Calon Deputi Gubernur BI Soroti Revisi UU BI hingga ”Exit Strategy”
Amandemen UU BI harus memberi keleluasaan bagi BI untuk turun langsung ketika terjadi krisis. Adapun ”exit strategy” perlu diletakkan sebagai proses normalisasi berbagai kebijakan ekspansi yang ditempuh selama pandemi.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Calon deputi gubernur Bank Indonesia berkomitmen memperkuat peran bank sentral dalam mendukung kesinambungan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Mereka menilai Bank Indonesia membutuhkan keleluasaan untuk dapat terjun langsung dalam penanganan krisis. Dalam konteks tersebut, mereka menyoroti revisi undang-undang Bank Indonesia hingga exit strategy dari kirisis akibat pandemi Covid-19.
Hal itu mengemuka dalam uji kepatutan dan kelayakan calon deputi gubernur Bank Indonesia (BI) di Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Selasa (7/7/2020). Dua dari tiga calon deputi gubernur BI yang menjalani tes tersebut adalah Juda Agung dan Aida S Budiman.
Sementara satu calon lainnya, Doni Primanto Joewono, baru akan menjalani uji kelayakan dan kepatutan pada Rabu, 8 Juli 2020. Mereka akan mengisi kursi Deputi Gubernur BI menggantikan Erwin Rijanto yang masa jabatannya telah berakhir pada Juni 2020.
Saat ini, Juda Agung menjabat sebagai Kepala Departemen Kebijakan Makrorudensial BI Aida S Budiman menjabat sebagai Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI. Adapun Doni Primanto Joewono menjabat sebagai Kepala Departemen Sumber Daya Manusia BI.
Dalam kesempatan tersebut, Juda menyampaikan, amandemen Undang-Undang (UU) BI harus memberikan keleluasaan bagi bank sentral untuk turun langsung ketika terjadi krisis. Pasalnya, dalam situasi seperti krisis sekarang ini, peran bank sentral dalam pembiayaan ekonomi itu sangat penting.
”Peran tersebut belum ada di dalam UU yang sudah ada. Substansi dari momen revisi UU BI bisa diarahkan agar dalam situasi-situasi tertentu BI bisa melakukan pembiayaan kepada ekonomi,” ujarnya.
Amandemen UU BI harus memberikan keleluasaan bagi bank sentral untuk turun langsung ketika terjadi krisis. Pasalnya dalam situasi seperti krisis seperti sekarang ini, peran bank sentral dalam pembiayaan ekonomi itu sangat penting.
Sebelumnya, revisi UU tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 1999 tentang BI telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020. Revisi UU bertujuan mendukung pertumbuhan perekonomian nasional sehingga meningkatkan penerimaan negara dan kesejahteraan masyarakat melalui kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran yang efektif, serta mendorong pertumbuhan investasi melalui penambahan kewenangan BI terkait pengaturan makroprudensial.
Juda menambahkan, fokus lain yang perlu dimasukan dalam RUU BI adalah payung hukum terkait hal yang bisa dilakukan bank sentral terhadap pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Selama ini BI lebih banyak membantu pengembangan UMKM lebih dari sisi bantuan teknis.
Sementara itu, Aida S Budiman menekankan pentingnya memperkuat peran BI guna mendukung kesinambungan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Strategi yang akan ditempuh adalah mengoptimalkan bauran dan kebijakan utama BI mulai dari sisi moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran keuangan.
Kebijakan moneter, makroprudensial, dan pembayaran harus diantisipasi dengan kerangka kerja risiko yang akan dilihat akan lebih menyeluruh. Kebijakan utama BI tersebut ditopang kebijakan pendukung seperti pendalaman pasar keuangan, pengembangan ekonomi, dan keuangan syariah.
Untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi Indonesia menuju negara maju, lanjut Aida, perkuatan struktur pertumbuhan ekonomi melalui berbagai transformasi kebijakan ekonomi sangat diperlukan. Transformasi tersebut termasuk dalam upaya meningkatkan nilai tambah perekonomian dengan melakukan diversifikasi pertumbuhan ekonomi.
”Ini bisa dilakukan dengan mencari sumber-sumber pertumbuhan ekonomi baru, termasuk ekonomi syariah serta memanfaatkan tren digitalisasi di semua aspek kehidupan,” kata Aida.
Perkuatan struktur pertumbuhan ekonomi melalui berbagai transformasi kebijakan ekonomi sangat diperlukan. Transformasi tersebut termasuk dalam upaya meningkatkan nilai tambah perekonomian dengan melakukan diversifikasi pertumbuhan ekonomi.
Terkait pemulihan ekonomi nasional yang terimbas pandemi Covid-19, Juda memaparkan, terdapat tiga tahapan yang perlu dilalui Indonesia, yakni fase penyelamatan ekonomi (2020), fase pemulihan ekonomi (2021), dan fase normalisasi kebijakan (2022-2023).
Kunci utama pada fase penyelamatan ekonomi adalah bantuan sosial, restrukturisasi kredit, serta pelonggaran aturan perbankan dan sektor jasa keuangan. Pada fase ini, ekonomi nasional diperkirakan bisa tumbuh 1,4 persen.
Setelah itu, lanjut Juda, pada fase pemulihan ekonomi, akselerasi program pemulihan ekonomi nasional sangat diperlukan. Pada fase itu pemerintah perlu terus mendorong permintaan, penyiapan ekonomi digital, dan reaktivasi ekonomi.
”Saya yakin pada fase kedua ini, ekonomi Indonesia dapat tumbuh pada level 6,71 persen,” ujarnya.
Kunci utama pada fase penyelamatan ekonomi adalah bantuan sosial, restrukturisasi kredit, serta pelonggaran aturan perbankan dan sektor jasa keuangan. Pada fase ini, ekonomi nasional diperkirakan bisa tumbuh 1,4 persen.
Adapun pada fase normalisasi kebijakan, penguatan kebijakan struktural harus terus dibangun agar dapat menjalankan ekonomi dalam era yang baru atau normal baru. Juda optimistis ekonomi nasional dapat tumbuh 5,35 persen pada 2022 dan 5,42 persen pada 2023.
Sementara, menurut Aida, untuk mendukung pemulihan ekonomi pasca-Covid-19 dibutuhkan upaya percepatan menjadi negara maju, menyesuaikan kerangka kebijakan, dan mengantisipasi perubahan perilaku perekonomian akibat digitalisasi ekonomi. Hal ini perlu ditopang dengan exit strategy atau strategi untuk keluar dari kebijakan yang pernah dilakukan selama pandemi Covid-19 diperlukan.
”Exit strategy ini dapat diletakkan sebagai proses normalisasi atas berbagai kebijakan ekspansi yang ditempuh selama periode pandemi. Strategi ini juga sebagai upaya untuk kembali membawa ekonomi ke dalam lintasan jangka panjangnya menuju pertumbuhan ekonomi yang kuat dan berkesinambungan,” ujar Aida.