Pembelajaran Jarak Jauh Berlanjut, Siswa yang Rentan Tetap Terkendala
Tanpa upaya yang signifikan, siswa yang rentan tetap akan terkendala dalam pembelajaran jarak jauh. Mereka berisiko mengalami ketertinggalan pemahaman kognitif sehingga dapat memengaruhi performa akademik secara umum.
Oleh
Yovita Arika
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pembelajaran jarak jauh, baik secara daring maupun luring, masih akan berlanjut pada tahun ajaran 2020/2021 ini. Anak-anak yang masuk kelompok rentan dipastikan akan tetap terhambat pembelajarannya karena hingga kini belum ada upaya signifikan untuk mengatasi kendala pembelajaran jarak jauh.
Akses kepemilikan gawai/laptop/komputer dan akses internet tetap menjadi kendala pembelajaran daring. Ini terutama tetap dialami siswa dari daerah terbelakang, terdepan, dan terluar (3T) serta siswa dari keluarga miskin.
Data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada April 2020 menunjukkan, 40.779 atau sekitar 18 persen sekolah dasar dan menengah tidak ada akses internet dan 7.552 atau sekitar 3 persen sekolah belum terpasang listrik. Akses peserta didik terhadap pembelajaran daring di rumah dapat lebih rendah lagi karena kendala kepemilikan gawai/laptop dan kuota internet.
Kesiapan guru memang sudah lebih baik karena selama ini banyak yang telah mengikuti webinar untuk mengelola pembelajaran daring. Namun, ini hanya pada guru yang mempunyai akses internet. Hingga kini pun belum ada panduan kurikulum yang disederhanakan agar para guru dapat memberikan pembelajaran jarak jauh secara efektif.
”Guru-guru yang selama ini aktif mengikuti pelatihan tentu saja memiliki cara baru dalam pengajaran. Namun, mereka yang tidak aktif dalam pelatihan tidak bisa melakukan perubahan terhadap pola-pola mereka sehingga yang (akan) dilakukan adalah pola lama,” kata Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia (IGI) M Ramli Rahim, ketika dihubungi Kompas, Minggu (12/7/2020).
Selama ini, kata Ramli, IGI telah melakukan 1.567 pelatihan guru yang melibatkan lebih dari 300.000 guru di seluruh Indonesia. Namun, angka ini masih sangat kecil dibandingkan dengan total jumlah guru yang sekitar 4,5 juta orang, termasuk guru honorer sekolah.
Hal senada dikatakan Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Satriwan Salim. Meski belum semua guru, banyak guru yang semakin giat mengikuti pelatihan secara daring, baik yang diselenggarakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dinas pendidikan, organisasi guru, Musyawarah Guru Mata Pelajaran, maupun lembaga pendidikan tenaga kependidikan.
”Guru-guru diharapkan bisa mengelola pembelajaran berbasis digital dengan lebih baik,” katanya. Namun, bagi guru yang siswanya selama ini tidak bisa mengikuti pembelajaran daring karena kendala akses teknologi dan internet, tetap akan menghadapi kendala yang sama seperti selama tiga bulan terakhir semester II tahun ajaran 2019/2020.
Tidak efektif
Bahkan, berdasarkan data FSGI, kondisi geografis menjadi kendala bagi sejumlah siswa di Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, untuk mengikuti pembelajaran secara luring. Kendala geografis dan kurangnya minat belajar siswa serta dukungan orangtua membuat pembelajaran jarak jauh secara luring juga tidak bisa efektif.
Hasil survei Wahana Visi Indonesia (WVI) menunjukkan, 32 persen siswa tidak mendapatkan program belajar dalam bentuk daring ataupun luring karena kurangnya kapasitas dan fasilitas pendukung dari sekolah. Dalam kondisi ini, kata CEO dan Direktur Nasional WVI Doseba T Sinay, siswa berisiko mengalami ketertinggalan pemahaman kognitif sehingga dapat memengaruhi performa akademik secara umum.
Eka Ilham, guru SMKN I Palibelo, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), mengatakan, selama ini sebagian besar siswa di sekolahnya tidak dapat mengikuti pembelajaran. Pembelajaran daring tidak bisa berjalan karena sebagian besar siswa tidak mempunyai telepon pintar, kualitas koneksi internet juga buruk. Namun, pembelajaran secara luring juga terkendala rumah siswa yang jauh dan medannya sulit, bergunung-gunung.
Akhirnya guru hanya mengunjungi siswa yang rumahnya tidak jauh dari sekolah.
”Akhirnya guru hanya mengunjungi siswa yang rumahnya tidak jauh dari sekolah,” kata Eka. Pembelajaran pada tahun ajaran baru ini pun, kata Eka, tetap secara luring dan tetap menghadapi kendala yang sama. Senin (13/7/2020) ini, para guru di sekolahnya baru akan membahas metode yang bisa dilakukan agar pembelajaran jarak jauh secara luring nanti bisa lebih efektif.
Dia mengatakan, di NTB bukan hanya sekolahnya yang terkendala pembelajaran daring ataupun luring, tetapi juga banyak sekolah lain. ”Jangankan internet, di pegunungan belum ada akses listrik. Karena kegiatan belajar siswa tidak terpantau, saya hanya minta kepada para siswa nanti sudah bisa masuk sekolah lagi agar membuat laporan tertulis apa kegiatan mereka selama masa korona ini,” kata Eka.
Sesuai dengan surat edaran Gubernur NTB tertanggal 7 Juli 2020, semua sekolah di NTB harus melanjutkan pembelajaran jarak jauh hingga ada perkembangan baru terkait kasus Covid-19. Berdasarkan data Gugus Tugas Covid-19, di NTB hanya Kota Bima yang berstatus zona hijau Covid-19.
Panduan kurikulum
Kusmayadi, guru SDN 002 Tapau di Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau, mengatakan, sekolahnya juga tetap akan melaksanakan pembelajaran jarak jauh secara luring paling tidak hingga September. Sama seperti yang sudah berjalan selama ini, guru kunjung akan dilakukan 3-4 hari sekali.
Hingga kini belum ada modul belajar ataupun panduan kurikulum yang disederhanakan agar para guru dapat memberikan pembelajaran jarak jauh secara efektif. Kusmayadi berharap paling tidak segera ada panduan kurikulum untuk pembelajaran pada masa pandemi Covid-19.
Ramli juga mempertanyakan panduan kurikulum yang disederhanakan untuk pembelajaran jarak jauh yang pernah dijanjikan Kemendikbud. Panduan ini seharusnya sudah diterima guru sebelum tahun ajaran baru dimulai.
Dalam rilis Kemendikbud, Minggu (12/7/2020), Mendikbud Nadiem M Makarim mengakui cukup banyak kritik terkait ketidakoptimalan pembelajaran jarak jauh yang terjadi pada masa pandemi. ”Itu saya 100 persen setuju dengan semua kritik itu. Tetapi, kita tidak punya opsi yang lain pada saat ini. Kita harus mencari jalan masing-masing karena tidak ada satu platform yang cocok untuk satu sekolah,” kata Nadiem.
Nadiem mengatakan, untuk para siswa yang belum memiliki akses ke internet, Kemendikbud telah meluncurkan program Belajar dari Rumah yang merupakan kolaborasi dengan TVRI.