerintah, terutama pemerintah daerah, untuk mengalokasikan minimal 20 persen anggaran untuk pendidikan dan pelatihan guru.