Puncak pandemi Covid-19 di Indonesia masih belum terjadi. Namun, masyarakat, khususnya di DKI Jakarta dan Surabaya, cenderung tidak mematuhi protokol kesehatan lantaran belum sepenuhnya memahami risiko penyakit itu.
Oleh
Tim Kompas
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Puncak pandemi Covid-19 masih belum terjadi. Namun, masyarakat di wilayah DKI Jakarta dan Surabaya yang memiliki angka kasus penyakit itu tertinggi di Indonesia belum sepenuhnya memahami risiko penularan Covid-19 dengan baik, bahkan cenderung meremehkannya.
Kondisi ini berpengaruh pada perilaku abai terhadap protokol kesehatan sehingga penularan Covid-19 sulit dihentikan. ”Indeks persepsi risiko warga Surabaya 3,42, sedikit lebih tinggi dibandingkan Jakarta, 3,3,” kata Sulfikar Amir, sosiolog bencana dari Nanyang Technological University (NTU), memaparkan hasil survei bersama Laporcovid19.org, di Jakarta, Kamis (16/7/2020).
Indeks risiko ini untuk mengetahui tingkat pemahaman, pengetahuan, dan perilaku warga terkait risiko Covid-19. Semakin besar angkanya, kondisinya semakin baik.
Menurut Sulfikar, untuk memasuki masa pelonggaran pembatasan sosial, idealnya indeks persepsi risiko harus di atas 4,00 sehingga risiko laju penularan terkendali. ”Ini berarti pelonggaran belum bisa diterapkan di Surabaya,” katanya.
Survei di Surabaya dilakukan pada 19 Juni-10 Juli 2020 dengan melibatkan 5.904 responden. Adapun survei di Jakarta pada 29 Mei-20 Juni 2020 dengan lebih dari 200.000 responden. Hasilnya, warga di dua kota yang memiliki kasus dan korban jiwa akibat Covid-19 terbanyak di Indonesia ini ternyata belum sepenuhnya memahami risiko penyakit itu.
Sebagai contoh, 59 persen responden di Surabaya mengatakan kemungkinan terpapar Covid-19 amat kecil dan kecil. Di DKI Jakarta, 77 persen responden menjawab risiko kena Covid-19 amat kecil dan kecil. Selain itu, 59 persen di Surabaya meremehkan kemungkinan terkena Covid-19. Mayoritas responden tak percaya keluarga mereka terpapar Covid-19.
Survei juga menemukan mayoritas warga di Surabaya mengaku menerapkan protokol kesehatan, seperti memakai masker saat keluar, menjaga jarak, dan mencuci tangan. Jawaban ini tak konsisten dengan variabel lain tentang pengetahuan dan persepsi risiko sehingga disimpulkan, perilaku sehat belum terinternalisasi dalam keseharian warga.
Menurut Wakil Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Surabaya Irvan Widyanto, Pemkot Surabaya memperketat pergerakan manusia.
Belum puncak pandemi
Epidemiolog Laporcovid19.org, Iqbal Elyazar, mengatakan, Indonesia belum memasuki puncak pandemi. ”Untuk Jawa, hanya soal waktu. Daerah lain kasusnya akan separah Jatim karena tak ada pembatasan antarwilayah dan perilaku warganya relatif sama, yang membedakan mungkin jumlah tes,” tuturnya.
Juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19 Achmad Yurianto mengatakan, jumlah spesimen diperiksa pada 16 Juli 2020 ada 23.947 spesimen dari 12.156 orang. Pemeriksaan itu dilakukan di 269 laboratorium. Dari jumlah yang diperiksa itu, 1.574 kasus positif Covid-19.
Penambahan kasus baru tertinggi terjadi di DKI Jakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Jumlah kasus Covid-19 di Indonesia 81.668 orang, 40.345 pasien di antaranya sembuh dan 3.873 pasien meninggal.
Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Kementerian Riset dan Teknologi mulai mengoperasikan mesin otomatis pengujian spesimen Covid-19 Cobas 6800 diimpor dari Roche, perusahaan farmasi dan diagnostik di Swiss, atas dukungan PT Tempo Scan Pasifik. Itu bisa meningkatkan tes Covid-19 hingga 1.000 spesimen per hari.
Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Amin Soebandrio menjelaskan, Cobas 6800 merupakan mesin otomatisasi untuk uji mikrobiologi yang dioperasikan dengan metode molekuler atau nucleic acid amplification testing (NAAT). Hampir semua proses berlangsung otomatis sehingga intervensi tenaga laboratorium jadi amat minim.
Menteri Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional Bambang PS Brodjonegoro mengatakan, penggunaan mesin ini mendukung target pemerintah terkait pemeriksaan spesimen dengan metode reaksi rantai polimerase (PCR) sebanyak 30.000 spesimen per hari. Saat ini, jumlah tes molekuler baru 26.614 spesimen per hari.
Terkait vaksin, Presiden Direktur PT Biofarma Honesti Basyir menyatakan, vaksin Covid-19 produksi lokal diperkirakan paling cepat baru tersedia bagi masyarakat awal 2022. Konsorsium Nasional untuk Riset dan Inovasi Covid-19 sedang mengembangkan vaksin itu. (SYA/AIK/TAN/LAS)